Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font size=1 color=#FF9900>CALON LEGISLATOR</font><br />Kandas di Ambang Batas

Suara banyak tapi tak lolos. Sejumlah partai kecil minta revisi aturan minimal suara.

4 Mei 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HAMPIR saban hari ucapan selamat itu datang dari kerabat, tetangga, dan kenalan. Bagaimana tidak: Fathorrasjid meraih 100 ribu suara lebih dalam pemilihan umum legislatif, 9 April lalu. Tentulah calon legislatif dari Partai Kebangkitan Nasional Ulama itu bakal melenggang enteng ke Senayan.

Fathorrasjid sendiri cuma tersenyum kecut, kendati tak lupa berterima kasih. Apa boleh buat, ”Saya tak lolos,” katanya. Fathorrasjid bersaing dalam perebutan suara di daerah pemilihan III Jawa Timur, yang meliputi Banyuwangi, Bondowoso, dan Situbondo.

Daerah pemilihan ini mendapat jatah tujuh kursi. Dari enam kandidat partainya di sana, Fathorrasjid calon nomor urut satu. Bekas Ketua DPRD Jawa Timur ini meraup suara paling tinggi. Pesaing terdekatnya, Achmad Basarah, calon nomor urut satu dari PDI Perjuangan, cuma beroleh sekitar 50 ribu suara.

Modal suara di atas 100 ribu itu sangat cukup untuk memperoleh tiket Fathorrasjid ke kursi Dewan Perwakilan Rakyat. Namun ia terganjal aturan batas minimal perolehan suara partai secara nasional.

Undang-Undang Pemilu Legislatif No. 10/2008 mematok angka 2,5 persen. Sedangkan Partai Kebangkitan Nasional Ulama, berdasarkan hitung cepat, cuma meraih 1,5 persen. ”Syarat saya sudah cukup, tapi partai lagi apes,” kata Fathorrasjid.

Komisi Pemilihan Umum baru akan merampungkan hasil rekapitulasi suara nasional pada akhir pekan ini. Tapi hasil hitung cepat hampir seragam memperlihatkan sembilan partai lolos ambang batas perolehan suara: Demokrat, Golkar, PDI Perjuangan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, Gerindra, dan Hanura.

Di daerah pemilihan Banyuwangi-Bondowoso-Situbondo, Partai Demokrat mendapat 2 dari 7 kursi. Sisanya terbagi ke Golkar, PDI Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Persatuan Pembangunan, dan Gerindra.

Partai Kebangkitan Nasional Ulama sebetulnya bisa meraih minimal satu kursi. Partai pimpinan Choirul Anam ini menempati urutan ketiga dengan 197.972 suara, di bawah Demokrat dan PDI Perjuangan.

Suara melimpah partai bintang sembilan ini amblas karena tak memenuhi ambang batas suara nasional. Jadinya, jumlah suara calon legislatif yang lolos dari daerah pemilihan ini jauh di bawah Fathorrasjid. Calon dari Partai Gerindra, Durrotun Nafisah, malah bisa lolos meski hanya mendapat 20 ribu suara.

Bagi Fathorrasjid, eliminasi dengan cara menentukan ambang batas perolehan kursi parlemen sangat merugikan calon dari partai kecil. Coba: dia telah mengeluarkan dana sekitar Rp 400 juta untuk proses pencalonan ini. ”Saya sampai seribu kali melakukan pertemuan dengan konstituen,” kata bekas kader Partai Kebangkitan Bangsa ini.

Ganjalan aturan ambang batas ini juga menimpa Oesman Sapta dari Partai Persatuan Daerah. Ketua umum partai ini mendapat 46.539 suara dari daerah pemilihan Kalimantan Barat. Tapi, hingga akhir pekan lalu, partai berlambang payung ini baru memperoleh 0,58 persen suara.

Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Daerah, Heroe Syswanto, mengatakan aturan ambang batas itu sangat tak adil bagi calon yang mendulang suara banyak tapi partainya apes. Sys Ns—panggilan beken Heroe—mengatakan suara masyarakat yang memberikan kepercayaan terhadap calon itu tak bisa diabaikan begitu saja. ”Kami meminta pemerintah membatalkan aturan itu,” katanya.

Sys mengatakan, sejumlah partai dengan perolehan suara di bawah 2,5 persen sedang mengumpulkan kekuatan untuk menganulir aturan ambang batas. Sebelumnya, sejumlah partai juga mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi, tapi kandas.

Kamis pekan lalu, dua lusin partai kecil berkumpul di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta. Mereka meminta pemerintah segera mengeluarkan peraturan pengganti undang-undang untuk merevisi aturan ambang batas pemilihan itu. Permintaan merevisi Undang-Undang No. 10/2008 itu akan disampaikan melalui surat kepada Presiden.

Kegagalan calon anggota legislatif dengan suara besar ini juga terjadi di partai yang lolos aturan ambang batas. Budi Setyagraha, calon dari Partai Amanat Nasional, mendapat 35 ribu suara di daerah pemilihan Yogyakarta. Perolehan suaranya lebih besar ketimbang calon yang lolos di daerah pemilihan sama, seperti Agus Sulistyono dari Partai Kebangkitan Bangsa (27 ribu suara) dan Agus Purnomo dari Partai Keadilan Sejahtera (32 ribu).

Budi mengatakan bisa menerima kekalahannya, meski telah banyak mengeluarkan biaya. Pemilik empat bank perkreditan rakyat ini sudah menghabiskan Rp 4 miliar untuk pencalonannya. ”Kalau dihitung memang rugi, tetapi saya tidak gelo,” katanya.

Di daerah pemilihan yang sama, calon Partai Golkar, Subardi, gagal meski meraih 61 ribu suara. Golkar di Yogyakarta mendapat jatah satu kursi dengan suara total 258 ribu suara. Kursi tunggal dari Golkar itu menjadi milik Gandung Pardiman, yang memperoleh 75 ribu suara.

Yogyakarta mendapat jatah delapan kursi. Partai Demokrat dan PDI Perjuangan masing-masing memperoleh dua kursi. Sisanya untuk Golkar, Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Kebangkitan Bangsa. Subardi memiliki jumlah suara lebih besar ketimbang empat calon yang lolos dari partai lain. ”Mekanismenya memang seperti itu, sehingga saya harus legawa,” ujar Subardi.

Menurut dia, perolehan 61 ribu suara di Yogyakarta merupakan prestasi. Subardi menempati nomor urut tujuh, tapi bisa menyodok di urutan kedua dalam perolehan suara. Ketua Badan Liga Amatir Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia ini mengatakan masih tetap akan menjalin komunikasi dengan masyarakat yang telah memilihnya.

Dengan suara cukup besar itu, Subardi juga kebanjiran ucapan selamat. ”Sampai hari ini masih banyak yang mengucapkan selamat,” katanya, Jumat pekan lalu.

Yandi M.R. (Jakarta), Dini Mawuntyas (Jawa Timur), Bernada Rurit (Yogyakarta)


1. Aturan parliamentary threshold alias ambang batas perolehan suara menggagalkan calon dari partai meski mendapat suara banyak. Hanya sembilan partai yang memenuhi syarat 2,5 persen. Suara besar dari partai besar juga bukan jaminan lolos ke Senayan. Sistem proporsional membuat calon anggota legislatif tersingkir oleh calon partai lain dengan suara lebih kecil.

  • Jumlah kursi anggota DPR: 560. Setiap daerah pemilihan: 3-10 kursi.
  • Partai harus memenuhi ambang batas perolehan suara minimal 2,5 persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk penentuan kursi DPR.
  • Partai di bawah ambang batas tak disertakan dalam penentuan kursi DPR.

    2. Penentuan Kursi

  • Suara untuk penghitungan perolehan kursi DPR adalah suara sah seluruh partai dikurangi suara sah partai yang tak memenuhi ambang batas.
  • Suara partai yang memenuhi ambang batas dibagi dengan jatah kursi sama dengan bilangan pembagi pemilih.
  • Bilangan pembagi pemilih artinya batas partai mendapat satu kursi.
  • Kalau ada sisa kursi, akan dilakukan penghitungan tahap kedua untuk partai yang mendapat suara minimal setengah bilangan pembagi itu.
  • Kalau masih ada sisa juga, akan ada bilangan pembagi baru. Caranya dengan membagi jumlah sisa suara sah seluruh partai dengan jumlah sisa kursi.

    3. Penetapan Calon Terpilih

  • Calon terpilih ditetapkan berdasarkan perolehan suaranya minimal 30 persen bilangan pembagi.
  • Kalau tak ada calon yang memperoleh suara sekurang-kurangnya 30 persen dari bilangan pembagi, calon terpilih ditetapkan berdasarkan nomor urut.

    SUMBER: UNDANG-UNDANG NO. 10/2008.

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus