Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JALAN yang seolah lempang itu ternyata berliku. Awal Maret la lu beredar kabar militer Ameri ka Serikat akan memperbaiki hubungan dengan Komando Pasukan Khusus Tentara Nasional Indonesia. Tapi dua pekan lalu Kedutaan Amerika Serikat di Jakarta mengeluarkan pernyataan: soal pencairan hubungan dengan Kopassus, ”AS belum punya keputusan apa-apa.” Amerika bahkan tetap mendesak pemerintah Indonesia menye lidiki pelanggaran hak asasi manusia oleh anggota TNI serta mengadili para pelaku nya—sesuatu yang selama ini membekukan hubungan militer Amerika dan Indonesia.
Kabar baik awalnya bertiup tiga bulan lalu. Ketika itu, untuk pertama kalinya sejak kerja sama militer Amerika-Indonesia dihentikan pada 1999, perwira Kopassus diizinkan masuk Amerika. Maret lalu, Komandan Jenderal Ko passus Brigadir Jenderal Lodewijk F. Paulus berkunjung ke Amerika bersa ma perwakilan dari Kementerian Pertahanan, TNI, dan Kementerian Luar Negeri. Di Negeri Abang Sam, mereka menemui sejumlah pejabat Amerika. ”Untuk negosiasi dalam rangka pemulihan latihan bersama,” ujar Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kemen te ri an Pertahanan Brigadir Jenderal I Wayan Midhio, Jumat pekan lalu.
Akibat insiden penghilangan paksa dan kekerasan pascajajak pendapat di Timor Leste pada 1999, Amerika memutus kerja sama militer dengan Indonesia. Tindakan itu diambil berdasarkan Leahy Law yang diusulkan Senator Patrick J. Leahy. Intinya, militer Amerika dilarang melatih militer asing yang melanggar hak asasi manusia.
Tapi demokratisasi di Indonesia membuat Amerika berubah pikiran. Pada 2005, beberapa program kerja sama militer Indonesia-Amerika yang sebelumnya beku telah dicairkan kembali. Prog ram itu adalah Pendidikan dan Pelatihan Militer (IMET), Perdagangan Militer Luar Negeri, Pendanaan Militer Luar Negeri, dan program Defence Export. Sayangnya, kerja sama itu tak berlaku bagi Kopassus.
Telah berkali-kali Indonesia menge tuk pintu. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari PDI Perjuangan, Helmy Fauzi, misalnya, telah dua kali dikirim ke Amerika untuk membujuk petinggi kementerian pertahanan, kementerian luar negeri, dan anggota kongres negara itu. Helmy mengaku optimistis. ”Saya lihat Amerika punya kepentingan untuk menjalin hubungan erat dengan militer Indonesia,” katanya. Seorang se nator Amerika, Christopher Bond, bahkan, ”Betul-betul merasa Amerika perlu menjalin hubungan dengan Indo nesia,” ujar Helmy. ”Saya juga menjelaskan bahwa tak ada lagi dwifungsi di Indonesia.” TNI juga dilarang berbisnis dan ada rancangan undang-undang tentang peradilan militer. Menurut Wayan Midhio, Indonesia pada 2005, 2007, dan Maret lalu telah mengirim tim untuk bernegosiasi. ”Untuk memberikan penjelasan apa yang telah kita lakukan,” katanya.
Tapi, soal Kopassus, Amerika berkeras hati. Pertengahan Mei lalu, beberapa anggota Kongres dan Senat, di antaranya John F. Kerry, Patrick Leahy, Christopher Smith, dan Frank R. Wolf, mengirim surat kepada Menteri Luar Negeri Amerika Hillary R. Clinton dan Menteri Pertahanan Robert M. Gates tentang rencana pemulihan kerja sama dengan Kopassus. Mereka tetap mempersoalkan masih adanya pelanggar hak asasi manusia dalam tubuh TNI.
Dihadang di Amerika, di dalam negeri rencana pemulihan kerja sama militer Amerika-Kopassus juga ditentang. ”Selama tidak ada keadilan, kita menolak kerja sama militer Amerika, terutama dengan Kopassus,” ujar Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Usman Hamid. ”Kami terus melobi berbagai pihak, termasuk menyurati Presiden Obama.” Usman menyesali, penghilangan orang, penculikan, dan pembunuhan yang melibatkan Kopassus sampai sekarang tidak diakui dan tidak pernah dipertanggungjawabkan.
Purwani Diyah Prabandari
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo