Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font size=1 color=#FF9900>REKAPITULASI HASIL PEMILU</font><br />Jadwal Karet Hitung Pemilu

Penetapan hasil pemilu sejumlah provinsi molor. Dipaksa melanggar undang-undang.

27 April 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RAPAT rekapitulasi hasil pemilu Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Senin pekan lalu itu alot bukan main. Ketua Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kediri Agus Edi Winarto akhirnya menggebrak meja. ”Kesabaran ada batasnya,” kata Agus, yang memimpin sidang.

Agus menyatakan kewalahan menanggapi protes saksi dalam rekapitulasi 25 panitia pemungutan kecamatan. Kabupaten Kediri baru menyelesaikan rekapitulasi Jumat pekan lalu. Sedangkan penetapannya Ahad, molor enam hari dari tenggat sesuai undang-undang.

Dalam undang-undang pemilu, Komisi kabupaten harus menetapkan hasil penghitungan suara dan menyerahkannya ke tingkat provinsi 12 hari setelah pemilu. Namun rekapitulasi di kecamatan terlambat, sehingga rapat di kabupaten itu baru berjalan pas hari tenggat.

Di Banyuwangi, Komisi Pemilihan Umum Daerah baru menyelesaikan rekapitulasi pada Rabu pekan lalu, terlambat dua hari. Sekretaris Komisi Pemilihan Banyuwangi, Bambang Santoso, mengatakan lambatnya penghitungan di tingkat kecamatan disebabkan rumitnya aturan.

Pada pemilu tahun ini, panitia pemungutan kecamatan harus merekapitulasi hasil di tempat pemungutan suara. Pada pemilu sebelumnya, tugas merekap hasil pemilu itu dikerjakan panitia pemungutan suara di tingkat desa. ”Beban kerja di kecamatan bertambah berat,” kata Bambang.

Dalam penghitungan suara, petugas di kecamatan banyak pula yang salah, sehingga protes partai bertubi-tubi. Petugas hanya mengandalkan kemampuan berhitung karena anggaran pengadaan kalkulator dihapus.

Lambatnya penetapan suara di sejumlah kabupaten/kota di Jawa Timur itu membuat penghitungan tingkat provinsi juga molor. Dalam undang-undang pemilu, penetapan suara di provinsi dilaksanakan 15 hari setelah pemilu, atau pada 24 April.

Rapat penetapan rekapitulasi hasil pemilu di Jawa Timur mulai berjalan pada Rabu pekan lalu. Pada hari pertama, 29 partai keluar dan menyatakan memboikot hasil pemilu Jawa Timur. ”KPU sangat tidak siap dan terkesan asal-asalan,” kata Ketua Partai Nasional Banteng Kemerdekaan Jawa Timur Rudi Sapulete.

Meski dihadang aksi boikot, rapat pleno di Jawa Timur jalan terus. Hingga Jumat malam pekan lalu, Komisi baru menerima rekapitulasi 20 kabupaten/kota. Anggota Komisi, Najib Hamid, mengatakan 18 kabupaten/kota belum menyetorkan hasil penghitungan karena belum selesai di tingkat kecamatan.

Di Yogyakarta, rapat pleno rekapitulasi suara diwarnai aksi walkout. Partai Hanura dan Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia menolak hasil pemilu karena menganggap hasil penghitungan merugikan partainya. Jumat malam pekan lalu, rapat masih berlangsung alot. ”Walkout monggo saja, tapi sidang pleno tetap kita lanjutkan,” kata anggota Komisi Pemilihan Yogyakarta, Sapardiyono.

Jadwal mulur dalam rekapitulasi suara juga terjadi di Jakarta. Rapat pleno penetapan hasil pemilu Provinsi DKI Jakarta baru berlangsung pas batas waktu, Jumat pekan lalu, di Hotel Borobudur, Jakarta. Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta hanya merekapitulasi satu dari enam wilayah, yakni Kepulauan Seribu. Hingga Jumat pekan lalu, Komisi masih menunggu hasil rekapitulasi dari Jakarta Pusat, Timur, Barat, Selatan, dan Utara.

Rapat pleno DKI Jakarta menyetujui perpanjangan rekapitulasi hingga melewati dua hari tenggat. Kalaupun belum selesai, rapat pleno kembali akan memperpanjang waktu rekapitulasi. ”Kami dipaksa melanggar undang-undang,” kata Ketua Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta Juri Ardiantoro.

Juri mengatakan lambatnya penetapan itu karena banyak kesalahan teknis, seperti tak lengkapnya pengisian formulir atau berita acara. Rekapitulasi di tingkat kecamatan juga tersendat akibat banyaknya protes dari calon anggota legislatif. Kendala makin bertambah karena banyak petugas yang harus dirawat di rumah sakit akibat kelelahan.

Komisi Pemilihan Umum Pusat merekapitulasi suara secara nasional pada 26 April hingga 9 Mei. Ketika rekapitulasi nasional berjalan, Komisi provinsi yang belum selesai bisa melanjutkan rekapitulasi. Anggota Komisi, Andi Nurpati Baharuddin, mengatakan Komisi masih tetap optimistis bisa menyelesaikan rekapitulasi suara pada 9 Mei, sesuai dengan undang-undang.

Andi mengatakan, meski rekapitulasi di tingkat kabupaten/kota dan provinsi lelet, ia yakin penetapan hasil pemilu nasional akan sesuai dengan jadwal. Menurut dia, keterlambatan satu hari saja mempengaruhi jadwal pemilihan presiden. ”Kami semua bekerja sampai subuh untuk rekapitulasi ini,” katanya.

Andi mengatakan lambannya proses rekapitulasi suara itu karena beban panitia tingkat kecamatan menumpuk. Undang-undang memang mengatur, penghitungan dan rekapitulasi suara dari tempat pemungutan suara langsung dibawa ke kecamatan. Beda dengan Pemilu 2004, yang melalui desa. Menurut dia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 itu harus dievaluasi untuk kepentingan pemilu selanjutnya.

Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Abdul Mukhtie Fadjar juga membenarkan adanya pelanggaran. Menurut Mukhtie, Komisi melanggar undang-undang karena tak menetapkan hasil pemungutan suara tepat waktu. Namun undang-undang pemilu tak memuat sanksi pelanggaran itu.

Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform Hadar Gumay mengatakan keterlambatan rekapitulasi suara tidak menjadi soal hukum. Keterlambatan, katanya, terutama di tingkat nasional, bisa digugat sebagai pelanggaran administrasi pemilu.

Hadar mengatakan Komisi seharusnya bisa memperhitungkan waktu rekapitulasi suara. Kalau ini memang memberatkan, Komisi bisa mengajukan perubahan sebelum undang-undang itu berlaku. Penghitungan juga seharusnya bisa diperkirakan melalui simulasi. ”Penyelenggara pemilu memang tidak cukup kreatif,” ujar Hadar.

Rekapitulasi juga bisa berjalan tepat waktu kalau Komisi bekerja lebih cepat. Paling tidak, Hadar menyarankan Komisi lebih tegas terhadap kabupaten/kota atau provinsi. Komisi juga bisa menambah tenaga dalam proses rekapitulasi. ”Kalau terlambat, akan membuat orang tidak percaya terhadap hasil pemilu,” kata Hadar.

Yandi M.R., Pramono (Jakarta), Hari Tri Wasono (Kediri), Ika Ningtyas (Banyuwangi), Rohman Taufiq (Surabaya), Bernada Rurit (Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus