Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SETELAH Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan untuk membuang lumpur panas Sidoarjo ke laut, dalam sidang kabinet pekan lalu, bukan berarti keadaan di lapangan menuju normal. Semburan lumpur di areal pengeboran PT Lapindo Brantas di Porong, Sidoarjo, yang sudah terjadi sejak 120 hari lalu, justru membutuhkan penanganan kian intensif. Volume semburan lumpur yang beberapa waktu lalu 50 ribu meter kubik sehari, sekarang sudah 130 ribu meter kubik. Setiap pagi, begitu penduduk setempat bangun tidur, lumpur sudah meluas hampir dua setengah kali lapangan sepak bola.
Kondisi inilah yang akan dihadapi oleh tim nasional penanggulangan semburan lumpur di Sidoarjo yang dibentuk Presiden Yudhoyono pada 11 September lalu. Tim nasional itu perlu memikirkan cara tercepat membuang lumpur ke laut. Sebab, pompa yang mulai dipakai pekan ini hanya mampu membuang lumpur 1.000-1.500 meter kubik dalam sehari—seperseratus tiga puluh dari jumlah lumpur yang muncrat.
Maka, tim nasional itu perlu otoritas yang cukup untuk mengambil keputusan sendiri, sehingga bisa bergerak lebih cepat. Keadaan lapangan yang kritis sudah tidak lagi memungkinkan keputusan penting ditunda atau dipelajari berlama-lama. Tim itu sudah dihadapkan pada keadaan yang mengharuskan keputusan dibuat hari demi hari, bahkan jam demi jam. Terlalu besar risiko yang akan muncul kalau semua keputusan tentang lumpur Sidoarjo harus menunggu sidang kabinet.
Risiko terbesar bisa muncul dari penduduk setempat yang harus diungsikan. Lokasi baru, biaya ganti rugi, dan segala tetek-bengek pemindahan penduduk harus dipikirkan saksama. Negosiasi akan alot. Menekan rakyat agar mau pindah, dengan kekerasan ala Orde Baru dulu, hanya akan memicu kisruh yang tak perlu. Tawaran untuk bertransmigrasi ke luar Jawa sudah terdengar tidak mendapat sambutan baik dari penduduk. Harus dipahami bahwa penduduk sudah tiga bulan lebih hidup tak nyaman dalam ketidakpastian.
Masalah lain yang tak kalah mendesak adalah memulihkan jalan tol Surabaya-Gempol yang sekarang terendam lumpur. Bila jalan tol itu tetap tergenang lumpur seperti sampai akhir pekan lalu, berarti putuslah satu urat nadi transportasi penting di Jawa Timur. Belum lagi penyelamatan jalur kereta api Surabaya-Banyuwangi, yang sepotong ruasnya melewati daerah semburan lumpur.
Yang tak kalah penting adalah memikirkan masa depan Sidoarjo. Wilayah yang tergenang lumpur ini, dan sudah diketahui tak dapat dimanfaatkan dalam jangka panjang, mesti dipikirkan akan dijadikan apa di kemudian hari. Tugas ini terlalu berat untuk dipikul tim nasional penanggulangan semburan lumpur di Sidoarjo.
Sekali lagi diusulkan agar dibentuk semacam badan otorita Sidoarjo, dengan kewenangan penuh, yang dipimpin oleh pejabat setingkat menteri. Badan itu harus mempunyai wewenang penuh untuk memerintahkan semua pihak agar membantu penanggulangan lumpur—mulai dari penanggulangan semburan, masalah sosial, hingga penanganan Kota Sidoarjo.
Dengan badan otorita yang memiliki kewenangan yang luas dan penuh, penanggulangan semburan bisa lebih cepat, penduduk selamat, masa depan Sidoarjo lebih jelas. Tim nasional yang sudah dibentuk bisa saja ditingkatkan wewenangnya. Yang penting, langkah-langkah penyelamatan semburan lumpur Sidoarjo tidak perlu lagi menunggu hasil sidang kabinet dan keputusan presiden.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo