Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Kuhap: penarikan pengakuan di depan polisi

25 Mei 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jika KUHAP diberlakukan dalam satu atau dua tahun ini, maka cerita tentang "oknum" polisi menyiksa tersangka, meskipun dengan rasa amat menyedihkan, namun masih bisa ditolerir. Maklumlah, masih dalam masa transisi dari zaman HIR produk kolonial. Tetapi, setelah sepuluh tahun KUHAP diberlakukan, toh masih terdengar cerita seperti sekarang ini, maka timbul kesan seolah-olah sedemikian bengalnya kita ini untuk menyesuaikan diri terhadap suatu aturan. Cerita itu bukan saja memekakkan telinga, tapi juga menyesakkan dada, bahkan menyinggung harkat serta martabat bangsa Indonesia yang menganut ideologi Panca Sila. Saya teringat pidato Presiden Soeharto di DPR pada 5 Januari 1982, yang secara tegas mengajak segenap bangsa Indonesia untuk memahami pokok-pokok yang terkandung dalam KUHAP. Sebab, menurut Presiden, KUHAP telah memberikan perlindungan terhadap hak-hak sipil warga negara, dan memberikan jaminan secara hukum untuk menghentikan kemungkinan timbulnya ekses-ekses dari kekuasaan penegak hukum, yang disalahgunakan untuk menahan dan memeriksa seseorang. Gaung pidato Kepala Negara itu kini tak terdengar lagi, bahkan hampir dilupakan. Justru yang sering terdengar adalah cerita yang memekakkan telinga dan menyesakkan dada (TEMPO, 11 Mei 1991, Hukum). Dalam cerita itu, lima orang terdakwa -- Hanjoyo, Masri, Sa'i, Si Ho, dan Ridwan Gunawan -- di muka sidang Pengadilan Negeri Jembrana, Bali menyangkal seluruh dakwaan dan menarik pengakuannya di depan polisi dengan alasan pengakuan itu merupakan karangan belaka karena tak tahan siksaan polisi. Kalau saja ada yang meragukan kebenaran pengakuan Hanjoyo dan kawan-kawannya itu, dan mereka berminat mengetahui ada atau tidak praktek penyiksaan oleh "oknum" polisi terhadap tersangka atau ingin mengetahui angka pasti mengenai jumlah dan bentuk penyiksaan, mereka sebaiknya melakukan wawancara dengan para penghuni Rutan atau lembaga pemasyarakatan. Semoga hasil dan angka yang didapat tidak mengejutkan. HENRY YOSODININGRAT, S.H. Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Kalianda Lampung Selatan Lampung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus