Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Instruktur dari Cemani

3 Oktober 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELONJORAN di ruang tengah, keluarga Lilik Suprapto menghabiskan sore sambil menonton berita di televisi. Sore itu, 19 Mei lalu, Kampung Cemani, Sukoharjo, tempat tinggal mereka, tak habis-habisnya disebut dalam berita. Polisi baru saja menembak Sigit Qurdhowi dan Yunanto, dua tersangka teroris Cirebon, tak jauh dari rumah Lilik.

Tiba-tiba seisi rumah terdiam. Ucapan polisi di dalam berita membetot perhatian mereka. Nanang Irawan, putra mereka, disebut sebagai salah satu buron bom Cirebon. "Seperti tersambar geledek," kata Nyonya Lilik, ibu Nanang, mengenang sore yang mengagetkan itu.

Sebelum berita itu muncul di televisi, Nanang Irawan menghilang selama empat bulan. Ia pamit mencari kerja di Jakarta, meninggalkan orang tua, istri, serta seorang anaknya. Selepas itu, Nanang tak diketahui rimbanya. "Kami tak menyangka dia terlibat terorisme," kata Nyonya Lilik—yang menolak disebutkan nama aslinya.

Ketika itu, sang ayah, Lilik, bergegas ke Markas Kepolisian Sektor Grogol, Sukoharjo. Kepada polisi, Lilik mengatakan Nanang adalah anaknya. Ia juga melapor anaknya yang bertubuh tambun itu meneleponnya suatu waktu. "Kami persilakan polisi menggeledah rumah kami," kata Nyonya Lilik. Dari rumah mereka, polisi menyita sejumlah buku dan berkeping-keping cakram padat tentang jihad.

Hari berlalu, keluarga Lilik mulai melupakan kesedihannya. Berita tentang Nanang tak pernah muncul lagi hingga bom meletus di Gereja Bethel Injil Sepenuh di Solo pekan lalu. Polisi menyebut Nanang berada di balik bom bunuh diri itu. Kesedihan kembali menggelayuti hati. Lilik bahkan langsung jatuh sakit karena tertekan.

Nyonya Lilik mengaku tak habis pikir bagaimana putranya bisa terlibat terorisme. Apalagi Nanang disebut sebagai salah satu instruktur perakit bom. "Mana mungkin tamatan SMA bisa bikin bom?" katanya.

Keluarga mengenal Nanang sebagai sosok pendiam. Warga sekitar rumah pun tak ada yang akrab. Nanang jarang bergaul, dan hanya keluar dari rumah untuk bekerja di pabrik tekstil yang tak jauh dari Cemani. Seorang warga yang menolak namanya disebut mengaku tak pernah melihat Nanang menerima tamu.

Menurut pemerhati intelijen Dynno Chressbon, Nanang, yang akrab dipanggil Gendut, adalah veteran konflik Ambon. Nanang pernah tinggal di Ambon pada 2000-2005. Di antara pelaku bom Cirebon dan Solo, Nanang-lah yang paling senior. Ia seangkatan dengan Bagus Budi Pranoto alias Urwah dan Abdullah Sunata di Ambon.

Sumber Tempo di kepolisian mengatakan Nanang merupakan perekat kelompok Cirebon dan Solo. Ia dekat dengan Muhammad Syarif, pelaku pengeboman di Cirebon, dan Ahmad Yosepa alias Hayat, pelaku bom bunuh diri di Solo. Di sisi lain, ia dekat dengan Sigit Qurdhowi, pentolan kelompok Solo.

Berkat Nanang pula, Tim Hisbah pimpinan Sigit punya akses ke kelompok-kelompok lain. Salah seorang anggota Tim Hisbah, Ari Budi Santoso alias Erwan alias Musthofa, pernah belajar meracik bom dari Roki Apris Dianto alias Atok alias Abu Ibrohim alias Heru Cokro. Nah, Atok ini berguru kepada Heri Sigo Samboga alias Shogir, yang merupakan murid langsung Dr Azhari.

Sayang, Nyonya Lilik menolak bercerita lebih jauh soal Nanang, yang kini menjadi buron. Ia mengaku terpukul atas ulah putra satu-satunya itu. Ketika Tempo ingin menemui suaminya, ia melarang, "Nanti dia nangis lagi."

AS, Ahmad Rafiq (Sukoharjo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus