Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font size=1 color=#FF9900>PEMILU PRESIDEN</font><br />Gertak Sambal Bumbung Kosong

Wiranto mengancam akan memboikot pemilu presiden. Nafsu besar tenaga kurang.

27 April 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBAGAI partai yang merasa dicurangi dalam Pemilu Legislatif 9 April lalu, PDI Perjuangan mungkin sudah kelewat jengkel dengan Komisi Pemilihan Umum. Dalam sosialisasi empat model surat suara pemilihan presiden pada Juli 2009 kepada perwakilan partai politik, Selasa pekan lalu, kader PDIP-lah yang paling cerewet.

Ketika anggota KPU menunjukkan contoh surat suara dua pasang calon—pasangan pertama dua laki-laki dan pasangan kedua perempuan dengan laki-laki—Wakil Sekretaris Badan Pemenangan partai Banteng Arif Wibowo menukas, ”Itu tidak etis.” Maksudnya, KPU seperti mengarahkan bahwa calon presiden yang bakal berlaga adalah Susilo Bambang Yudhoyono dari Partai Demokrat melawan Megawati Soekarnoputri dari PDI Perjuangan.

”Jangan-jangan KPU sudah tahu yang akan bertarung cuma dua kandidat itu,” kata Arif menyindir. Padahal, ”Mungkin saja lho, calonnya cuma satu pasang.”

Arif sedang menyuarakan aspirasi kubunya. Senin, sehari sebelumnya, di kediaman Megawati di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Ketua Umum Partai Hanura Wiranto melontarkan pernyataan bernada ancaman. ”Kami pertimbangkan untuk sepakat tidak berpartisipasi dalam pemilu presiden,” kata Wiranto setelah bertemu dengan Megawati.

Wiranto merujuk pada amburadulnya daftar pemilih tetap yang mengakibatkan jutaan warga tak dapat mencontreng, berbagai kecurangan, dan kesemrawutan proses pemilu. Apalagi polisi menolak laporan Badan Pengawas Pemilu karena tanpa disertai bukti. ”Bagaimana Anda ikut pertandingan bila Anda tahu tidak akan menang dalam pertandingan itu," kata mantan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Sebelumnya, 22 partai politik membentuk tim pencari fakta dugaan pelanggaran pemilu. Mereka mengancam memboikot hasil Pemilu Legislatif 2009. Di beberapa daerah sudah banyak perwakilan partai yang menolak rekapitulasi perhitungan suara.

Boikot, kata Wiranto, tak akan dilakukan jika pemerintah mau bertanggung jawab atas ketidakberesan pemilihan umum legislatif. Pejabat KPU juga harus mengundurkan diri sebagai bentuk tanggung jawab. Polisi juga dimintanya memproses berbagai dugaan kecurangan. Ia berharap pemilu presiden mendatang diawasi lembaga internasional. ”Pemilu harus fair,” katanya.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono cepat mengambil sikap atas ancaman boikot itu. Menurut sumber Tempo, Presiden bahkan terpaksa membatalkan rencana hadir dalam acara Maulid Nabi yang diselenggarakan Habib Muhammad Luthfi, pimpinan Jam’iyyah Ahlith ath-Thariqah al-Mu’tabaroh an-Nahdliyyah di Pekalongan, Jawa Tengah.

Selasa pekan lalu, Yudhoyono menggelar konferensi pers di pekarangan Istana Negara. Soal tempat ia memberikan penjelasan kepada wartawan ini sempat jadi omongan. Biasanya, untuk urusan politik, Yudhoyono lebih suka beraktivitas di kediamannya di Cikeas, Jawa Barat. Tapi kali ini berbeda. ”Karena harus direspons dengan cepat, terpaksalah di sini,” kata staf khusus Presiden bidang hukum Denny Indrayana.

Kepada wartawan, SBY mengingatkan para tokoh politik agar jangan terlalu galak mengembuskan isu kecurangan di pemilu legislatif. ”Saya juga tidak ingin berkompetisi jika hasilnya dikatakan curang. Ini menyakitkan,” katanya.

Ketua Lembaga Pengkajian Demokrasi dan Negara Kesejahteraan Indonesia Fadjroel Rahman menilai boikot pemilu bukan omong kosong. Undang-undang sejauh ini tak mengatur jika hanya ada satu calon yang mendaftar kepada Komisi Pemilihan Umum. Sejauh ini, kata Fajroel, yang pernah mencalonkan diri sebagai presiden dari jalur independen, pemilu yang adil hanya diakui Demokrat dan Yudhoyono tapi ditolak banyak partai lain. ”SBY bisa-bisa hanya melawan bumbung (kotak) kosong seperti pada kasus pemilihan kepala desa,” katanya.

Soal boikot pemilu oleh Partai Demokrat dianggap cuma gertak sambal. ”Saya tidak percaya dengan teori calon tunggal, karena banyak politikus atau tokoh yang menurut saya layak berkompetisi. Mereka itu belum siap menang dan siap kalah saja,” kata Ketua Partai Demokrat Ahmad Mubarok.

Menurut Denny, boikot pemilu bukanlah dosa. Hukumnya sama dengan golput, karena sama-sama bagian dari kebebasan berpendapat. Yang haram adalah jika boikot pemilu itu dipaksakan kepada orang lain. ”Kalau memaksa, itu pidana,” katanya.

Dengan konstelasi politik sekarang, hampir tak mungkin Yudhoyono maju sebagai calon tunggal. Saat ini dua partai besar yang siap mengajukan calon adalah PDIP dengan Megawati Soekarnoputri dan Golkar dengan Jusuf Kalla.

Menurut Denny, kalaupun sampai batas waktu tak ada calon yang mendaftar, pemerintah akan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang sebagai antisipasi. Menurut anggota KPU Andi Nurpati, peraturan tadi bisa berisi pelonggaran syarat pengajuan calon presiden sehingga makin banyak kandidat yang mendaftar.

Tapi tampaknya peraturan itu tak bakal dikeluarkan. ”Partai kami akan tetap mengajukan calon presiden,” kata Ketua PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo.

Agus Supriyanto, Ismi Wahid, Dwijo Maksum, Cornila Desyana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus