O.C. Kaligis, S.H. mengeluh tentang kesulitannya memperoleh turunan berita acara dari panitera (TEMPO, 28 Agustus, Komentar). Padahal, Pasal 72 KUHAP memberi kesempatan kepada tersangka atau penasihat hukumnya memperoleh turunan berita acara itu. Tapi menurut ketentuan Mahkamah Agung RI, yang tertuang dalam buku Himpunan Tanya Jawab Teknis Rakernas 1985 (hlm. 81) dan Rakernas 1986 (hlm. 135, 145), disebutkan, bila perkara sudah sampai pada tingkat pemeriksaan pengadilan, permintaan turunan berita acara tidak boleh diberikan. Artinya, harus ditolak. Dalam perkara perdata, misalnya, sebagai aturan umum dapat dibaca Pasal 63 (2) UU. Nomor 2 Tahun 1986 berbunyi, ''Semua daftar, catatan, risalah, berita acara, dan berkas perkara tidak boleh dibawa keluar dari ruangan kapaniteraan, kecuali atas izin ketua pengadilan berdasarkan ketentuan undang- undang.'' Penjelasan pasal ini menyebutkan, ''Yang dimaksud dengan 'dibawa keluar' meliputi segala bentuk dan cara apa pun, termasuk memindahkan isi daftar, catatan, risalah, berita acara, dan berkas perkara agar tidak jatuh ke tangan pihak yang tidak berhak.'' Dengan demikian, sikap panitera untuk tidak memberikan turunan berita acara bukanlah dibuat-buat, melainkan ada aturan mainnya. Karena panitera sebagai pejabat fungsional yang diperbantukan kepada hakim atau majelis hakim, dalam menjalankan tugas pokoknya ia berada di bawah koordinasi dan perintah hakim. Seyogianyalah permohonan seperti di atas diajukan kepada hakim atau ketua majelis hakim. Bila hakim atau ketua majelis hakim sudah mengizinkan, tidak ada alasan bagi panitera untuk tidak melaksanakannya. SYAMSUDDIN Gang Anggrek I Nomor 02 Sumedang Jawa Barat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini