Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Terjebak ke langkah mundur

Pembunuhan para gali terjadi besar-besaran. kuasa hukum tak bisa mengatasinya. satu langkah maju di bidang ini memang sulit. kita terjebak ke langkah mundur, yang gampang, yang kini bisa terjadi.

6 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIGA ratus orang lebih dibunuh. Dan rakyat bersorak-sorai. Dan Dewan Perwakilan Rakyat tutup mulut. Suratkabar menghidangkan foto mayat dan riwayat yang sadis. Majalah yang berjiwa cendekiawan memberi laporan dua kali tentang dokter dan mantri yang harus membedah mayat orang yang dibunuh. Kalau di sana-sini didengar suara lemah yang bertanya mengenai kuasa hukum atau hak warga negara, jawaban macam-macam: shock therapy, killersquad, shortcut dan pelbagai kata lain. Kejadian cukup jelas. Sejumlah unsur mafioso menjadi terlalu berani dan terlalu sadis. Pelbagai operasi penegak hukum tidak berhasil, sehingga orang memakai sistem militer, tembak dulu baru bertanya. Semua itu rupanya sehat, efisien, penuh tanggung jawab. Adolf Hitler pernah menyuruh semua orang gila dibunuh. Aturan itu sangat masuk akal. Seterusnya anak cacat dan mental deficient disuruh bunuh. Juga masuk akal. Waktu dia mulai membunuh orang berdasar asas rasial, waktu wartawan dan cendekiawan disuntik, orang mulai bertanya di mana batas operasi itu. Mesin-mesin perusahaan hukum bergerak lambat. Kadang terlalu lambat. Tapi ada batas dan mekanisme dikuasai. Lain dengan hukum rimba: polisi membunuh penjahat, penjahat membunuh penjahat, penjahat membunuh orang berhubung dengan aliran politik atau agama, penjahat membunuh polisi, dan muncul situasi seperti di Filipina sebelum martial law Marcos: setiap keluarga dan instansi yang kaya punya killersquad dan setiap soal diselesaikan dengan pistol. Presiden Suriah harus dibunuh kata Mufti Yerusalem, dan kita ingat cerita Alice in Wonderland dengan The Queen of Hearts yang tidak bisa melihat orang mana pun tanpa berseru: "Head off!", bunuhlah dia. Penaruh seperti itu bisa kuat, tapi negara ialah negara korporatif selama haluan pemerintah dibimbing suara pelbagai korporasi. Dengan usaha yang banyak dan pembayaran yang besar orang menciptakan MPR dan DPR. Tugas utama dua badan itu menjaga keutuhan the rule of law. Sangat mengherankan bahwa pembunuhan gali tidak menjadi persoalan dalam lingkungan itu. Juga dari pihak kehakiman justru keadaan kehakiman ikut menyumbang kemerosotan kuasa hukum. Hukuman yang dapat dibeli, sikap kebal hukum pelbagai tingkat masyarakat, semua melemahkan kuasa kehakiman -- dan orang bisa mengerti mengapa eksekutif mencari akal yang lebih efisien. Meskipun bisa mengerti tidak berarti bisa menyetujui. Godaan shortcut atau shock therapy atau jalan pintas atau terapi kejutan memang besar. Hanya moral restraint atau pengendalian diri yang kuat bisa menyelamatkan the rule of law. Di Amerika pernah terjadi pembunuhan seorang presiden, pembunuhan adiknya yang Jaksa tinggi, pembunuhan seorang pemimpin besar, Martin Luther King. Ada yang menuntut pembentukan killersquad -- tapi bangsa dan pemerintah menguasai diri dan segala diatur sesuai kuasa hukum. Jerman, yang tidak bisa dianggap contoh demokrasi, juga mengalami wabah pembunuh Der Rote Armee. Pembesar dibunuh pada siang hari, dan jari banyak orangJerman menjadi gatal banyak orang menuntut "aturan khusus". Tapi dengan moral restraint orang menguasai diri. Orang Belanda yang negerinya dibanjiri imigran Suriname, Ambon, Turki, Maroko, dan perbagai negeri lain. mengalami pembajakan kereta api siang hari, tapi tetap yakin bahwa juga soal itu bisa selesai berdasar proses yang beraturan. Demokrasi dan kuasa hukum baru menjadi mungkin berdasar tingkat perkembangan budaya tertentu. Waktu King Arthur menyuruh para pangeran mengabdikan diri pada kuasa hukum, raja yang bijaksana itu ditertawakan. Ratusan tahun sesudahnya orang baru mengerti seratus persen apa makna kuasa hukum. Mencari dasar baru yang kekal, pasti, dan aman, bukan perkara kecil. Satu langkah ke muka di bidang itu sangat susah. Satu langkah ke belakang sangat gampang. Karena itu kita mudah terjebak ke langkah mundur, dan itulah yang kini bisa terjadi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus