Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU), pada September lalu menyatakan masih melakukan kajian untuk merevisi Pasal 8 Ayat (2) PKPU No. 10 Tahun 2023 tentang aturan perhitungan kuota caleg perempuan. Pasal ini memang harus direvisi setelah MA mengabulkan gugatan dari Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Keterwakilan Perempuan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kajian ini akan dilakukan secara komprehensif menurut Ketua Divisi Teknis KPU, Idham Holik, selain melakukan konsultasi pada DPR RI dan pemerintah juga. Pasal ini menyatakan kuota perempuan akan dibulatkan ke bawah jika perhitungannya terdapat bilangan desimal di bawah 0,5. Membuat pasal ini bertentangan dengan Pasal 245 UU Pemilu, yang menyatakan bahwa kuota perempuan minimal 30 persen dari total caleg.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koalisi tadi sempat mengadukan masalah ini pada Bawaslu dan DKPP, serta KPU yang mengatakan akan merevisinya. Namun, batal karena ditentang oleh DPR RI. Karena aturan yang tidak direvisi, DCS Pemilu 2024 dinilai tidak memenuhi kuta 30 persen keterwakilan perempuan. Hal ini menjadi alasan beberapa partai politik tidak memenuhi aturan 30 persen ini, contohnya Dapil SKI Jakarta II, yang terdapat 6 partai bacaleg yang tidak memenuhi kuota ini.
Enam partai ini, di antaranya PKB, PDIP, Golkar, Partai Buruh, Demokrat, dan PSI. KPU juga terkesan menyembunyikan data keterwakilan perempuan ini karena tidak mengumumkan presentasi keterwakilan perempuan per dapil.
Akibatnya, DKPP melakukan pemeriksaan bukti usai sidang perdana dugaan pelanggaran kode etik terhadap pimpinan KPU. Yang dalam sidangnya, para pengadu menuntut DKPP untuk memberhentikan seluruh komisioner KPU karena mengabaikan putusan MA mengenai keterwakilan perempuan. Jika dilakukan revisi, maka akan mengakibatkan risiko perombakan pada daftar caleg pula.
Namun, hal ini ditanggapi dengan pernyataan belum tahu dari Ketua DKPP sendiri. Selain karena pemeriksaan yang masih berlangsung, tetapi juga karena ini adalah materi persidangan yang tidak etis untuk disampaikan. Ia juga belum bisa mengungkapkan kapan KPU bisa merevisi PKPU ini karena banyaknya pekerjaan.
FEBYANA SIAGIAN | HAN REVANDA PUTRA
Pilihan editor: KPU Tak Beri Sanksi Parpol yang Belum Penuhi Syarat 30 Persen Keterwakilan Perempuan