Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
IWAN Kuswandi tampak bingung ketika ditanya apakah benar tempat itu kantor Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia, yang dua pekan lalu baru mendaftarkan diri ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dia juga menggeleng ketika nama-nama pengurus teras partai itu disebutkan. "Enggak pernah ke sini, tuh,"katanya Jumat siang pekan lalu ketika sedang duduk di sofa dan membaca koran di lobi rumah dua lantai itu.
Iwan lalu menunjuk ruangan lain di lantai satu, yang ternyata kantor majalah bulanan di bidang bisnis minyak dan gas. Di majalah itu, ia duduk sebagai pemimpin umum. "Kantor ini milik Pak Ali Mubarok," katanya sambil menunjuk kediaman orang yang ia sebut. Telunjuknya mengarah ke satu rumah bertingkat lainnya, persis berseberangan, di Jalan Pengadegan Timur Raya itu. Ali Mubarok adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2004-2009 dari Partai Kebangkitan Bangsa.
Hampir tak ada tanda-tanda markas partai politik di rumah yang berdiri sekitar 100 meter dari sebuah lembaga pendidikan bahasa asing itu. Tapi, selang beberapa menit kemudian, muncullah Said, yang baru selesai mandi. Pria 30-an tahun itu kemudian membuka ruangan lain seluas sekitar 18 meter persegi di rumah itu, dan memastikan di situlah kantor Partai Kedaulatan. "Memang belum ada apa-apa karena belum pindah," katanya.
Keadaan tak jauh berbeda terasa ketika Tempo hendak menemui Neneng A. Tuty di markas Partai Nasional Republik (Nasrep) di lantai lima Gedung Senatama di kawasan Kwitang, Jakarta Pusat. Seorang anggota staf PT Timor Putra Nasional, yang berkantor di lantai yang sama, memastikan bahwa selepas salat Jumat pekan lalu itu para pengurus partai sedang melakukan rapat di luar kantor, termasuk Neneng-yang untuk sementara duduk sebagai ketua umum.
Setelah ditunggu beberapa menit, pria itu datang lagi dan minta pertemuan diatur ulang. Pada saat bersamaan, di ruangan tersebut tampak beberapa orang sedang berbincang dengan seorang perempuan bercelana panjang hitam dan berbaju ungu di sofa untuk menerima tamu. Anggota staf tadi mulai terlihat agak pucat ketika semenit kemudian perempuan itu mengenalkan diri: dialah Neneng yang hendak ditemui.
Meski tak dikenali oleh staf di markasnya sendiri, Neneng meyakinkan bahwa dukungan bagi partai barunya datang bergelombang dari seluruh penjuru negeri. "Kami sampai kewalahan menampung banyaknya keinginan tokoh dan organisasi yang mau bergabung," kata Neneng, yang siang itu didampingi Iriansyah Busroni dan Budi Hartono, yang juga tercatat sebagai pendiri partai.
Ketiganya mengklaim bahwa partai yang mengusung Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto sebagai ketua dewan pembina itu disokong 16 partai kecil yang tak lolos parliamentary threshold pada pemilihan umum lalu. "Ada Partai Republik, Partai Buruh, Partai Merdeka, PPRN, dan sebagainya." Neneng sendiri tercatat sebagai wakil ketua umum di Partai Buruh dan Ketua Umum Laskar Merah Putih, organisasi pemuda yang juga menempatkan Tommy sebagai ketua dewan pembina.
Selain dari partai-partai yang tak lolos threshold, pendiri Nasrep datang dari kelompok yang kecewa terhadap Partai Hanura pimpinan Wiranto. Selain Iriansyah dan Budi Hartono, yang sempat tercatat sebagai wakil sekretaris jenderal di Hanura, tokoh yang bergabung adalah mantan Sekretaris Jenderal Partai Hanura Yus Usman Sumanegara.
Dengan dukungan itu, Neneng memastikan partainya akan lolos verifikasi untuk berlaga pada Pemilihan Umum 2014. "Mereka bersemangat membiayai dan menyediakan kantor sendiri di daerah-daerah," ujarnya.
Optimisme yang sama dinyatakan Imron Rosyadi Hamid, Sekretaris Jenderal Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia. Menurut dia, partainya didirikan untuk menampung suara kaum nahdliyin pengikut Abdurrahman Wahid yang tak mau lagi masuk Partai Kebangkitan Bangsa pimpinan Muhaimin Iskandar. Ia mengklaim jumlah mereka mencapai tujuh-delapan juta suara.
"Di Jawa Timur saja, penurunan suara PKB pada Pemilu 2009 sekitar 72 persen dibanding perolehan 2004," Imron memberikan contoh. "Para pengikut Gus Dur ini tak mau mencoblos PKB Muhaimin karena wedi dosa (takut berdosa) atau takut kualat. Suara mereka ini yang hendak kami selamatkan." Ia mengakui "faktor Gus Dur" itulah senjata utama mereka dalam menggaet konstituen.
Namun, apa pun modal yang mereka miliki, jalan bagi partai-partai baru ini tak akan mudah. Selain Partai Kedaulatan dan Partai Nasrep, sampai akhir pekan lalu tercatat dua partai baru lagi telah mendaftar ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Keduanya adalah Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dan Partai Persatuan Nasional. Adapun partai lama yang mendaftar baru Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Keempat pendatang baru ini akan dihadang oleh persyaratan lebih berat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011, yang akan diverifikasi mulai 22 Agustus sampai 7 Oktober tahun ini. "Harus ada kepengurusan di semua provinsi, 75 persen kabupaten/kota, dan 50 persen kecamatan," kata Ario Priojati, Kepala Seksi Pendaftaran Partai Politik Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. "Sedangkan dalam undang-undang lama hanya 75 persen provinsi, 50 persen kabupaten, dan 25 persen kecamatan." Ia menambahkan, "Kantor partai juga harus tetap ada sejak dua setengah tahun sebelum pemilu. Ini cukup berat dari sisi keuangan."
Bagi partai lama yang sudah lolos pada 2009 pun, verifikasi dengan ketentuan anyar ini belum tentu mudah dilalui. "Kalau melihat beratnya persyaratan, ada kemungkinan jumlah partai memang akan berkurang pada 2014," ujar Ario.
Y. Tomi Aryanto, St. Teguh Pramono
1. Partai Persatuan Nasional
Gabungan dari sepuluh partai politik peserta Pemilihan Umum 2009 yang tak lolos ambang batas parlemen: Partai Persatuan Daerah, Partai Demokrasi Pembaruan, Partai Patriot, Partai Nasional Benteng Kerakyatan, Partai Matahari Bangsa, Partai Pemuda Indonesia, Partai Kasih Demokrasi Indonesia, Partai Pelopor, Partai Indonesia Sejahtera, dan Partai Penegak Demokrasi Indonesia.
2. Partai Nasional Demokrat (Nasdem)
Menjadi semacam sayap politik organisasi massa Nasional Demokrat yang dipimpin Surya Paloh dan tokoh lain seperti Sri Sultan Hamengku Buwono X, Syamsul Muarif, Budiman Sudjatmiko, dan Ferry Mursyidan Baldan.
3. Partai Nasional Republik (Nasrep)
Para pendirinya mengklaim mereka terhimpun dari 16 partai kecil yang tak lolos parliamentary threshold pada Pemilihan Umum 2009 serta beberapa tokoh sempalan Partai Hanura.
4. Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia
Diklaim sebagai wadah baru bagi para warga Nahdlatul Ulama pengikut Abdurrahman Wahid yang kecewa terhadap Partai Kebangkitan Bangsa versi Muhaimin Iskandar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo