Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font size=2 color=#FF6600><B>Kurnia Ahmadi,</B> Direktur Pelaksana PT Ario Bimo:</font><br />Kami Tak Berniat Membangun Mal

2 Agustus 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGELOLAAN Sekretariat Negara atas kawasan olahraga Senayan kembali jadi sorotan. Kali ini rencana PT Ario Bimo Laguna Perkasa membangun pusat rekreasi keluarga di atas lahan bekas Taman Ria Senayan diprotes kanan-kiri. Dewan Perwakilan Rakyat berkeras meminta lahan itu dikembalikan menjadi hutan kota.

Sekretariat Negara menyatakan tak keberatan memenuhi permintaan Dewan, tapi terikat perjanjian dengan PT Ario Bimo. Menurut kontrak, perusa­haan milik politikus Partai Golkar Sharif Cicip Sutarjo itu masih punya hak atas tanah Taman Ria sampai 2027.

Kepada Wahyu Dhyatmika dari Tempo, Direktur Pelaksana PT Ario Bimo, Kurnia Ahmadi, menjelaskan posisi­ ­perusahaannya dalam kisruh tanah Taman Ria, Jumat pekan lalu.

Sejak kapan Anda tahu keberatan DPR?

Pekan lalu saya sempat diundang ke rapat Panitia Kerja Aset Negara di Komisi II DPR, bersama Pusat Pengelo­laan Kompleks Gelora Bung Karno. Saat itu ada anggota DPR yang memin­ta pembangunan di kawasan kami tidak usah dilanjutkan dulu. Niatnya baik, untuk menghindari kerugian kami jika ada keputusan lain mengenai pengelolaan tanah Taman Ria.

Sekretariat Negara menuding Ario Bimo terlambat melakukan pembangunan di Taman Ria, benarkah?

Dalam perjanjian terakhir yang ditandatangani pada Juli 2008, masa konstruksi memang ditetapkan dua tahun. Pada tahun ketiga, kami diminta mulai membangun. Tapi, ada klausul, kalau masa dua tahun itu tidak cukup, kami bisa memohon perpanjangan. Sekretariat Negara mempertanyakan keterlambatan pembangunan pada pertengahan Juli lalu, dan kami sudah memberikan penjelasan.

Mengapa terlambat?

Kami sudah mendapat izin prinsip pendahuluan, atau izin mendirikan bangunan sementara, dan sudah mulai memasang tiang pancang untuk fondasi, ketika ribut-ribut ini terjadi. Seharusnya analisis mengenai dampak lingkungan sudah keluar karena semua persyaratan sudah kami penuhi.

Sekarang pembangunan malah disegel....

Kami tidak tahu apa salah kami. Kalau disebut membuat kemacetan, kenapa cuma kami yang disalahkan? Bagaimana dengan bangunan lain yang sudah ada sebelumnya di kawasan Senayan?

Ada kabar DPR keberatan jika Ario Bimo membangun mal....

Kami tidak pernah berniat membangun mal. Kami tidak akan mampu bersaing dengan Plaza Senayan, Senayan City, dan pusat belanja lain di Senayan yang lahannya jauh lebih luas. Kami berencana membangun pusat rekreasi keluarga, semacam food and beverages center, di atas sepuluh persen lahan Taman Ria. Sisanya akan menjadi taman rekreasi terbuka hijau untuk umum.

Anda menggandeng Lippo?

Mitra strategis kami, Lippo dan Nikko, kami undang karena punya pengalaman dan kemampuan yang kami butuhkan untuk mengembangkan kawasan Taman Ria. Hak pengelolaan lahan tetap pada Ario Bimo.

Bagaimana Ario Bimo bisa mendapat hak pengelolaan lahan ini?

Awalnya, pada April 1995, kami diper­caya oleh Yayasan Karya Bhakti­ Ria Pembangunan untuk membangun pusat rekreasi remaja di sana. Yayasan­ mendapat hak pengelolaan lahan 11 hektare itu dari Sekretariat Negara selama 35 tahun, sampai 2027. Namun, pada 2004, pemerintah mencabut hak pengelolaan dari Yayasan Ria Pemba­ngunan. Kami tak tahu kenapa, itu urusan Sekretariat Negara.

Pada 2008 Sekretariat Negara memberikan hak pengelolaan kepada Ario Bimo, bagaimana prosesnya?

Itu bukan perjanjian baru. Setneg meminta kami meneruskan perjanji­an yang sudah ada. Jadi, hanya pemilik lahan yang berubah dari Yayasan Ria Pembangunan menjadi langsung ke Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno. Karena kami sebagai mitra swasta sudah ada di sana sejak awal, ya tinggal diteruskan.

Apa langkah Ario Bimo setelah Sekretariat Negara meminta renegosiasi perjanjian?

Kami selalu kooperatif dan berusaha memenuhi apa pun yang diinginkan Pusat Pengelolaan Gelora Bung Karno. Sampai saat ini kami masih belum clear soal bagian mana dari perjanjian yang hendak dinegosiasikan ulang. Namun, selama permintaannya masuk akal, kenapa tidak?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus