Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pengadilan di padang memvonis 3 bulan warga kamboja, ngo sia meng, kong seng, ung chong kao. mereka imigran tanpa dokumen resmi. alasannya, menghindari wajib militer bagi pemuda seusianya.

9 Juli 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETIGA orang Kamboja itu dengan lesu duduk di Pengadilan Negeri Padang. Mereka, Ngo Sia Meng, Kong Seng Leang, dan Ung Chung Kao, Selasa pekan lalu divonis Ketua Majelis, Zainuddin Mansyur, masing-masing 3 bulan penjara, karena masuk ke Indonesia tanpa dokumen keimigrasian. Dengan pasrah ketiga pemuda itu menerima hukuman tersebut. "Asal kami jangan dikembalikan ke negeri kami," kata Kong Seng Leang, 24 tahun. "Pemerintah akan menembak kami sampai mati kalau kami balik ke Kamboja," kata Ung Chung Kao, 19 tahun. Katanya, pemerintah yang kini berkuasa di negeri itu sangat kejam. Untuk menghindari wajib militer, mereka pun lari. Kesempatan itu datang pada 15 Maret 1988. Dengan membayar 5 tumlang emas (seharga 2.500 dolar AS atau sekitar Rp 4 juta) per orang, ketiganya, bersama 5 wajib militer lainnya, mencarter perahu supaya bisa hengkang dari negeri itu. Mereka berangkat dari Kompong Som. Mereka merencanakan untuk berlayar ke Malaysia. Sebab, di negara itu ada Kantor Badan Urusan Pengungsi PBB (UNHCR). Mereka akhirnya bisa melaut. Tapi kegembiraan mereka berakhir dua hari kemudian, ketika bekal makanan habis. Hari ketiga, lima pelarian meninggal. Yang tinggal mereka bertiga dan dua awak perahu. Penderitaan mereka menjadi-jadi tatkala bahan bakar perahu itu habis. Sehari semalam mereka diombang-ambingkan ombak. Akhirnya, pada 29 Maret, begitu cerita mereka, mereka mendarat di sebuah tempat. Melihat wajah dan tutur bahasa penduduk setempat, mereka mengira sudah sampai di Malaysia. Setelah menukar mata uang, dengan bis mereka melanjutkan perjalanan ke sebuah tempat yang tak mereka kenal. Dari situ ketiganya naik kapal lagi hingga sampai di Pelabuhan Muara Padang 31 Maret lalu. Keesokan harinya mereka ditangkap polisi. Sumber TEMPO di Kejaksaan Negeri Padang meragukan cerita yang disampaikan ketiga orang itu di persidangan. "Sebagian cerita itu bohong," kata sumber tersebut. Menurut sumber itu, ketiga orang Kamboja itu sudah sekitar seminggu berputar-putar dengan bendi di kota itu. "Setelah uangnya habis, mereka pun melapor ke polisi supaya ditangkap," kata sumber itu. Cerita terombang-ambing di laut juga fiksi. "Mereka," kata sumber itu, "secara estafet menumpang kapal barang dari negerinya hingga sampai ke Padang." Karena itulah jaksa Asmat Hasim, yang menlerat ketiganya ke pengadilan, dalam dakwaannya -- selain menuduh ketiganya masuk tidak sah ke Indonesia -- mengatakan ketiga orang Kamboja itu menjadi mata-mata untuk kepentingan negara lain. Dakwaan mata-mata tersebut tak terbukti di persidanga, "Karena belum ditemukan unsur yang 1. kami putuskan dulu soal pelanggaran masuk Indonesia." kata Zainuddin Mansyur kepada kepada TEMPO Asmat Hasim, yang memang sulit mencari bukti dan saksi bahwa ketiganya mata-mata, akhirnya setuju dengan putusan majelis. Dengan vonis itu, berarti Leang, bekas penjual sayur, Kao, bekas tukang sepatu, dan Meng, yang bisa bicara Inggris, pada awal Juli keluar dari tahanannya. Ketiganya meminta supaya dikirim saja ke kantor UNHCR di Malaysia tersebut. Asmat Hasim tak menanggapinya. Pihaknya akan mengirim ketiga orang itu ke Kantor Imigrasi Padang. "Ini memang jadi urusan Dirjen Imigrasi dengan Duta Besar Kamboja di Jakarta," kata Drs. Hanif Achmad, pejabat harian di Kantor Imigrasi Padang. "Kami menunggu putusan pusat." Pelarian dari Kamboja ini, jika benar, termasuk jarang, karena biasanya pelarian itu datang dari Vietnam. Jumlahnya pun makin menyusut. Antara 1979 dan 1985, misalnya, pelarian dari Vietnam yang tiba di Indonesia rata-rata 8.500 setahun. Pada 1986 jumlahnya anjlok menjadi 2.598 dan turun lagi menjadi 1.758 pada 1987. Monaris Simangunsong & Fachrul Rasyid (Padang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus