Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUARA pesimistis datang dari Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Pemerintah Provinsi Jakarta Purba Hutapea. Ia tak yakin 7,3 juta warga Jakarta bisa menyelipkan kartu tanda penduduk elektronik di dompet mereka sebelum tahun ini berakhir.
Hingga Sabtu malam dua pekan lalu, tak sampai setengah juta penduduk dipanggil untuk mengganti kartu lama dengan kartu elektronik. "Masih jauh dari sepuluh persen," kata Purba kepada Tempo, Ahad dua pekan lalu. "Target tahun ini sepertinya sulit tercapai."
Faktor peralatan menjadi salah satu kendala. Alat pembuat kartu elektronik yang terlambat datang membuat program tersendat. Baru pekan lalu, 267 kelurahan di Jakarta menerima perangkat itu. Tapi jumlah ini belum seberapa.
Ia mencontohkan, di Kelurahan Penjaringan, satu perangkat hanya bisa melayani 100 warga tiap hari. Padahal ada 70 ribu warga wajib ber-KTP elektronik. "Dengan dua alat saja, makan waktu sepuluh bulan," ujarnya. Program kartu elektronik di Jakarta ditargetkan selesai tahun ini.
Kementerian Dalam Negeri optimistis tahun ini program KTP elektronik rampung di 196 kabupaten/kota. Tahun depan, menyusul 300 kabupaten/kota. Juru bicara Kementerian Dalam Negeri, Reydonnyzar Moenek, mengatakan lembaganya juga menggenjot pelayanan di Jakarta. "Barometer proyek ini ada di Jakarta," katanya. Pemerintah juga akan ngebut melayani pembuatan kartu elektronik di seluruh negeri hingga 14 jam sehari. "Kami yakin bisa selesai di semua daerah tahun depan."
SUARA lantang Arif Wibowo mengheningkan ruang rapat Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat, Senin dua pekan lalu. Ia meminta Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menghentikan sementara dan mengevaluasi program kartu penduduk elektronik. "Bisa dilanjutkan kembali setelah ada perbaikan," kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.
Arif menganggap pemerintah memaksakan program kartu elektronik. Padahal, menurut dia, pemerintah tak harus menjalankan program ini. Kewajiban eksekutif adalah menyelesaikan nomor induk kependudukan tahun ini. Ia juga mencecar Gamawan soal proses tender yang bermasalah. Terutama soal komentar mantan Gubernur Sumatera Barat itu bahwa ada mafia di balik penolakan hasil tender lelang elektronik. Arif mengaku memperoleh data dari perusahaan yang kalah. Dan ia mendesak Gamawan membuka semua data peserta tender agar persoalan tak berlarut. "Kalau saya dianggap bagian mafia itu, tidak apa-apa," ujarnya.
Suasana rapat menjadi kaku. Gamawan terdiam di kursinya. "Suasananya memang agak mencekam," kata anggota Komisi Pemerintahan, Abdul Malik Haramain. Ketua Komisi Chairuman Harahap berupaya menormalkan rapat. Politikus Partai Golkar ini menegaskan sistem administrasi kependudukan merupakan perintah undang-undang dan harus didukung.
Arif ketika ditemui Tempo mempertanyakan sikap sejawatnya dari Golkar. "Ada kesan Golkar membentengi proyek kartu tanda penduduk elektronik," ujarnya. Golkar, kata Arif, tak mempertanyakan pelaksanaan program itu. Risalah rapat Komisi Pemerintahan juga menunjukkan sejumlah legislator Beringin mendukung program ini.
Nurul Arifin, misalnya, mengapresiasi program kartu elektronik. Ia yakin tenggat 2012 bisa dicapai. "Saya optimistis Bapak beserta jajaran dari pusat sampai daerah bisa melakukannya," katanya. Sejumlah anggota Komisi juga menilai aneh sikap Golkar yang tak mempersoalkan proyek yang kacau.
Sumber Tempo di Golkar mengakui fraksinya mendukung program kartu elektronik. Musababnya, Bendahara Umum sekaligus Ketua Fraksi Setya Novanto disebut-sebut terlibat dalam tender proyek ini. Karena itulah Golkar berupaya keras agar proyek ini tak dipersoalkan di Senayan.
Penelusuran majalah ini (Tempo edisi 26 September-2 Oktober 2011) juga menemukan peran Setya Novanto. Ia disebut-sebut berada di balik layar pemenangan salah satu konsorsium. Setya membantah terlibat dalam lelang proyek ini. "Saya sama sekali tidak terlibat," ujarnya.
Melihat ketidakberesan program ini, sejumlah politikus bermaksud membentuk panitia kerja. Akbar Faizal, politikus Partai Hati Nurani Rakyat, mengatakan panitia kerja itu bakal mengawasi pelaksanaan pemutakhiran nomor induk kependudukan dan kartu elektronik di seluruh negeri. Pemutakhiran sangat penting untuk mencegah adanya daftar penduduk potensial pemilih yang bermasalah seperti pada Pemilihan Umum 2009. Daftar penduduk inilah yang menjadi acuan daftar pemilih tetap.
Abdul Malik Haramain dari Partai Kebangkitan Bangsa menilai pemutakhiran nomor induk kependudukan penting diawasi. "Tak mungkin program KTP elektronik beres kalau nomor induk bermasalah," katanya. Selain itu, program pemutakhiran nomor induk dan proyek kartu elektronik menghabiskan anggaran negara yang sangat besar: Rp 5,9 triliun. "Sangat wajar kalau proyek ini diawasi dengan ketat," ujar Akbar Faizal.
Belum juga panitia kerja resmi diusulkan, Golkar langsung bermanuver mencegah niat itu. Beberapa politikus Golkar melobi agar program ini bisa mulus dan tak dipersoalkan. Lobi dilakukan personal. "Intinya, kami diminta jangan galak-galak," kata sumber di Komisi. Ketua Komisi Chairuman Harahap turun gunung ikut melobi.
Hasilnya, sebagian fraksi memilih tak membentuk panitia kerja. Salah satunya, kata sumber ini, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera. Tapi anggota dari fraksi PKS, Al Muzzammil Yusuf, membantah ada lobi dari Golkar sehingga fraksinya menolak pembentukan panitia kerja. Menurut dia, lobi pembentukan panitia kerja belum pernah diajukan secara resmi. Selain itu, belum ada kondisi darurat yang memerlukan pembentukan panitia kerja. "Meski tanpa panitia kerja, kami tetap kritis mengawasi," ujarnya.
Para politikus Golkar pun membantah memagari proyek kartu elektronik. Nurul Arifin mengatakan proyek ini sangat penting untuk perbaikan pemilihan umum. Ia berkeberatan partainya disebut menjaga agar proyek ini tak dipersoalkan. "Kami tak mendapat apa-apa dari proyek ini," katanya. Kalaupun ada orang Golkar yang ikut bermain dalam lelang, "Itu individu, bukan Golkar."
Nurul mengaku banyak belajar dari sistem pembuatan kartu penduduk elektronik di India saat Komisi berkunjung ke sana. Negara itu membangun sistem kartu elektronik selama tiga tahun. Maka, di sini, diperlukan waktu bertahap juga untuk membangun sistem serupa.
Chairuman Harahap membantah ikut melobi anggota Komisi lainnya. "Golkar juga tak pernah memberi perintah untuk mengamankan proyek ini di Komisi," ujarnya. Dia berkilah dukungan partainya murni untuk perbaikan sistem kependudukan. "Kami bertanggung jawab atas perbaikan ini."
Pramono, Amandra Mustika Megarani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo