Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Eko Endarmoko *
Di pengujung 2006 terbitlah Tesaurus Bahasa Indonesia yang menghidangkan sebanyak mungkin kata bersinonim dalam bahasa Indonesia. Kamus ini mengandaikan pemakainya tidak sedang mencari penjelasan arti sebuah kata. Ia ingin membantu pemakainya mendapatkan pertama, ungkapan yang tepat untuk suatu konsep. Atau kedua, kata dengan nuansa makna yang paling cocok dalam konteks tertentu. Saya membayangkan pengguna TBI adalah mereka yang sudah selesai dengan urusan makna, tetapi terdorong oleh keperluan mencari tahu kata apa sajakah yang bersinonim atau memiliki pertalian makna.
Pernah saya agak khawatir kamus Tesaurus Bahasa Indonesia ini kurang diapresiasi, sebab rupa-rupanya ada juga yang tidak dapat menerima sesuatu yang berbeda dari sebatas yang mereka kenal. Ada pengkritik yang terganggu oleh pemakaian kata tesaurus, sebab—ia mengambil model tesaurus Peter Mark Roget—pengelompokan kata dalam kamus ini tidak didasarkan pada hubungan ide dan konsep. Hubungan ide dan konsep ini menyebabkan cara penyajian semua anggota yang bertalian makna dengan sebuah lema tidak dijajarkan secara alfabetis seperti kamus Tesaurus ini, melainkan berdasarkan kedekatan makna. Dari situ disimpulkan, kamus ini tidak dapat disebut tesaurus.
Bagi saya, cara berpikir deduktif seperti itu menunjukkan logika yang rada bengkok. Ternyata dari situ, pertanggungjawaban yang saya sisipkan dalam ”Tentang Tesaurus Ini” tidaklah dibaca dengan baik. Sekadar catatan, setelah memutuskan akan menerbitkan Tesaurus Bahasa Indonesia, hal pertama yang saya kerjakan adalah membaca kembali, selain buku teks semantik leksikal dan leksikografi, juga belasan kamus dan tesaurus dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, serta membandingkannya satu sama lain. Soal yang ingin saya ketahui adalah batas cakupan isi dan bagaimana isi tersebut disajikan.
Yang menarik, cara penyajian TBI yang dipandang ”nyeleneh” itu malah ditiru begitu saja oleh sebuah tesaurus dalam bahasa Indonesia lain yang terbit kemudian, hanya berdasarkan pertimbangan ”kini banyak tesaurus yang dikemas berdasarkan abjad”. Bahkan ”alfabetis” sebagai model penyajian pun dijadikan bagian dari judulnya! (Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia, susunan Pusat Bahasa, 2009.)
Tujuan Tesaurus Bahasa Indonesia sederhana saja, yaitu mempertontonkan seberapa kaya khazanah kosakata bahasa Indonesia—inilah makna tesaurus sebenarnya—sembari memberikan kemudahan bagi para penggunanya. Hampir 16 ribu lema, beserta sublemanya, tidaklah saya jumput begitu saja dari belantara konsep dalam ingatan yang serba terbatas, kendati kadang ada juga tuntutan untuk itu, tuntutan menemukan sendiri kata(-kata) yang bertalian makna dengan sebuah lema. Jadi TBI mendayagunakan sekaligus belasan kamus, dua di antaranya yang paling penting adalah Collins English Thesaurus in A-Z Form (1993) dan Merriam-Webster’s Collegiate Thesaurus (1993), sebagai upaya menghimpun sebanyak mungkin sinonim dan hiponim sebuah lema.
Pada akhirnya saya mengambil sikap praktis belaka yang dibimbing oleh tujuan semula, yaitu dengan cara meneladani Collins dan Webster: pengelompokan kata pada keduanya tidak didasarkan atas hubungan ide dan konsep, dan gugus sinonim sebuah lema tersusun alfabetis. Toh, mereka tetap menyebut bukunya tesaurus! Tesaurus Bahasa Indonesia belum menyertakan antonim karena persoalan teknis semata, tapi kini edisi revisi sedang saya kerjakan. Yang ingin saya katakan, pengertian tesaurus tidaklah melulu merujuk pada model Roget.
Dari pengalaman, entah berapa ratus ribu jam, menyelusup-nyelusup di dunia kata yang tercetak dalam belasan kamus, yang merampas porsi waktu, pikiran, dan tenaga paling banyak tentu saja adalah pekerjaan membuat pengelompokan kata berdasarkan kedekatan makna. Saya memerlukan ketelitian ekstra—suatu kemampuan yang saya sadari sangat rentan terhadap pelbagai pengaruh dari luar—dalam menyoroti dan secara konsisten menimang-nimang anasir makna apakah yang membedakan tiap-tiap kelompok atau gugus sinonim sebuah kata. Pertanyaan paling mengganggu: sampai di mana batas kedekatan makna antara satu kata dan lainnya.
Kata ”ideal” tidak dapat kita temukan baik dalam Kamus Sinonim Bahasa Indonesia Harimurti Kridalaksana (1988) maupun Kamus Sinonim Antonim Bahasa Indonesia Nur Arifin Chaniago dkk (2000). Penjelasan atas kata ini oleh kamus lain kurang terang. Kamus Besar Bahasa Indonesia—sejak 1988 hingga 2002 sudah dicetak 16 kali dan diperbaiki dua kali—hanya memerikannya sebagai adjektiva dengan keterangan: ”sangat sesuai dng yang dicita-citakan atau diangan-angankan”. Ini agak mirip dengan penjelasan kamus Badudu-Zain (1994): ”memuaskan karena cocok dengan keinginan”. Kamus Poerwadarminta (1976) merumuskan kata itu sebagai ”yg dicita-citakan atau diangan-angankan, sesuai dng yg dikehendaki atau diinginkan”.
Tidak berkecil hati karena penjelasan yang cekak pada kelima kamus tadi, saya kemudian melanglang ke sejumlah kamus dalam bahasa Inggris, bahasa asal kata itu. Mulailah saya memburu dan mengumpulkan kata-kata yang bersinonim atau memiliki pertalian makna dengan ”ideal” dalam satu wadah, dan kemudian memilah-milahnya berdasarkan kadar kedekatan dengan perangkat analisis komponen makna.
Harus buru-buru saya akui betapa Tesaurus Bahasa Indonesia masih sangat jauh dari sempurna. Rumpang di sana-sini pasti bukan dilakukan oleh beberapa teman yang membantu, sebab mereka melulu menggarap hal-hal teknis yang tak berhubungan dengan isi kamus ini. Sejak hari pertama menerima nomor contoh, sudah saya rasakan bahwa saya membutuhkan mata, telinga, dan kepekaan yang jauh lebih besar.
*) Penyusun Tesaurus Bahasa Indonesia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo