Saya sependapat dengan Saudara Abdul Haris Booegies yang dalam tulisan "Tasawuf: Penghambat llmu dan Teknologi" (TEMPO, 4 Mei 1991, Komentar) menyebutkan bahwa keseimbangan hidup adalah tujuan dari ajaran Islam. Karena itu, Islam menyerukan agar selain menikmati kehidupan dunia ini, manusia juga harus menunaikan kewajibannya kepada Allah swt. Ibadah yang dianggap benar menurut Islam adalah ibadah yang tidak mengabaikan pekerjaan yang bersifat duniawi dan kewajiban kepada Allah, pencipta alam semesta ini. Tegasnya, Islam mementingkan keseimbangan antara kedua aspek ini. Tetapi saya tidak sependapat dengan Saudara Abdul Haris yang mengatakan, "Mahasiswa yang mendalami tasawuf sama saja dengan menghambat kemajuan ilmu dan teknologi. Sebab, ketika mereka harus bergelut dengan keadaan dunia, tiba-tiba berpaling ke alam mistik." Apakah memang demikian pengertian tasawuf yang sebenarnya? Juga digambarkannya bahwa seorang sufi adalah orang yang berpakaian buruk, berpikir mistik, dan tidak peduli terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Kesimpulan itu oleh Saudara Abdul Haris diambil dari sebuah kasus dari "Mencari Sang Sufi" (TEMPO, 20 April 1991, Laporan Utama), lalu dijadikan sebuah kesimpulan secara umum. Padahal, esensi tasawuf adalah "kesucian jiwa" tanpa memandang profesi seseorang, apakah ia seorang kiai, mahasiswa, petani, ilmuwan, atau pengusaha. Hati mereka itu selalu berkomunikasi dengan Sang Khalik. Mereka sadar bahwa profesi, jabatan, dan harta yang semua ini akan dipertanggungjawabkan kelak di hari kemudian. Saya gambarkan demikian, "karena ilmu fikih tidak melihat pada salat kita misalnya, kecuali apakah kita sudah menyempurnakan wudu menurut cara yang benar atau tidak. Mengerjakan rukun salat atau tidak? Menghadap kiblat atau tidak?" Jika semua itu sudah dikerjakan, salatnya sah menurut fikih. Tetapi yang menjadi perhatian tasawuf ialah keadaan jiwa dan hati kita ketika menunaikan salat itu: Apakah kita telah datang kepada Tuhan dengan ikhlas atau tidak? Apakah salat kita menumbuhkan rasa takut kepada Allah mengalahkan takut kepada apa pun dalam hati kita? Sampai di mana salat itu menyucikan jiwa dan mempertebal rasa kepedulian sosial kita pada orang lain? Maka, tujuan utama tasawuf adalah sesuatu yang bersifat rohani bukan hanya sekadar atribut lahiriah. M. ABDUH KHALID MAWARDI PP "Riyadlul-Jinan" Gn. Handeuleum RT 01/07 Situ Udik Cibungbulang Bogor 16604 Jawa Barat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini