DALAM minggu-minggu terakhir ini, untuk pertama kali sejak 1973, harga minyak turun ke tingkat paling rendah. Di Washington, pada pertemuan Bank Dunia, dua pekan silam, Menteri Keuangan Amerika Serikat James A. Baker mengatakan, "Dalam dua tahun mendatang, negara-negara berkembang akan menghadapi iklim internasional terbaik sejak awal 1970-an." Ramalan Baker barangkali ada benarnya bagi negara pengimpor minyak, tapi tidak bagi negeri penghasil minyak. Termasuk golongan terakhir ini, Nigeria, Venezuela, dan Indonesia. Indonesia, dengan harga minyak yang rendah, jelas akan menghadapi tantangan ekonomi baru. Mengingat ekonomi Indonesia akan memasuki masa-masa sulit, saya ingin mengemukakan usul, yang mungkin dapat dipertimbangkan sebagai masukan bagi kebijaksanaan ekonomi pada masa sekarang. Ada dua fakta penting yang perlu dipertimbangkan dalam membahas ekonomi Indonesia dewasa ini. Pertama, ada penurunan tajam dalam nilai tukar internasional Indonesia selama 12 bulan terakhir. Ini telah menaikkan neraca pembayaran dan kesulitan penganggaran. Kedua, ekonomi Indonesia adalah ekonomi dualistis. Beberapa sektor bertumpu pada impor dan padat modal, sementara sektor lainnya adalah padat karya. Strategi ekonomi terbaik buat Indonesia dewasa ini harus memperhitungkan kedua faktor tersebut. Di satu pihak, jumlah pengeluaran nasional - termasuk pengeluaran pemerintah - perlu diawasi secara ketat, sehingga impor berkurang, dan ekspor nonmigas meningkat. Di pihak lain, masih ada ruang untuk stimulus ekonomi di daerah pedesaan, guna mengatasi pengangguran yang sudah mencapai tingkat amat parah. Stimulus ekonomi di daerah pedesaan ini hanya akan bermanfaat jika dilaksanakan tanpa menimbulkan tekanan pada neraca pembayaran. Mungkinkah merancang suatu strategi yang akan mendorong kegiatan ekonomi pada tingkat desa tanpa menimbulkan efek yang tidak diinginkan, seperti inflasi dan tekanan pada neraca pembayaran? Kemungkinannya adalah dengan menciptakan suatu paket yang menyuntikkan dana-dana ke dalam perekonomian di sektor pedesaan. Tapi harus ada kepastian bahwa dana-dana itu dimanfaatkan pada kegiatan yang padat karya, seperti pembangunan jaringan jalan, jembatan, jaringan pengairan, dan konstruksi bangunan. Ada berbagai jalan untuk melaksanakan paket ini. Di antaranya menyalurkan dana lewat kepala desa guna pembangunan prasarana dasar di desa tersebut. Kalau tiap kepala desa memperoleh Rp 10 juta, stimulus bernilai Rp 600 milyar akan muncul, dan ini akan menciptakan sekitar satu juta lapangan pekerjaan pedesaan. Sementara itu, dampaknya terhadap impor juga amat kecil. Keuntungan strategi seperti ini amat jelas. Suatu "rangsangan pedesaan" akan menciptakan kesempatan kerja dalam jangka waktu pendek, sembari mendorong pembangunan lewat penciptaan prasarana dasar di pedesaan. Di samping itu, tingkat investasi nasional akan meningkat, dan juga pengaruh pertambahan penawaran akan merangsang pertumbuhan ekonomi. Tapi harus disadari ada dua kesulitan utama dengan strategi rangsangan pedesaan ini. Pertama, dana-dana harus diawasi pada tingkat pedesaan. Jadi, garis petunjuk amat diperlukan. Tidak selalu mudah mengontrol efisien atau tidaknya dana-dana tersebut. Selalu ada kemungkinan disalahgunakan, baik lantaran perencanaan yang salah maupun karena kebocoran. Kedua, mengingat kesulitan ekonomi dewasa ini, bisa saja dipertanyakan tepat atau tidaknya strategi rangsangan pedesaan tersebut. Bagaimana strategi harus dibiayai? Tidakkah strategi ini nantinya menimbulkan inflasi? Para pembuat kebijaksanaan harus mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan itu. Tapi strategi rangsangan pedesaan tidak akan melibatkan dana berjumlah besar. Seandainya bagi setiap kepala desa disediakan Rp 10 juta, maka pengeluaran hanya berkisar sekitar Rp 600 milyar jumlah yang kecil jika dibandingkan dengan rencana pengeluaran pemerintah tahun anggaran 1986-1987 sebesar Rp 21 trilyun. Bahkan jumlah Rp 10 juta bagi tiap desa barangkali amat kecil. Adalah tidak mungkin suatu peningkatan kecil pada pembiayaan desa akan menyebabkan terganggunya neraca pembayaran atau menimbulkan inflasi. Hampir semua pengeluaran pada tingkat desa akan berbentuk gaji, dan bahan baku, seperti pasir, batu sungai, dan semen - semua hal yang sangat tidak bersentuhan dengan kegiatan impor. Dan karena persediaan beras sekarang sangat memadai, maka dampak strategi ini pada laju inflasi akan sangat kecil. Dosen pada Fakultas Ekonomi Universitas Nasional Australia, Canberra, dan penasihat Menteri Luar Negeri Australia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini