Kiat Bondan Winarno tentang konsumen muslim sangat menarik untuk dikaji (TEMPO, 11 Januari 1992). Tidak dapat dipungkiri bahwa konsumen muslim di Indonesia merupakan peluang besar, yang sangat potensial. Sementara itu, kepastian tentang haram halalnya suatu komoditi adalah sangat vital bagi muslim. Di samping itu, masih sedikit perusahaan yang mencantumkan "halal" pada kemasan produknya. Lalu, bagaimana tindak lanjutnya? Pada waktu heboh lemak babi, pernah dikemukakan ide mengenai pendirian suatu lembaga, yang bertanggung jawab terhadap kepastian halal haramnya makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetik di Indonesia. Nah, dengan berdirinya ICMI dan Bank Muamalat, mengapa ide tersebut tidak diteruskan? Mengingat lembaga ini didirikan untuk kepentingan konsumen muslim, sebaiknya lembaga itu tidak secara langsung berada dalam birokrasi pemerintah. Bagaimanapun, pemerintah harus mengayomi kepentingan seluruh bangsa Indonesia, bukan satu golongan tertentu. Jadi, sementara Ditjen POM Depkes meneliti keamanan suatu komoditi dari segi kesehatan bagi bangsa Indonesia, lembaga ini akan meneliti halal haramnya komoditi tersebut bagi muslim Indonesia. Sebaiknya, lembaga ini menghimpun para ulama dan ahli teknologi pangan. Tugas ulama dalam lembaga ini adalah untuk memastikan syariahnya, sedangkan tugas para ahli teknologi pangan, jelas, untuk meneliti kehalalan kandungan bahan makanan, preservaties, emulsifiers, zat pewarna yang digunakan, ataupun asal-usul bahan tersebut. Akan lebih baik, bila lembaga ini dikelola manajer yang profesional. Lembaga itu dapat berupa perusahaan atau yayasan. Modal awalnya dapat dari ICMI, Badan Amil Zakat, atau ormasormas dan individu-individu muslim, dalam bentuk penyertaan modal, ditambah dengan kredit dari Bank Muamalat. Untuk menjaga obyektivitas, sebaiknya, perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetik tidak diperkenankan untuk memiliki lembaga ini. Dari mana sumber penghasilan lembaga ini? Nah, di sinilah peluang yang dilihat Bondan Winarno perlu dimanfaatkan. Apabila dipromosikan dengan baik, saya yakin konsumen muslim akan sangat memperhatikan "halal" dari lembaga ini sebelum mengonsumsi suatu komoditi. Dengan demikian, perusahaan-perusahaan makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetik mau tak mau akan memerlukan jasa dari lembaga ini untuk memperoleh "halal" itu agar produknya diminati konsumen. Untuk itu, lembaga ini dapat menentukan harga bagi jasa yang diberikannya. Itu akan merupakan sumber penghasilan yang tidak sedikit mengingat besarnya omzet dalam keempat bisnis di atas. Lagi pula produksi komoditi di atas bersifat kontinyu. Itu, tentunya, memerlukan pemeriksaan ulang setelah jangka waktu tertentu. Keadaan ini, akan menjamin kontinuitas penghasilan bagi lembaga tersebut. Satu hal yang perlu dijaga adalah independensi dan kredibilitas lembaga. Jangan sekali-kali mempermainkan "halal" tersebut karena dapat menghancurkan kepercayaan konsumen. Di samping itu, sebagai muslim tentunya kita sadar bahwa akan ada balasan yang pedih dari Allah jika kita bermain-main dengan halal haramnya sesuatu. Saya berharap ICMI, Bank Muamalat, dan para tokoh Islam agar tergerak hatinya untuk mewujudkan pendirian lembaga tersebut. Dengan demikian, kita akan mempunyai landasan yang lebih kukuh mengenai halal haramnya berbagai konsumsi. DRAJAD WIBOWO Departement of Economics The University of Queensland QLD 4072 Australia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini