Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Feisal Abdul Rauf, 59 tahun, orang yang sibuk. Sejak pecah tragedi 11 September enam tahun silam, ia aktif menggelar diskusi atau dialog tentang Islam yang tidak identik dengan teror.
Langkahnya jelas: ia membangun dialog lintas agama di antara para pemuka agama. Dengan kata lain, ia berusaha menghapus sentimen masyarakat Amerika yang telanjur negatif terhadap Islam. Dan perlahan-lahan, menurut dia, kebencian itu memudar.
Feisal Abdul Rauf memang tak bisa lepas dari tragedi itu. Ia imam Masjid Al-Farah yang terletak beberapa blok dari menara World Trade Center. Bukunya yang berjudul What’s Right with Islam: A New Vision for Muslims and the West berisi pandangannya tentang kesamaan platform antara Islam dan Amerika. Islam dan Amerika, kata dia, sama-sama mempromosikan kebebasan, keadilan, kesetaraan, dan persaudaraan. Tapi tentang terorisme? Terorisme lebih merupakan masalah ketidakadilan sosial, politik, dan ekonomi daripada persoalan agama.
”Amerika Serikat dan Barat harus menyadari kesalahan yang diperbuat terhadap muslim sebelum terorisme bisa berakhir,” katanya seperti dikutip jihadwatch.org.
Feisal kelahiran Kuwait. Semasa kanak-kanak, ia pernah tinggal di Malaysia selama 10 tahun. Kemudian ia melanjutkan studi di Mesir dan Inggris, sebelum kuliah di bidang fisika di Universitas Colombia, New York. Selain sebagai imam masjid, ia mendirikan Asosiasi Muslim Sufi Amerika (ASMA) untuk menjembatani dialog antara muslim Amerika dan masyarakat Amerika.
Di tengah kesibukan memperkenalkan buku What’s Right edisi bahasa Indonesia, di Jakarta dua pekan lalu, ia memberikan wawancara kepada Bina Bektiati, Nugroho Dewanto, dan Yudono Yanuar dari Tempo. Berikut ini petikannya.
Bagaimana perkembangan pemahaman masyarakat Amerika terhadap Islam sekarang?
Di tingkat akar rumput, pengertian terhadap Islam lebih baik daripada enam tahun lalu. Banyak orang yang membaca Quran, banyak yang belajar Islam, banyak juga yang menjadi muslim. Setelah tragedi 11 September, jumlah muslim meningkat.
Tapi serangan 11 September sempat melahirkan sentimen yang mengidentikkan terorisme dengan Islam.
Itulah bahayanya sebuah perkataan, karena bisa menciptakan realitas. Kita sering mengatakan soal terorisme Islam, ekstremis Islam, tapi tidak ada terorisme Yahudi, ekstremis Yahudi. Kendati mereka melakukannya, hal itu tidak dikatakan. Kita harus melawan penggunaan kata-kata seperti itu.
Jadi apa yang dilakukan orang-orang Islam di Amerika agar diterima masyarakat di sana?
Saya kira dengan melakukan perbuatan yang baik dan islami. Contohnya, istri saya tetap bekerja saat puasa, sehingga ia buka di kantor. Teman kerjanya menawarkan teh dan kue. Jadi mereka akan memberi respek jika Anda melakukan sesuatu dengan baik. Tapi, jika kita tidak melakukan amal saleh dengan baik, akan sulit. Di sisi lain, banyak anggota masyarakat kita yang masih melakukan korupsi, padahal itu tidak islami.
Apakah muslim di Amerika mengalami diskriminasi?
Pencipta memberikan beberapa hak, yang tidak bisa diambil. Saya kira, di Amerika, hak-hak itu dijamin, yaitu hak hidup, kehormatan, agama, kekayaan, keluarga, dan intelektual. Saya kira ini merupakan konsep yang islami.
Tapi bukankah masih ada kesenjangan?
Harus diakui, kesenjangan tumbuh karena isu politik. Ada perang Irak, Afganistan, juga Iran. Ini mendorong peningkatan kesenjangan.
Begitu besarkah pengaruh Timur Tengah?
Besar sekali. Isu yang sering menjadi pemicu adalah ketegangan di Palestina. Suatu hari akan ada dialog antar-agama di Islamic Center New York, tiba-tiba ada bom di Ramallah, maka kacaulah semua persiapan karena ada kelompok Islam yang sangat marah. Setiap kali ada kejadian penting di Timur Tengah, ketegangan meningkat di Amerika.
Berdasarkan pengalaman, sulit mana, berbicara kepada warga Amerika atau kepada masyarakat muslim?
Tantangannya lebih besar untuk berbicara kepada muslim karena kebanyakan muslim seperti tahu padahal tidak tahu, apakah mereka warga Amerika atau bukan, apakah mereka tahu atau tidak tahu tentang Islam. Mereka lebih mempunyai ghirah terhadap agamanya daripada memahami agamanya. Lebih banyak emosi tentang agamanya daripada pemahamannya. Mereka bisa melakukan sesuatu yang salah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo