Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Berita Tempo Plus

Agar Suara Tak Hilang di Luar Negeri

Tersebarnya surat suara di Taipei sebelum jadwal distribusi KPU membuka kembali masalah penyelenggaraan pemilu di luar negeri.

2 Januari 2024 | 00.00 WIB

Agar Suara Tak Hilang di Luar Negeri
Perbesar
Agar Suara Tak Hilang di Luar Negeri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Amplop berisi surat suara pemilu tersebar di Taipei sebelum jadwal distribusi.

  • Kasus serupa pernah terjadi di Taipei dalam Pemilu 2019.

  • Perlu pembenahan metode pemungutan suara melalui pos/surat untuk pemilih luar negeri.

Wahyu Susilo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Direktur Eksekutif Migrant CARE

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Kisruh tersebarnya amplop Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Taipei, Taiwan, berisi surat suara pemilihan umum Indonesia sebelum jadwal distribusi yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuka kembali masalah penyelenggaraan pemilu Indonesia di luar negeri. Kisruh ini bukan yang pertama kali terjadi. Pada 2014, surat suara tercoblos ditemukan sebelum pelaksanaan pemilu pendahuluan di Taipei. Pada 2019, berkarung-karung surat suara tercoblos juga ditemukan di tempat yang tidak semestinya di Malaysia.

Menurut hasil pemantauan penyelenggaraan Pemilu 2009, 2014, dan 2019 yang dilakukan oleh Migrant CARE di Malaysia, Singapura, serta Hong Kong, metode pemungutan suara melalui pos/surat menjadi metode yang paling banyak ditetapkan oleh KPU daripada metode pencoblosan langsung melalui tempat pemungutan suara luar negeri (TPSLN) dan kotak suara keliling. Namun metode ini pula yang paling bermasalah dan paling banyak menyisakan surat suara yang tak terpakai dan suara yang tidak sah.

Realitas tersebut seharusnya menjadi bahan evaluasi bagi penyelenggara pemilu di luar negeri untuk menguji efektivitas metode pemungutan suara melalui pos/surat. KPU perlu mencari opsi yang memberi ruang untuk pengawasan dan pemantauan serta mudah untuk diakses/dijangkau oleh calon pemilih di luar negeri dengan mempertimbangkan kemudahan dan kedekatan akses ataupun perkembangan teknologi digital.

Karena itu, sangatlah mengherankan ketika KPU malah menambah opsi metode pemungutan suara melalui pos/surat dan mengurangi TPSLN di Hong Kong-Makau, juga di Praha, Cek; New York, Amerika Serikat; dan Frankfurt, Jerman, pada saat muncul kisruh distribusi surat suara mendahului jadwal di Taipei. Mengurangi jumlah TPSLN di Hong Kong dan Makau, yang mayoritas dibutuhkan pekerja migran, adalah keputusan yang salah, tidak populer, dan berpotensi mendatangkan kerawanan pada saat pemungutan suara. Secara teknis, perubahan metode pos/surat terhadap puluhan ribu calon pemilih memerlukan sosialisasi, pemutakhiran alamat calon pemilih, serta distribusi surat suara dalam waktu yang sangat singkat dan tidak mudah. Hal ini juga berkaitan dengan keengganan majikan pekerja migran yang, dengan alasan privasi, tidak mau memberikan alamat surat atau kotak pos kepada pekerja migran.

Berdasarkan pengalaman penyelenggaraan pemilu pada 2009, 2014, dan 2019, antusiasme dan partisipasi pemilih di Hong Kong ataupun Makau tertinggi dibanding negara lain. Untuk menyambut pemilu, banyak organisasi pekerja migran di sana yang bahkan mengorganisasikan debat calon kandidat mengenai agenda pelindungan pekerja migran.

Penyelenggara pemilu di luar negeri tidak pernah belajar dan tak mau berkaca dari rendahnya tingkat partisipasi pemilu di luar negeri yang tidak pernah melewati angka 35 persen dari daftar pemilih tetap luar negeri (DPTLN). Indikasi dari ketidakseriusan penyelenggaraan ini diawali dari tidak optimalnya penyelenggara mendata calon pemilih. Dalam tiga pemilu terakhir, jumlah DPTLN tidak mencerminkan jumlah riil warga Indonesia di luar negeri yang mayoritas adalah pekerja migran.

Data jumlah warga negara Indonesia di luar negeri memang sangat beragam dan belum ada rujukan tunggal. Bank Dunia (2017) memperkirakan jumlahnya 9 juta orang, sedangkan Kementerian Ketenagakerjaan bersama Kementerian Luar Negeri dan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menggunakan angka moderat 6,5 juta orang. Bank Indonesia juga memiliki data modalitas WNI berdasarkan aliran remitansi 3,7 juta orang. Dengan menggunakan angka terkecil dari data Bank Indonesia pun selisihnya dengan DPTLN masih lebih dari separuh.

Hingga saat ini, meskipun menggunakan tiga metode pemungutan suara (TPSLN, kotak suara keliling, dan surat suara/pos) yang lebih kompleks, KPU tidak pernah secara serius mengupayakan adanya instrumen pengawasan dan pemantauan yang memungkinkan pemilih bisa mengakses pergerakan surat suara berjenjang, terutama untuk metode kotak suara keliling dan surat suara/pos.

Beragam masalah yang selalu terjadi ini tentu memerlukan keseriusan dan profesionalisme penyelenggara pemilu di luar negeri serta dukungan kebijakan yang memadai. Hingga saat ini, cara pandang penyelenggaraan pemilu di luar negeri masih business as usual (asal terselenggara) dan sekadar menggugurkan kewajiban. Ini masih jauh dari upaya untuk memastikan secara maksimal pemenuhan hak politik WNI di luar negeri, terutama pekerja migran. Harus ada perubahan mendasar dalam tata kelola penyelenggaraan pemilu di luar negeri yang komprehensif dan responsif terhadap dinamika mobilitas manusia ataupun pekerja antar-negara serta perkembangan akses komunikasi dan teknologi digital dengan tetap mengacu pada prinsip penyelenggaraan pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Hal yang tak boleh diabaikan selain mendekatkan pemilih ke akses pemungutan suara adalah membuat pemilu menjadi relevan dengan mendatangkan manfaat langsung bagi pemilih. Pemilu Indonesia di luar negeri harus mampu mencerminkan keterwakilan pemilih melalui daerah pemilihan khusus dan representasi politik dari WNI di luar negeri.


PENGUMUMAN

Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebut lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: pendapat@tempo.co.id disertai dengan nomor kontak dan CV ringkas.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Wahyu Susilo

Wahyu Susilo

Direktur Eksekutif Migrant CARE

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus