Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Waswas Trumpisme Donald Trump

Kemenangan Donald Trump membunyikan sirene peringatan kembalinya Trumpisme. Indonesia bisa terkena dampak proteksionisme Trump.

9 November 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEMENANGAN Donald Trump dalam pemilihan Presiden Amerika Serikat membunyikan sirene peringatan kembalinya Trumpisme. Gaya kepemimpinan Trump yang menggelorakan nasionalisme sempit dan proteksionisme serta dan mengabaikan nilai-nilai demokrasi itu bakal mencekam dunia dalam empat tahun ke depan. Indonesia pun harus bersiap.

Meski belum resmi, Trump dipastikan kembali menjadi Presiden Amerika Serikat. Pengusaha sekaligus politikus Partai Republik ini terpilih sebagai presiden ke-47 setelah mengalahkan Kamala Harris dari Partai Demokrat. Pemungutan suara pada Rabu waktu setempat, 6 November 2024, menunjukkan Trump memperoleh 295 suara elektoral dan 72.572.358 suara populer. Dia mengungguli Harris yang mendapatkan 226 suara elektoral dan 67.848.491 suara populer.

Kemenangan Trump memicu kekhawatiran kembali mewabahnya Trumpisme. Selama empat tahun memerintah Amerika pada 2016-2020, Trump menerabas etika dan nilai-nilai demokrasi, mengabaikan pelindungan hak asasi manusia, serta menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Ia menyebarkan tuduhan palsu serta mengecap pengkritik pemerintah sebagai musuh rakyat Amerika.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Trump meninggalkan sejumlah komitmen global dan inisiatif multilateral, seperti Kesepakatan Paris tentang Perubahan Iklim. Trump bahkan menyebut perubahan iklim sebagai hoaks besar. Ia mengecam energi hijau dan mobil listrik serta berjanji membatalkan kebijakan lingkungan dan skema hijau yang didukung Undang-Undang Pengurangan Inflasi. Pelestarian lingkungan bukan isu penting bagi Trump. Terpilihnya Trump membuat target Kesepakatan Paris makin sulit tercapai.  

Di sektor ekonomi, proteksionisme yang diterapkan Trump meletupkan perang dagang dengan Cina. Kebijakan yang sama bukan tak mungkin diterapkan dalam empat tahun mendatang. Selama kampanye, Trump berjanji meningkatkan tarif bea masuk hingga 60 persen untuk produk-produk asal Cina dan 20 persen untuk produk impor dari negara-negara lain. Alasannya: melindungi produk Amerika.

Jika Trump menerapkan tarif bea masuk 60 persen pada produk-produk Cina, Indonesia bakal ikut gigit jari. Tak bisa masuk Amerika Serikat, produk-produk Cina akan makin membanjiri pasar dalam negeri. Akibatnya, pasar produk dalam negeri kian tergerus. Kita tahu, produk Cina lebih murah dari barang-barang buatan dalam negeri.

Produk-produk Indonesia pun bisa kena tarif bea masuk 20 persen saat masuk Amerika Serikat. Jika itu berlaku, nilai ekspor Indonesia ke Amerika bakal anjlok. Padahal Amerika merupakan negara tujuan ekspor kedua terbesar sepanjang 2023. Nilainya mencapai US$ 23,29 miliar. Pangsa pasarnya mencapai 9,57 persen atau hanya kalah oleh Cina dengan 25,66 persen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bila Trump menerapkan proteksionisme, Indonesia juga berisiko kehilangan fasilitas sistem tarif preferensial umum atau generalized system of preferences (GSP) dari Amerika Serikat. GSP adalah program perdagangan Amerika untuk mendukung negara berkembang dengan membebaskan pajak masuk untuk barang tertentu dari negara tersebut. 

Pada Agustus 2024, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan Indonesia sedang bernegosiasi dengan Amerika untuk perpanjangan GSP. Trump bisa jadi tidak meneruskan insentif tersebut buat Indonesia. Saat menjabat presiden pada 2018, Trump sempat mengancam mengenakan tarif bea masuk terhadap 124 produk asal Indonesia yang selama ini memperoleh GSP. Jika insentif itu dicabut, neraca perdagangan Indonesia yang selama ini surplus terhadap Amerika bisa berbalik menjadi defisit.

Bola ada di tangan Presiden Prabowo Subianto. Dia berpeluang bertemu dengan Trump saat berkunjung ke Amerika Serikat dalam rangkaian lawatan selama dua pekan mulai 8 November 2024. Pertanyaannya, mampukah Prabowo bernegosiasi dengan Trump untuk memastikan Indonesia tidak terkena proteksionisme Amerika? 

Masalahnya, banyak penguasa dunia meniru gaya kepemimpinan Trump. Para pemimpin yang terpilih secara demokratis justru melemahkan institusi-institusi demokrasi, termasuk di Indonesia. Pada era Joko Widodo, Komisi Pemberantasan Korupsi dipereteli. Mahkamah Konstitusi menjadi "Mahkamah Keluarga". Pembangunan mengabaikan lingkungan dan masyarakat adat. 

Trumpisme seperti virus. Daya rusaknya tak hanya merugikan warga Amerika, tapi juga warga negara lain. Wabah Trumpisme bukan tak mungkin kembali menjalar ke Indonesia. 

Masuk untuk melanjutkan baca artikel iniBaca artikel ini secara gratis dengan masuk ke akun Tempo ID Anda.
  • Akses gratis ke artikel Freemium
  • Fitur dengarkan audio artikel
  • Fitur simpan artikel
  • Nawala harian Tempo
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus