Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) mendiskualifikasi partai politik (parpol) di daerah pemilihan atau dapil yang tidak memenuhi syarat 30 persen kandidat perempuan dalam daftar calon tetap (DCT). Sebab, mengacu UU Nomor 7 Tahun 2017, syarat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen harus terpenuhi di setiap dapil, bukan akumulasi total secara nasional.
"Koalisi juga mendesak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melakukan upaya pengawasan dan penanganan pelanggaran tanpa menunggu laporan pelanggaran dari masyakat atau peserta pemilu," kata Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay selaku perwakilan koalisi, melalui keterangan tertulis, Kamis, 9 November 2023.
Adapun berdasarkan analisis hasil DCT KPU, kata Hadar, hanya 1 parpol dari 18 parpol peserta pemilu yang memenuhi syarat keterwakilan perempuan minimal 30 persen di semua dapil. Partai tersebut, yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Sementara dari 17 parpol yang tidak memenuhi syarat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menjadi parpol dengan DCT bermasalah terbanyak, yakni 29 dapil. Kemudian Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan 26 dapil, Partai Demokrat 24 dapil, Golkar dan Gerindra 22 dapil. Selanjutnya, Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) dengan 21 dapil, Partai Gelora Indonesia 19 dapil, Partai Amanat Nasional (PAN) 17 dapil, Partai Nasdem dan Partai Bulan Bintang (PBB) 16 dapil, PPP ada 12 dapil, Garuda 9 dapil, Partai Buruh 6 dapil, Perindo dan Partai Ummat 5 dapil, dan PSI sebanyak 4 dapil.
"Data ini sangat tidak sesuai dengan deklarasi pemilu berintegritas yang kemarin dilakukan oleh penyelenggara pemilu. Karena KPU jelas melakukan pembiaran atas pelanggaran sistem
pencalonan pemilu dan amanat Undang-Undang," kata Hadar.
Koalisi mengatakan tuntutan diskualifikasi tersebut beralasan. Sebab pada Pemilu 2019 dan 2024, partai yang tidak memenuhi syarat keterwakilan perempuan minimal 30 persen juga dikualifikasi.
"Karena Pemilu saat ini, regulasi dan UU-nya tidak berubah, maka seharusnya langkah diskualifikasi bisa dilakukan di Pemilu kali ini," kata Manajer Program Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadil Ramadhanil.
Lebih lanjut, Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) Iwan Misthohizzaman menuturkan, jika hal ini diabaikan maka bisa berdampak serius. Salah satunya berpotensi membuat kebijakan-kebijakan yang tidak mengakomodir perempuan.
Tak cuma itu, menurut Pengajar Pemilu Fakultas Hukum Indonesia Titi Anggraini, jika persyaratan tersebut tidak dipenuhi dan diabaikan, pencalonan menjadi tidak sah. Ia mengatakan, jika tidak dikoreksi, maka daftar calon adalah inkonstitusional.
"Bisa berbuntut gugatan perselisihan hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi," tutur Titi. "Hal ini pastinya bisa menurunkan Indeks Demokrasi Indonesia,
Pilihan Editor: Keterwakilan Perempuan di Pemilu 2024: Polemik Kuota Caleg Perempuan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini