Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Skandal Suap di Bank Sentral

31 Mei 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LAGI-LAGI kita dikejutkan oleh perilaku bobrok para pejabat Bank Indonesia. Setelah tahun lalu sejumlah petinggi dan bekas petinggi bank sentral ini dijebloskan ke penjara karena kasus korupsi dana yayasan milik BI sebesar Rp 100 miliar, kini kasus baru muncul. Sejumlah pejabat senior diduga menerima suap terkait dengan proyek pencetakan duit plastik yang terjadi sepuluh tahun silam.

Perkara memalukan teranyar ini bermula dari berita The Age edisi 25 Mei lalu. Surat kabar terkemuka yang terbit di Melbourne, Australia, itu menurunkan laporan skandal suap di balik order pencetakan uang plastik pecahan Rp 100 ribu dari BI kepada Securency International and Note Printing Australia. Securency adalah perusahaan pencetakan uang yang sahamnya antara lain dimiliki Reserve Bank of Australia, Bank Sentral Australia.

BI melimpahkan order pencetakan uang ke Securency lantaran Peruri tak punya teknologi memadai untuk mencetak duit plastik yang kala itu di dunia sedang nge tren dan dianggap sulit dipalsukan—belakangan ternyata malah gampang dipalsukan. Pencetakan duit diperlukan karena kondisi di dalam negeri tengah gawat. Terjadi rush besar-besaran. Sesuai dengan undang-undang, dalam kondisi darurat, BI bisa menunjuk sebuah perusahaan untuk mencetak uang tanpa melalui tender.

Rasuah duit plastik ini diduga melibatkan sejumlah pejabat BI dan pejabat Securency International. The Age mendapat cerita skandal itu dari ”bocoran” faksimile yang dikirim Radius Christanto, agen Securency di Indonesia, ke kantor pusat Securency. Dalam faksimile terungkap persetujuan pihak Securency membayar unofficial payment alias semacam komisi untuk sejumlah ”orang dalam” BI. Nilai komisi sebagai pelicin proyek yang diberikan US$ 1,3 juta (sekitar Rp 12 miliar) dan dibagikan kepada dua pejabat berinisial S dan M.

Langkah BI memanggil dan memeriksa semua pihak yang diduga terkait dengan perkara ini sudah tepat. Sejauh ini, baru empat bekas pejabat senior berinisial S dan M tadi yang diperiksa. Kejahatan korupsi ini harus diberantas. BI tak boleh sedikit pun melindungi jajarannya yang terlibat dalam kasus ini. Karena itulah, Badan Pemeriksa Keuangan harus melakukan audit investigatif terhadap proyek pencetakan uang yang kontraknya senilai US$ 50 juta (sekitar Rp 500 miliar) ini.

Tentu saja tak cukup hanya BI yang harus bertindak. Komisi Pemberantasan Korupsi perlu segera turun ta ngan menangani kasus yang di Australia sedang dalam proses peng adilan pidana itu. KPK dan Kejaksaan Agung harus proaktif bekerja sama dengan mitranya di Negeri Kanguru, termasuk dengan tim BI dan Badan Peme riksa Keuangan, untuk menindak lanjuti hasil pemeriksaan internal mereka. Komisi juga harus segera memeriksa Radius, yang diduga berperan penting di balik proyek ini.

Tindakan ekstrakeras ini harus ditempuh agar modus kejahatan serupa tak terulang lagi. Pada 2000, bank sentral pernah dituduh melakukan kongkalikong memberikan order pembuat an kertas uang kepada PT Pura Barutama, pabrik kertas di Kudus, Jawa Tengah. Kasusnya mencuat setelah Crane & Co., perusahaan pencetakan uang dari Amerika Serikat yang kalah tender, mengirim surat ke Menteri Keuang an dan petinggi BI. Crane menilai Pura tak berpengalaman membuat kertas uang. Peruri juga mengeluhkan kualitas kertas uang made in Pura ternyata buruk.

Dalam jangka panjang, sudah saatnya kita memiliki undang-undang tentang mata uang. Lazimnya di negara maju, seperti Amerika dan Singapura, persoalan mata uang diatur dalam undang-undang tersendiri. Dalam per undangan itu, misalnya, diatur tata cara penunjuk an dan kriteria perusahaan yang layak untuk mencetak uang. Alasan penunjukan dan penolakan terhadap per usahaan pencetak uang juga didasarkan atas penilaian tim profesional. Undang-undang ini juga menunjuk lembaga khusus yang berwenang menerbitkan dan mengedarkan mata uang—tapi bukan BI. Bank sentral hanya terfokus se bagai lembaga pengendali moneter.

Para wakil rakyat di Senayan kudu segera memulai langkah strategis dalam membahas rancangan undang-undang ini. Apalagi undang-undang ini merupakan amanat dari amendemen keempat konstitusi kita yang ditetapkan Majelis Permusyawaratan Rakyat delapan tahun silam. Payung hukum ini sangat diperlukan untuk menyempurnakan prosedur penunjukan proyek pencetakan uang di bank sentral. Secara paralel diharapkan bisa sekaligus menutup celah terjadinya skandal rasuah yang kerap berselimut di balik proyek empuk ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus