Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Setelah Tangerang, Kini Depok

Meniru Tangerang, Depok berencana menerapkan peraturan antiminuman keras dan maksiat. Salah kaprah yang berulang.

24 April 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KALAU sebuah rancangan peraturan dibuat dengan prinsip ”copy-paste” alias main comot dari beleid sejenis di kota lain, apa yang bisa kita lakukan selain mengurut dada. Tapi itulah yang terjadi di Depok, Jawa Barat. Di sana, dua peraturan dibuat serampangan baik isi maupun prosedurnya.

Tersebutlah rancangan peraturan daerah tentang pelarangan pengedaran dan penjualan minuman beralkohol dan rancangan peraturan daerah antimaksiat. Yang pertama berisi 18 pasal dan yang kedua 13 pasal. Diserahkan DPRD kepada Wakil Wali Kota Depok beberapa waktu lalu, legislatif kota di selatan Jakarta itu injak gas: dua perda ini akan dibahas dalam rapat paripurna Dewan paling lambat bulan depan.

Padahal, draf awal perda ini kedodoran luar biasa. Kon-sep-nya mentah-mentah diambil dari perda sejenis di Ta-ngerang. Dalam aturan antiminuman keras di Depok, mi-salnya, ada pasal yang membatasi penjualan minuman beralkohol pada toko bebas bea atau duty free shop. Lucunya, yang diatur adalah toko bebas bea di Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang terletak di Tangerang.

Lupa menyetip? Tentu saja. Tapi lebih dari sekadar kealpa-an administratif, rancangan peraturan itu menyimpan ke-alpa-an substansial.

Seperti halnya di Tangerang, definisi yang longgar dan tak jelas tentang pelacuran pada perda Depok berpoten-si mengundang salah tangkap. Coba simak bunyi salah sa-tu pasal peraturan itu. ”Setiap orang yang sikap atau perilakunya mencurigakan, sehingga menimbulkan suatu anggapan bahwa ia/mereka pelacur dilarang berada di jalan-jalan umum.…” Pada bagian lain disebutkan, ”Siapapun dilarang bermesraan, berpelukan dan/atau berciuman yang mengarah kepada hubungan seksual, baik di tempat umum atau di tempat-tempat yang terlihat oleh umum.”

Di Tangerang, pasal ini sudah membawa korban: istri se-orang guru ditangkap pada awal Maret lalu karena berada di tempat umum pada malam hari. Pasal ciuman bisa membuat polisi ”menggaruk”, misalnya, suami istri yang berpelukan di tempat umum setelah keduanya lama tak bertemu.

Alih-alih menegakkan moralitas publik, yang ukurannya teramat sulit diseragamkan, peraturan ini malah membelenggu perempuan, mencurigai mereka, bahkan menjadikan wanita sebagai penyakit masyarakat.

Katakanlah moralitas publik bisa diseragamkan u-ntuk kemudian sama-sama ditegakkan. Tapi bisakah kita menga-takan pelacuran semata-mata disebabkan moral masyarakat yang bangkrut? Tidakkah itu juga disebabkan oleh ke-miskinan dan kesenjangan sosial? Dengan kata lain, alih-alih memberantas pelacuran, tidakkah peraturan itu hanya akan mengolok-olok perempuan—baik pelacur atau bukan?

Depok hanya salah satu kota yang akan menerapkan peraturan sejenis. Hitung-hitungan kasar menyebutkan, saat ini ada 20 daerah yang menerapkan beleid semacam. Tujuannya satu: menegakkan moral publik yang didefinisikan pembuatnya sebagai moral Islam. Gradasinya memang beragam, dari kewajiban menggunakan jilbab dan baju koko pada hari Jumat hingga memberlakukan hukum cambuk. Kesemuanya bermasalah dan karenanya harus ditentang karena tiga alasan: memaksakan norma kelompok ke masyarakat yang lebih luas, membunuh keberagaman, dan berpotensi menghukum mereka yang tidak bersalah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus