Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mengapa Buruh Migran Ilegal Ada dari Zaman ke Zaman?

Pekerja migran ilegal menjadi masalah saban tahun. Proses yang ribet dan lama menjadi alasan pencari kerja memakai jalur ilegal.

2 Februari 2025 | 09.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sejumlah pekerja migran dari Rumah Perlindungan dan Trauma Center (RPTC) Tanjung Pinang memasuki Terminal Ketibaan di Pelabuhan Pelindo Dumai, Riau, 1 Februari 2025. ANTARA/Aswaddy Hamid

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Pekerja migran tanpa dokumen yang sah rentan menjadi korban perdagangan orang.

  • Malaysia menerapkan standar ganda mempekerjakan pekerja migran.

  • Maraknya buruh migran ilegal karena banyaknya jalur tikus untuk pengiriman pekerja ke negara tujuan.

TERGIUR untuk bekerja di Malaysia, Nur Latifah mencari informasi lowongan kerja ke salah satu calo penyalur pekerja migran yang dikenalkan tetangganya. Perempuan asal Wonosobo, Jawa Tengah, ini mendapat kabar ada lowongan kerja di Malaysia sebagai pekerja rumah tangga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nur menuturkan dirinya diiming-imingi gaji 1.500 ringgit Malaysia atau Rp 5,5 juta dengan masa kontrak selama dua tahun. Saat itu dia mengira agen penyalur yang akan membawanya ke Malaysia itu adalah agen resmi. Kondisi ekonomi yang sulit mendorong Nur tetap mencari kerja melalui jalur tak resmi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia mengatakan terpaksa menjadi pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal karena lebih mudah dan cepat untuk mendapatkan pekerjaan. “Kalau lewat prosedur resmi, kami harus dikarantina selama tiga sampai enam bulan. Prosesnya lama,” ujar Nur saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 1 Februari 2025.

Berbekal paspor dan tanpa pelatihan atau kontrak kerja, Nur diberangkatkan ke Batam melalui Bandara Internasional Yogyakarta pada 2 Juni 2023. Di sana ia diminta menemui seorang pria yang ternyata mengajarinya cara mengelabui petugas Imigrasi.

Nur mengatakan laki-laki itu menyuruhnya agar menjawab tujuan ke Malaysia adalah untuk berlibur selama satu bulan. "Saya juga disuruh mengaku ke petugas Imigrasi Malaysia membawa uang 5.000 ringgit (sekitar Rp 18 juta). Padahal saya sama sekali tidak bawa uang itu,” tutur Nur.

Sejumlah pekerja migran yang dipulangkan dari Malaysia antre menjalani pemeriksaan di terminal ketibaan Pelabuhan Pelindo Dumai, Dumai, Riau, 25 Januari 2025. ANTARA/Aswaddy Hamid

Nur sesampainya di Selangor, Malaysia, ditemui seorang perempuan warga negara Indonesia asal Magelang, Jawa Tengah, yang berperan sebagai agen penyalur buruh migran. Perempuan itu memberikan alamat rumah majikan tempat Nur bekerja sebagai pekerja rumah tangga.

Selama bekerja, Nur tidak mendapat gaji karena masih dalam masa potongan oleh penyalur. Paspornya juga ditahan sang penyalur. Di tempatnya bekerja, Nur kerap dimarahi majikan karena tidak bisa memasak. Padahal, sebelum berangkat ke Malaysia, Nur diberi tahu bahwa tugasnya hanya bersih-bersih rumah tanpa memasak.

Nur kemudian mengontak sang penyalur dan minta agar dipulangkan atau berganti majikan. Penyalur menjanjikan mencarikan majikan lain. Namun janji tersebut hanya omong kosong. Nur terkejut karena sang majikan mengatakan sudah membayar 9.000 ringgit (sekitar Rp 33 juta) kepada penyalur.

Majikan itu, kata Nur, juga merasa ditipu oleh penyalur karena berharap mendapat pekerja rumah tangga yang profesional dan segala macam urusan perizinan pekerja migran beres. Walhasil, karena tak ada kejelasan informasi dari sang penyalur, keluarga Nur Latifah mengadu ke Migrant Care, pegiat yang peduli pada isu perburuhan, pada 13 Juli 2023.

Nur Latifah adalah satu dari banyak pekerja migran yang tergiur akan iming-iming bekerja di luar negeri tanpa jalur resmi atawa ilegal. Selain tidak memiliki hak-hak ketenagakerjaan, pekerja migran tanpa dokumen yang sah rentan menjadi korban secara fisik atau korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Hal teranyar adalah kasus aparat penjaga pantai Malaysia yang menembak lima pekerja migran Indonesia tak berdokumen di Tanjung Rhu, Selangor, Malaysia. Penembakan itu terjadi pada Jumat dinihari, 24 Januari 2025, ketika lima warga negara Indonesia (WNI) itu diduga akan keluar Malaysia melalui jalur ilegal dengan naik kapal.

Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) berdalih para pekerja migran menyerang saat dicegat di perairan Tanjung Rhu. Penyerangan itu dijadikan alasan tim patroli melepaskan tembakan ke arah kapal yang mengangkut sejumlah WNI dari Selangor menuju Dumai, Riau. Insiden tersebut menewaskan satu orang dan empat lainnya mengalami luka-luka.

Puluhan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia menggelar unjuk rasa dengan tuntutan mengadili dan memenjarakan polisi Malaysia yang menembak mati buruh migran Indonesia, di depan Kedutaan Besar Malaysia, Jakarta, 30 Januari 2025. TEMPO/Imam Sukamto

Wakil Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Dzulfikar Ahmad Tawala membantah kronologi versi Malaysia. Ia menyebutkan WNI korban penembakan tidak menyerang aparat lebih dulu. “Berdasarkan hasil koordinasi dengan atase kepolisian kita di Malaysia, WNI kita tidak melakukan perlawanan. Apalagi menggunakan senjata tajam,” ujar Dzulfikar saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 1 Februari 2025.

Atase Kepolisian Kedutaan Besar Indonesia di Malaysia Komisaris Besar Juliarman Eka Putra Pasaribu mengatakan kapal yang ditumpangi pekerja migran Indonesia itu memang berusaha melarikan diri ketika diminta berhenti oleh APMM. Kapal itu mengangkut sejumlah WNI yang masuk ke Malaysia secara ilegal dan hendak kembali lagi ke Indonesia. “Mereka hendak menuju Dumai dengan membayar uang kepada agen yang akan menyelundupkan,” ujar Juliarman.

Sebelum penembakan terjadi, kata Juliarman, tim patroli APMM meminta kapal yang mengangkut WNI itu berhenti dan memberikan identitas. Namun kapal yang ditumpangi pekerja migran itu mengabaikan perintah dan melarikan diri dengan kecepatan tinggi. Sempat terjadi aksi kejar-kejaran, tapi tim patroli APMM tak mampu mencegah kapal yang melaju dengan kecepatan tinggi tersebut. “Kapal menggunakan tiga mesin. Karena tidak terkejar, aparat melepaskan tembakan sepuluh kali dan akhirnya melukai penumpang,” kata Juliarman.

Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha mengatakan Malaysia sudah merespons nota diplomatik yang dikirim Indonesia. Namun ia mengatakan belum ada kronologi versi Indonesia sampai investigasi terhadap insiden itu selesai. “Investigasi masih berlangsung,” ujar Judha, Jumat, 31 Januari 2025.

Duta Besar Indonesia untuk Malaysia Hermono akan mengawasi jalannya proses penegakan hukum kasus tersebut. Ia mengatakan Kedutaan Besar Indonesia akan menagih komitmen yang disampaikan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim bahwa penegakan hukum atas kasus ini akan berjalan transparan. “Kami akan memastikan prosesnya berlangsung transparan dan memberikan keadilan kepada korban,” ujar Hermono melalui sambungan telepon, Sabtu, 1 Februari 2025.

Adapun Anwar Ibrahim telah mendorong jajarannya agar penyelidikan kasus penembakan pekerja migran Indonesia di Tanjung Rhu dilakukan secara transparan. Anwar meminta aparat Malaysia berbagi laporan investigasi kepada mitranya dari Indonesia. “Kami tidak mau hal-hal ini mengganggu hubungan baik. Negara ini mesti ikut aturan hukum,” ujar Anwar dalam pernyataan resminya, 31 Januari 2025. “Tetapi saya ingin memberi jaminan tidak boleh melanggar hukum, tidak boleh melakukan tindakan yang bertentangan dengan undang-undang.“

Jalur Tikus Pengiriman Buruh Migran Ilegal

Dalam kesempatan terpisah, anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat, Irma Suryani Chaniago, mengatakan pihaknya akan menggelar rapat dengan Kementerian P2MI pada Selasa, 4 Februari 2025, untuk membahas hal ini. Ia juga akan meminta pemerintah Indonesia mendesak Malaysia membentuk tim pencari fakta.

Legislator dari Fraksi Partai NasDem ini mengatakan Tim Pengawas Perlindungan Pekerja Migran yang baru dibentuk DPR juga akan memantau penyelidikan kasus Tanjung Rhu. “Ini kan muruah Indonesia. Banyak orang kita yang mencari kerja di sana. Terus mereka semena-mena, enggak boleh juga begitu,” ujar Irma saat dihubungi Tempo, 1 Februari 2025.

Irma gusar praktik pekerja migran ilegal Indonesia kerap berulang dari tahun ke tahun. Menurut dia, salah satu penyebab utama maraknya buruh migran ilegal adalah banyaknya "lubang tikus" pengiriman warga Indonesia lewat jalur tak resmi. Apalagi, kata Irma, sudah menjadi rahasia umum bahwa praktik ini ditengarai dibekingi oleh aparat. “Ini harus disampaikan ke Presiden Prabowo Subianto. Biar Presiden tahu,” tuturnya.

Selama ini, Irma mengatakan, sejumlah pelabuhan, seperti Batam, Tanjung Pinang, dan bahkan Pelabuhan Juanda di Surabaya, Jawa Timur, kerap menjadi jalur tikus pengiriman pekerja migran ilegal ke Malaysia. Ia menduga ada permainan antara penyalur ilegal dan aparat. “Ini yang harus dibongkar. Pekerja migran kita itu lebih banyak yang ilegal daripada yang legal,” ujar Irma.

Irma menepis anggapan bahwa mendaftar sebagai buruh migran secara resmi atau legal itu berbelit dan mahal. Menurut dia, prosedur menjadi pekerja migran resmi memang harus ketat dan jelas, dari kompetensi keterampilan kerja hingga cek kesehatan. Dengan begitu, pekerja migran resmi atau legal sudah bisa dipastikan memiliki keterampilan yang dibutuhkan negara tujuan.

“Mereka yang ilegal kan asal berangkat. Enggak punya skill diberangkatkan saja oleh para calo," ujar Irma. "Bahkan ada yang ternyata punya penyakit bawaan dan enggak ketahuan. Akhirnya jadi masalah setibanya di negara tujuan, lalu dipulangkan.”

Dia mengatakan pemerintah harus bersikap tegas dengan menutup jalur tikus pengiriman pekerja migran ilegal, termasuk aparat yang diduga menjadi beking. Menurut Irma, pemerintah harus berbicara G to G atau government-to-government dengan negara penerima pekerja migran Indonesia untuk membahas hal ini.

Irma juga meminta pemerintah meningkatkan kapasitas calon pekerja migran. Dia menyebutkan, misalnya, memberikan pendidikan vokasi yang sesuai dengan permintaan pasar. Apalagi mayoritas masyarakat Indonesia masih tamatan sekolah dasar atau sekolah menengah. “Kalau mereka tidak punya pendidikan formal, satu-satunya jalan adalah memberikan pendidikan vokasi. Sesuai dengan permintaan pasar tenaga kerja,” ucap Irma.

Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Abdul Kadir Karding menduga ada sosok yang memimpin aktivitas ilegal tersebut, sehingga pengiriman buruh migran ilegal marak terjadi hingga menimbulkan korban. “Pasti ada yang main. Dalam artian ada calonya, ada sindikatnya. Itulah kami minta tolong kepada Kapolri, sehingga pekerja migran unprocedural ini berkurang,” ujar Karding setelah beraudiensi dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Mabes Polri, Kamis, 9 Januari 2025.

Kementerian telah membentuk tim khusus bersama kepolisian untuk menangani masalah pekerja migran unprocedural dan TPPO. Menurut dia, pekerja asal Indonesia yang mengalami masalah di luar negeri umumnya mereka yang berangkat tidak sesuai dengan prosedur. Selain itu, pekerja migran ilegal sering kali terjerat kasus TPPO.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan ada sejumlah alasan masih banyaknya pekerja migran Indonesia yang enggan menggunakan jalur resmi untuk bekerja di luar negeri. Salah satunya, biaya penempatan yang tinggi dan birokrasi yang berbelit-belit. “Sementara keinginan mereka untuk bekerja kuat. Ada banyak tawaran melalui jalur singkat dan lainnya,” ujar Wahyu saat dihubungi Tempo, 1 Februari 2025.

Di sisi lain, ada permintaan yang tinggi dari negara tujuan untuk pekerja migran tak berdokumen. Wahyu mengatakan Malaysia memerlukan banyak pekerja migran tak berdokumen, terutama untuk sektor yang membutuhkan tenaga kerja masif dan bisa didatangkan dengan cepat. Sektor yang membutuhkan tenaga kerja tak resmi itu seperti perkebunan dan konstruksi. “Tentu pekerja yang bisa didatangkan cepat adalah undocumented migrant worker,” ujarnya.

Wahyu menuturkan fenomena ini sebenarnya menunjukkan Malaysia justru menerapkan standar ganda. Sebab, kata dia, Malaysia selalu mengkriminalkan pekerja migran tak berdokumen, tapi mereka tidak pernah memberikan sanksi tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan pekerja migran tak berdokumen. “Bahkan perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan pekerja migran kita secara undocumented yang masif itu adalah perkebunan-perkebunan milik badan usaha negara Malaysia. Ini kan standar ganda,” ucap Wahyu.

Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia Hariyanto Suwarno mengatakan mekanisme untuk menjadi pekerja migran di Malaysia masih ribet dan berbiaya mahal. Akhirnya, kata dia, para pekerja migran tersebut dihadapkan dengan dua pilihan. Pertama, berangkat secara prosedural yang belum pasti kapan berangkatnya dan berbiaya mahal. Kedua, kata Hariyanto, para pekerja migran memilih cepat sampai di Malaysia dengan perantara, yaitu tekong dan calo.

Menurut dia, praktik pengiriman pekerja migran yang tidak prosedural sudah pasti melibatkan sindikat atau mafia. Mereka tentunya berbagi peran satu sama lain. Misalnya berperan menyediakan kapal, mengatur masuk ke Malaysia lewat jalur belakang, hingga berperan mencarikan pekerjaan bagi buruh migran setibanya di Malaysia.

Hariyanto menyebutkan inspeksi mendadak atau operasi penegakan di perbatasan hanya menyentuh sel-sel kecil dari sindikat yang ada. “Yang perlu diberantas adalah mafia sampai ke akar-akarnya,” ujar Hariyanto. “Kalau itu diberantas, tidak ada pilihan lagi bagi buruh migran selain berangkat secara prosedural.”

Hammam Izzuddin, Nandito Putra, Alif Ilham Fajriadi, dan Sahat Simatupang dari Medan berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus