Saya masih tertarik mempersoalkan masalah zakat yang dijadikan Laporan U~ama TEMPO, 21 Mei. Kali ini mengenai zakat fitrah. Setiap tahun, dua tiga hari menjelang Idulfitri, beberapa rombongan orangorang miskin (?) datang ke rumah-rumah meminta zakat fitrah. Zakat fitrah, yang merupakan sebagian dari zakat secara umum, yang salah satu aspek sosialnya untuk memerangi kemiskinan, sampai kini belum berhasil mencapai sasarannya. Kemiskinan belum dapat diatasi, malah makin merajalela. Sementara itu, pengangguran pun makin meningkat jua. Salah satu sebab, mungkin, pengelolaan zakat fitrah tidak memadai. Menurut saya, zakat fitrah yang fungsinya membersihkan puasa itu hendaknya juga diarahkan untuk menunjang ketakwaan sebagaimana tujuan berpuasa. Baik ketakwaan orang yang memberi mauPun orang yang menerima zakat fitrah itu. Zakat fitrah, seperti juga zakat umumnya, jut~a mengenal nishab. Ada batas bahwa seseorang sudah wajib membayar zakat fitrah, tetapi juga merupakan batas bahwa seseorang sudah bdak berhak menerima pembagian zakat fitrah itu. Nishab zakat fitrah adalah sebanyak persediaan makan satu hari pada saat-saat Idulfitri . Membagikan zakat fitrah kepada orang yang masih mempunyai persediaan makan bukan membimbing kepada ketakwaan melainkan justru mengarahkan seseorang untuk tidak takwa. Begitu pula membagikan zakat fitrah kepada orang-orang yang tidak berpuasa. Bukan saja mengarahkan seseorang untuk tldak bertakwa, tetapi bahkan memupuk erosi iman kepada orang yang menerima zakat fitrah itu. Kar~ena itu, membagikan zakat fitrah kepada orang-or~ang yang tidak berpuasa (mualaf) harus disertai d~engan pembinaan Iman secara terus-menerus. Bukan dengan membiarkan mereka "bergelandangan" m~encari belas kasihan. U~ntuk melakukan pembinaan termaksud, tentu ~ harus ada tempat penampungan, lapangan pekerjaan, agar mereka dapat meningkatkan taraf hidupnya. Selama ini, zakat fitrah tak ditangani ke ar~ah yang positif untuk memerangi kemiskinan. ~Tetapi, menurut saya, malah mendidik orang menjadi p~eminta-minta. Akibatnya, setiap menjelang Lebaran terjadi pameran kemiskinan. Ini dapat mengundang "titr~ah" bahwa Islam identik dengan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan. Setiap hari raya Lebaran, Islam bisa memunculkan orang-orang miskin yang tercatat sebagai orang Islam. Guna mencegah citra yang tak baik itu terhadap Islam, maka penanganan zakat fitrah (juga zakat harta) perlu dibenahi, dikaji, dan dibuatkan program ke arah yang positif. Itu berarti bukan mengikuti pola yang dibuat sebelum Perang Dunia I. Saya kira perlu dirancang lebih jauh sampai ke tahun 2000-an. Bukankah Quran dan Hadis Nabi juga di-"rancang" untuk sampai Akhir Zaman? Penyusunan program zakat positif ini perlu dikerjakan jauh sebelum Ramadan untuk bisa dilaksanakan pada saatnya. GOEGOES SOERACHMAT Jalan Perhubungan 7/45 Jatirawamangun Jakarta 13220
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini