Jika KUHAP diberlakukan dalam satu atau dua tahun ini, maka cerita tentang "oknum" polisi menyiksa tersangka, meskipun dengan rasa amat menyedihkan, namun masih bisa ditolerir. Maklumlah, masih dalam masa transisi dari zaman HIR produk kolonial. Tetapi, setelah sepuluh tahun KUHAP diberlakukan, toh masih terdengar cerita seperti sekarang ini, maka timbul kesan seolah-olah sedemikian bengalnya kita ini untuk menyesuaikan diri terhadap suatu aturan. Cerita itu bukan saja memekakkan telinga, tapi juga menyesakkan dada, bahkan menyinggung harkat serta martabat bangsa Indonesia yang menganut ideologi Panca Sila. Saya teringat pidato Presiden Soeharto di DPR pada 5 Januari 1982, yang secara tegas mengajak segenap bangsa Indonesia untuk memahami pokok-pokok yang terkandung dalam KUHAP. Sebab, menurut Presiden, KUHAP telah memberikan perlindungan terhadap hak-hak sipil warga negara, dan memberikan jaminan secara hukum untuk menghentikan kemungkinan timbulnya ekses-ekses dari kekuasaan penegak hukum, yang disalahgunakan untuk menahan dan memeriksa seseorang. Gaung pidato Kepala Negara itu kini tak terdengar lagi, bahkan hampir dilupakan. Justru yang sering terdengar adalah cerita yang memekakkan telinga dan menyesakkan dada (TEMPO, 11 Mei 1991, Hukum). Dalam cerita itu, lima orang terdakwa -- Hanjoyo, Masri, Sa'i, Si Ho, dan Ridwan Gunawan -- di muka sidang Pengadilan Negeri Jembrana, Bali menyangkal seluruh dakwaan dan menarik pengakuannya di depan polisi dengan alasan pengakuan itu merupakan karangan belaka karena tak tahan siksaan polisi. Kalau saja ada yang meragukan kebenaran pengakuan Hanjoyo dan kawan-kawannya itu, dan mereka berminat mengetahui ada atau tidak praktek penyiksaan oleh "oknum" polisi terhadap tersangka atau ingin mengetahui angka pasti mengenai jumlah dan bentuk penyiksaan, mereka sebaiknya melakukan wawancara dengan para penghuni Rutan atau lembaga pemasyarakatan. Semoga hasil dan angka yang didapat tidak mengejutkan. HENRY YOSODININGRAT, S.H. Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Kalianda Lampung Selatan Lampung
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini