Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Selidiki Hercules Dengan Terbuka

6 Juli 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BELASUNGKAWA terhadap korban kecelakaan pesawat Hercules C-130B di Medan sudah seharusnya tidak berhenti pada ucapan dukacita. Selain semua korban mesti diurus, penyebab kecelakaan harus diungkap agar peristiwa serupa bisa dihindari.

Terbang dari Medan menuju Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, pesawat menukik dua menit setelah lepas landas. Pesawat buatan Lockheed Martin, Amerika Serikat, itu merupakan bagian dari armada Skuadron Udara 32, Malang, Jawa Timur. Selain mengangkut kru militer, pesawat itu diketahui membawa sejumlah penumpang sipil.

Diproduksi pada 1964, pesawat itu sebelumnya telah melintasi Jawa dan Sumatera. Sehari sebelum jatuh, burung besi itu terbang dari Pangkalan Udara Abdulrachman Saleh, Malang, menuju Bandar Udara Adisutjipto, Yogyakarta, dan Halim Perdanakusuma, Jakarta. Keesokan harinya, Hercules itu mengudara menuju Pekanbaru, Dumai, lalu Medan-sebelum akhirnya gagal menuju Tanjung Pinang.

Memastikan usia pesawat sebagai penyebab utama kecelakaan tentu sembrono dan tergesa-gesa. Sejumlah saksi mata memang mengatakan pesawat mengeluarkan asap hitam sebelum tersungkur. Otoritas TNI Angkatan Udara menyebut kemungkinan pesawat mengalami gagal mesin. Kerusakan mesin merupakan akibat kombinasi dari faktor usia dan perawatan yang minim.

TNI tak perlu defensif dengan mengklaim sudah secara teratur merawat Hercules yang mereka miliki. Sudah jadi rahasia umum, selama bertahun-tahun pesawat TNI diperbaiki dengan menggasak suku cadang pesawat lain. Sejarah mencatat, Indonesia pernah diembargo Amerika-tak diizinkan membeli suku cadang pesawat-akibat pelanggaran hak asasi manusia di era Soeharto.

Tim investigasi TNI Angkatan Udara harus bekerja sungguh-sungguh. Betapapun penerbangan militer bersifat rahasia, pengusutan seyogianya tidak ditutup-tutupi. Sesuai dengan Konvensi Chicago 1944, penyidik sipil seperti Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT)-yang biasanya melaporkan ke publik setiap perkembangan penyelidikan-tak punya hak menyelidiki kecelakaan pesawat militer. Agar tak menimbulkan syak wasangka, TNI AU harus juga bersikap terbuka.

Lagi pula, Hercules yang jatuh ini tidak hanya mengangkut awak dan perangkat militer, tapi juga penumpang sipil-selain menewaskan pula penduduk di sekitar landasan yang tertimpa reruntuhan. Sudah lama jadi omongan, Hercules kerap dipakai penduduk, terutama dari dan ke daerah yang jarang disinggahi penerbangan komersial. Meski aturan TNI menyebutkan hanya keluarga inti tentara yang boleh menumpang pesawat itu, tak jarang anggota masyarakat sipil juga diangkut. Yang terakhir ini masuk kabin dengan membayar.

Penyelidikan jatuhnya Hercules C-130B hendaknya diluaskan hingga wilayah penyelewengan aturan angkut penumpang ini. Penyelidik bisa mengawalinya dengan memeriksa manifes pesawat, sesuatu yang terkesan ditutup-tutupi pada hari-hari pertama jatuhnya pesawat. Memeriksa manifes juga dapat memilah penumpang dan penduduk lokal yang jadi korban-sesuatu yang dapat membantu pemerintah menetapkan ganti rugi. Tidak adanya manifes pesawat merupakan pelanggaran aturan yang serius.

Keberadaan "penumpang siluman" juga membawa implikasi lain, yakni pelanggaran aturan asuransi. Dalam Undang-Undang Penerbangan disebutkan, penumpang pesawat wajib dilindungi asuransi-sesuatu yang tentu saja tak diberikan kepada "penumpang gelap". Jika ini benar terjadi, TNI Angkatan Udara bisa dianggap melanggar aturan.

Kabar bahwa pesawat menghantam menara radio sebelum terempas memperkuat dugaan tak amannya awang-awang di sekitar Pangkalan Udara Soewondo. TNI selayaknya meninjau kembali penggunaan bandara yang dulu bernama Polonia itu-sebelum penerbangan sipil pindah ke Kualanamu. Jika tidak, setidaknya perlu upaya serius membersihkan kawasan bandara dari "benda-benda pengganggu".

Sinyalemen pesawat jatuh akibat kerusakan mesin harus ditelisik dengan teliti. Fakta bahwa pilot meminta pesawat diizinkan kembali ke landasan merupakan petunjuk awal ada yang tak beres dengan mesin. TNI AU harus secepatnya memeriksa ulang kelaikan terbang seluruh armada yang mereka miliki. Rencana TNI AU menarik semua Hercules karena itu harus didukung.

Pesawat yang sudah batuk-batuk sebaiknya dikandangkan saja. Rencana memperbarui armada terbang, juga persenjataan yang lain, tentu baik-baik saja. Tapi, seraya menata ulang bujet Republik yang lagi ngos-ngosan, TNI selayaknya memperbaiki sistem pengoperasian peralatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus