Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font face=arial size=1 color=#FF9900>Pemilihan Kepala Daerah</font><br />Menunggu Popularitas Naik

Mahkamah Konstitusi mempersoalkan molornya pemungutan suara ulang pemilihan Wali Kota Pekanbaru. Karena istri gubernur belum siap bertanding.

3 Oktober 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIDANG panel Mahkamah Konstitusi pada Selasa pekan lalu ditutup dengan sesuatu yang tak lazim. Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md., yang memimpin sidang itu, menjelaskan soal isu suap miliaran rupiah dalam perkara sengketa pemilihan Wali Kota Pekanbaru, Riau. ”Isu suap sudah lama saya dengar, datangnya dari monyet-monyet yang tak berani muncul,” katanya dari atas mimbar.

Sejatinya sidang yang dipimpin Mahfud itu tidak lagi membahas soal sengketa pemilihan kepala daerah. Sebab, Mahkamah Konstitusi sudah menganulir kemenangan telak pasangan Firdaus-Ayat Cahyadi atas pasangan Septina Primawati-Erizal Muluk pada 24 Mei lalu. Putusan ini menjadi heboh, karena selisih suara kedua calon mencapai 50 ribu (17,86 persen). Dalam putusannya, Mahkamah meminta dilakukan pemungutan suara ulang dalam waktu paling lama 90 hari.

Tiga bulan pun berlalu, pemungutan suara ulang tak kunjung digelar. Komisi Pemilihan Umum Pekanbaru berdalih tidak tersedia dana untuk membiayai kegiatan tersebut. ”Kami membutuhkan dana Rp 4,7 miliar,” kata Komisioner KPU Kota Pekanbaru Abdul Wahid. Namun alasan ini tak bisa diterima Mahkamah Konstitusi, yang menindaklanjutinya dengan sidang tentang penundaan pemungutan suara itu.

Dia menjelaskan, pemilu putaran pertama sebenarnya masih menyisakan dana Rp 3,5 miliar. ”Sehingga diajukan Rp 3,9 miliar, tapi belum dikabulkan oleh pemerintah kota,” kata Wahid.

Pelaksana Tugas Wali Kota Pekanbaru Syamsurizal mengatakan tambahan dana itu tidak bisa dipenuhi. Sebab, menurut dia, anggaran Pekanbaru saat ini mengalami defisit Rp 80 miliar.

Namun alasan itu dibantah tegas Herman Abdullah, mantan Wali Kota Pekanbaru. Menurut dia, dalam sejarahnya Pekanbaru tak pernah mengalami defisit. ”Malu juga buat Provinsi Riau kalau disebut tak ada uang,” ujarnya.

Dia menegaskan status defisit hanya bisa ditetapkan pada akhir tahun anggaran. ”Evaluasi anggaran tidak pernah dilakukan di tengah tahun, tidak boleh ngarang-ngarang sendiri,” kata Herman.

Sumber Tempo mengatakan alasan defisit untuk menunda pemungut­an suara digunakan untuk memenangkan Septina, yang juga merupakan istri Gubernur Riau Rusli Zainal. Menurut sumber Tempo itu, Rusli mempunyai peran penting karena dia yang menunjuk Syamsurizal sebagai pelaksana tugas wali kota. ”Pemungutan suara harus ditunda karena, kalau dilakukan sesuai dengan putusan MK, Septina pasti kembali kalah,” ujarnya.

Sumber tadi melanjutkan, survei internal tim Septina-Erizal menyimpulkan popularitas dan tingkat elektabilitas Septina semakin turun saat ini. Maka, kata dia, dicari alasan untuk menunda pemilihan sampai terjadi recovery terhadap popularitas dan tingkat elektabilitas pasangan yang diusung Partai Golkar ini.

Tim survei itu juga merekomendasikan perombakan organisasi pemerintahan di tingkat kelurahan dan kecamatan. ”Meski diperbaiki, pasangan Septina-Erizal baru bisa menang kalau pemungutan suara dilakukan pertengahan 2012,” kata sumber itu. ”Karena itu, pendukung Septina mati-matian agar pemungutan bisa terus molor.”

Cerita ini memang terjadi di lapangan. Syamsurizal telah melakukan mutasi besar-besaran sejak pertama kali menjabat. Sebanyak 134 pegawai negeri sipil dimutasikan pertengahan September lalu, 39 orang mengalami demosi, dan 6 orang mengalami non-job. Salah satu yang diturunkan pangkatnya, mantan Camat Senapelan, Junaedy, mengadukan masalah ini ke Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Kamis dua pekan lalu.

Ketua tim Septina-Erizal Muluk, Muhammadun Royan, membantah hal ini. ”Bukan domain kami untuk menunda pemungutan suara,” ujarnya. Dia menegaskan penundaan justru merugikan Septina. ”Karena muncul black campaign seperti isu suap.”

Bantahan serupa datang dari KPU Pekanbaru. Wahid mengatakan tidak ada satu pun pihak yang memberi order agar pemungutan suara ditunda. ”Kami siap kapan pun kalau anggaran sudah ada,” katanya.

Fanny Febiana (Jakarta), Jupernalis Samosir (Pekanbaru)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus