Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEMERINTAH perlu mengatur audit pada program zakat demi transparansi pengumpulan dana publik ini. Namun aturan itu semestinya tidak membuat negara masuk terlalu jauh dalam pengelolaan zakat, yang disebutkan berpotensi mengumpulkan Rp 271 triliun per tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengaturan audit ini sedang disusun pemerintah. Disusun berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, audit badan amil zakat dilakukan untuk dua hal, yakni keuangan dan syariah. Audit keuangan dilakukan agar pengelolaan zakat dilakukan dengan prinsip keuangan modern, sedangkan audit syariah dibuat untuk memastikan zakat diatur sesuai dengan aturan syariah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua audit itu penting bagi publik agar lembaga amil zakat lebih transparan dan akuntabel dalam mengelola dana yang dikumpulkan. Meski audit perlu dilakukan, pelaksanaannya sebaiknya tidak diserahkan kepada badan pemerintah. Laporan keuangan sudah sepatutnya diaudit kantor akuntan publik. Adapun untuk audit syariah, Kementerian Agama berniat memantau langsung lewat regulasi audit syariah.
Sudah lebih dari enam aturan audit syariah dibahas Kementerian Agama. Audit tersebut rencananya akan diberlakukan kepada semua badan amil zakat, baik tingkat pusat maupun daerah, serta puluhan lembaga amil zakat.
Kementerian Agama sebenarnya tak perlu repot-repot terjun langsung. Audit syariah eksternal dapat dilakukan oleh sebuah lembaga audit yang bermitra dengan Kementerian Agama. Tak perlu semua dilakukan sendiri. Kementerian cukup menggandeng beberapa lembaga yang memiliki auditor dengan pengetahuan fikih zakat yang mendalam.
Perkembangan pola pemungutan zakat dan pengelolaannya begitu cepat berkembang saat ini. Semestinya pemerintah berfokus pada pengawasan umum saja. Soal pengaturan berzakat via digital, contohnya, pemerintah semestinya juga menyerahkan kepada lembaga-lembaga amal yang ada.
Saat ini beberapa badan amil zakat berlomba menawarkan program beramal lewat aplikasi-aplikasi digital. Badan Amil Zakat Nasional, misalnya, menyodorkan program berzakat lewat aplikasi Go-Pay. Rumah Zakat tak mau kalah. Mereka menggandeng anak perusahaan Telkomsel, TCash. Tren pembayaran zakat via aplikasi memang sedang meroket. Saat ini pembayaran zakat via aplikasi telah mengambil porsi 30 persen dibanding total zakat. Sisanya, 60 persen pembayaran melalui transfer bank dan 10 persen melalui tunai. Banyak pengelola zakat meyakini, dalam tiga tahun mendatang, porsi pembayaran via digital itu akan membesar menjadi 50 persen. Apalagi teknologi pembayaran sekarang berkembang pesat. Pengguna cukup memindai kode batang (barcode) atau QR code. Mereka juga bisa membayar zakat melalui toko-toko online.
Dengan aneka fasilitas itu, potensi zakat yang besar bisa lebih mudah dimanfaatkan. Kebutuhan agar lembaga pengelolaannya makin transparan pun makin besar. Meski begitu, aturan yang dibuat tidak perlu membuat Kementerian Agama terlibat terlalu jauh.