Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font size=2 color=#FF0000>Komisi Pemilihan Umum</font><br />Sakit Hati, KPU Diganti

Dewan Perwakilan Rakyat ngebut merevisi aturan penyelenggara pemilu. Ingin cepat mengganti anggota Komisi Pemilihan Umum.

31 Mei 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETUA Komisi Pemilihan Umum Abdul Hafiz Anshary jadi bulan-bulanan. Kamis pekan lalu, bersama dua komisioner lainnya, Syamsul Bahri dan Endang Sulastri, ia dicecar anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat soal kisruh pemilihan kepala daerah. ”KPU itu kerjanya bagaimana, sih?” kata anggota Fraksi Golkar, Nurul Arifin. Wa Ode Nurhayati dari Partai Amanat Nasional ikut ngomel. ”Di mana netralitas KPU dalam pemilihan kepala daerah?”

Bukan kali ini KPU dihujani kritik pedas. Komisi Pemilihan Umum dan DPR memang sudah lama tak akur. Beberapa anggota DPR sempat memboikot rapat dengan KPU. ”Rapat selalu panas karena beberapa anggota partai sakit ha­ti dengan hasil pemilu tahun lalu,” kata sumber Tempo.

Pangkal kekesalan itu adalah kisruh daftar pemilih tetap dalam Pemilihan Umum 2009. Politikus DPR menduga KPU tak netral dan cenderung membela Partai Demokrat. DPR sempat membentuk panitia khusus hak angket. Panitia yang didukung oleh PDIP, Golkar, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan ini membuat rekomendasi kepada pemerintah agar anggota KPU dipecat. ”Mereka semakin geram karena rekomendasi itu tak dijalankan,” kata sumber tadi.

Anggota Fraksi PDIP, Arif Wibowo, tak menutupi kekesalan itu. Sejak awal partainya menghendaki para komisio­ner KPU dipecat lewat peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau lewat keputusan presiden—dua aturan yang dengan cepat bisa memberhentikan anggota KPU.

Tapi ketika itu yang berteriak cuma PDIP. Partai lain seperti Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera berpendapat pemecatan anggota KPU sebaiknya dilakukan dengan merevisi Undang-Undang Penyelenggara Pemilihan Umum. ”Revisi adalah proses yang paling rasio­nal. Pemecatan membuat anggota KPU merasa tidak dihargai,” ujar politikus Par­tai Keadilan, Agus Purnomo. Namun,­ dibandingkan dengan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau keputusan presiden, cara ini memakan waktu lebih panjang. Karena minoritas, PDIP mengalah. ”Satu-satunya cara me­mang cuma revisi undang-undang, tapi ya harus dipercepat,” kata Arif.

Sekarang Komisi II solid mempercepat penyelesaian revisi aturan untuk mengganti pengurus Komisi Pemilihan Umum. Politikus Partai Golkar Basuki Tjahaja Purnama membantah aksi itu dilakukan karena sakit hati. ”Revisi dibuat agar KPU punya waktu lebih lama untuk mempersiapkan Pemilu 2014,” katanya. Anggota Fraksi Partai Keadilan, Mahfudz Siddiq, menar­getkan revisi beres tahun ini. ”Isinya teknis, jadi pasti bisa cepat selesai,” ujarnya.

Dalam draf revisi Undang-Undang Penyelenggara Pemilihan Umum tanggal 17 Mei 2010 yang diperoleh Tempo, ada dua pasal yang bakal dipakai untuk memangkas masa kerja anggota KPU. Pasal pertama menyatakan, pembentukan KPU baru selambat-lambatnya dilakukan pada 2011—tiga tahun sebe­lum pelaksanaan Pemilihan Umum 2014. Padahal masa jabatan Hafiz dan anggotanya hingga 2012. Masalah ini dibereskan dengan pasal kedua: KPU masa bakti 2007-2012 otomatis berakhir jika KPU yang baru dilantik.

Agar komisioner baru cepat terpilih, dibuat pula perubahan mekanisme pemilihan. Calon anggota KPU yang semula disodorkan pemerintah kepada DPR kini cukup diusulkan tim seleksi. Tim ini terdiri atas 11 orang: enam dari DPR dan sisanya dari pemerintah.

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fau­zi memilih tak berkomentar tentang hal ini. ”Revisi itu inisiatif DPR, nanti saja kami bicara kalau sudah disampaikan DPR,” katanya.

Anggota Komisi Pemilihan Umum, Syamsul Bahri, mengaku tak pusing de­ngan rencana DPR. ”Itu wila­yah mereka, kami ikut saja.” Cuma ia berkeberatan kalau terus disalahkan dalam kisruh Pemilu 2009. ”Yang memilih kami dulu kan mereka juga,” katanya.

Oktamandjaya Wiguna

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus