Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pileg

MK Putuskan Kampanye Boleh di Sekolah, FSGI: Secara Teknis Akan Sulit

FSGI menyayangkan putusan MK yang membolehkan kampanye di tempat pendidikan. Padahal selama ini, tempat pendidikan menjadi ruang netral.

21 Agustus 2023 | 12.15 WIB

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti meninjau kegiatan belajar mengajar di SDN Pondok Cina 1, Depok, Jawa Barat, Jumat, 18 November 2022. Selama tidak ada guru, para siswa tetap bersekolah dengan pengajar relawan atau wali murid. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha
Perbesar
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti meninjau kegiatan belajar mengajar di SDN Pondok Cina 1, Depok, Jawa Barat, Jumat, 18 November 2022. Selama tidak ada guru, para siswa tetap bersekolah dengan pengajar relawan atau wali murid. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Federasi Serikat Guru Indonesia atau FSGI menyayangkan putusan Mahkamah Konstitusi atau MK yang memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan (sekolah dan kampus) sepanjang tidak menggunakan atribut kampanye.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti mengatakan tempat pendidikan dan fasilitas pemerintahan merupakan ruang netral untuk kepentingan publik. Sehingga, menurut Retno, tempat tersebut bukan untuk kampanye.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

“Padahal selama ini, tempat pendidikan, dan fasilitas pemerintah menjadi ruang netral untuk kepentingan publik, sehingga dilarang menggunakan fasilitas Pendidikan dan fasilitas pemerintah dijadikan tempat kampanye saat pemilihan umum (Pemilu)," kata Retno dalam keterangan tertulis, Senin, 21 Agustus 2023. 

Pada lain sisi, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo mengatakan jika tempat pendidikan dijadikan tempat berkampanye secara teknis ini menyulitkan sekolah. Juga kata Heru, berpotensi membahayakan keselamatan peserta didik.

“Secara teknis nantinya juga akan sulit bagi sekolah saat lembaganya digunakan untuk tempat kampanye di saat proses pembelajaran sedang berlangsung. Hal ini juga berpotensi membahayakan keselamatan peserta didik nantinya”, ujar Heru. 

Adapun alasan yang FSGI sebut atas putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 yakni menjadi pertanyaan apakah lembaga pendidikan yang dimaksud dalam putusan MK tersebut berlaku pada sekolah TK, SD, dan SMP. Pasalnya menurut FSGI, usia peserta didik di tingkat tersebut bukanlah usia pemilih. 

"Menjadi pertanyaan bagi FSGI, apakah kampanye di fasilitas pendidikan, seperti sekolah TK, SD, dan SMP, diperbolehkan? Seharusnya tidak, karena siswa TK hingga SMP belum termasuk usia memilih atau belum memiliki hak pilih," kata Heru. 

Kemudian alasan selanjutnya, FSGI menilai kendati kampanye dilakukan di SMA hanya ada sebagian saja usia pemilih. 

"Hanya sebagian peserta didik yang sudah memiliki hak pilih karena sudah berumur 17 tahun," katanya. 

Kendati FSGI tak menampik, pemilih pemula ini jumlahnya cukup besar sehingga menjadi target banyak calon legislatif, calon bupati, calon wali kota, calon gubernur dan calon presiden.

FSGI menyebutkan tempat ibadah, tempat pendidikan, dan fasilitas pemerintah seharusnya menjadi ruang netral untuk kepentingan publik. Dengan kata lain, tempat-tempat tersebut tidak dipakai untuk kepentingan elektoral tertentu.

"Larangan penggunaan ketiga jenis sarana tersebut harus bersifat mutlak tanpa syarat," ujarnya. 

FSGI menyebutkan apabila MK berdalil bahwa tempat ibadah tidak layak digunakan untuk kepentingan kampanye tanpa syarat karena menjadi salah satu upaya untuk mengarahkan masyarakat menuju kondisi kehidupan politik yang ideal sesuai dengan nilai ketuhanan berdasarkan Pancasila, begitu pun seharusnya dengan tempat pendidikan dan fasilitas pemerintah. 

FSGI menyebutkan tempat pendidikan memang boleh menjadi tempat untuk mempelajari ilmu politik. Namun demikian, tidak untuk kepentingan politik elektoral tertentu. Fasilitas pemerintah boleh digunakan untuk pencerdasan politik bangsa, tetapi tidak untuk kepentingan elektoral tertentu. 

Kendati putusan MK menyebutkan tanpa atribut kampanye hal tersebut tak menghilangkan relasi kuasa dan uang. Sebab, dua hal itu bisa saja disalahgunakan oleh institusi pendidikan untuk mengomersialkan panggung politik di dalam tempat pendidikan. 

“Kondisi tersebut menurut FSGI jelas berbahaya bagi netralitas lembaga pendidikan ke depannya. Apalagi jika yang berkampanye adalah kepala daerah setempat, relasi kuasa ada dan bahkan bisa menggunakan fasilitas sekolah tanpa mengeluarkan biaya. Jika menggunakan aula yang berpendingin udara, maka beban listrik menjadi beban sekolah," ucap Retno.

Selanjutnya rekomendasi FSGI...

Rekomendasi FSGI

Atas putusan Mahkamah Konstitusi, FSGI merekomendasikan kepada KPU untuk merevisi peraturan terkait tempat kampanye.

Yang pertama, FSGI mendorong peran Badan pengawas Pemilu (Bawaslu) Pusat dan Daerah untuk mengawasi pelaksanaan kampanye di lembaga-lembaga pendidikan. Terutama sekolah negeri yang tak mungkin menolak perintah kepala daerah inkumben melalui Kepala Dinas Pendidikan setempat untuk menggunakan Lembaga Pendidikan, ada relasi kuasa.

Bahkan, sekolah-sekolah negeri di jenjang SMA/SMK yang memiliki pemilih pemula berpotensi menjadi target kampanye di tempatnya bersekolah saat kampanye dilangsungkan di sekolahnya.

Kedua, FSGI mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang akan merevisi peraturan kampanye pasca putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 untuk mendetailkan aturan kampanye di Lembaga Pendidikan. Seperti, misalnya diperbolehkan di jenjang Pendidikan yang mana, apakah hanya boleh di jenjang SMA/SMK yang peserta didiknya ada yang sudah memiliki hak pilih, waktu penggunaan misalnya di Hari Sabtu atau Minggu. 

Ketiga, FSGI mendorong pemerintah menjamin keamanan warga sekolah oleh penegak hukum, ketika kampanye di Lembaga Pendidikan dengan batasan persyaratan jaminan yang ketat oleh pihak berwenang

Menurut FSGI, peraturan ini dibuat untuk mendamaikan dan mensejahterakan. Apabila penyelenggara negara bersepakat menjadikan SMA dan SMK untuk tempat kampanye tidak masalah sepanjang risiko kerugian dapat diminimalisir dan ada jaminan keamanan dari penegak hukum, pemerintah, Dinas Pendidikan,dan Kepala Sekolah.

Saat kegiatan kampanye di sekolah, penegak hukum wajib mengamankan peserta didik per sekolah SMA,SMK yang jumlahnya sebanyak 200-350 orang.  

Ketua Tim Kajian Hukum FSGI, Guntur Ismail mengatakan jumlah peserta didik pemilih pemula itu tidak akan menyulitkan aparat kepolisian dan TNI.

“Apabila pemerintah dapat menjamin ada manfaat pendidikan politik yang lebih besar kepada pemilih pemula dan risiko kerugian dapat diperkecil dengan adanya jaminan keamanan oleh penegak hukum, maka silakan adakan kampanye di sekolah dengan batasan persyaratan jaminan yang ketat oleh pihak berwenang," kata dia.  

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus