Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil menggagas petisi daring untuk menyatakan sikap terhadap penolakan kembalinya dwifungsi militer dalam revisi Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI atau UU TNI. Sejak dua hari diluncurkan, lebih dari 12 ribu orang telah menandatangani petisi tolak RUU TNI tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan Editor:Kejanggalan Pembahasan Kilat Revisi UU TNI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Petisi itu diunggah melalui situs change.org dengan judul Tolak Kembalinya Dwifungsi melalui Revisi UU TNI. Berdasarkan data yang dilihat Tempo pada Selasa, 18 Maret 2025 pukul 07.20, sebanyak 12.691 orang telah menandatangani petisi penolakan terhadap RUU TNI tersebut.
Petisi ini digagas oleh ratusan orang dan lembaga yang menolak kembalinya dwifungsi militer dalam pembahasan RUU TNI. "Kami menilai agenda revisi UU TNI tidak memiliki urgensi transformasi TNI ke arah yang profesional," kata Koalisi Masyarakat Sipil dalam rilis petisi itu, pada Ahad, 16 Maret 2025.
Koalisi Masyarakat Sipil mengkhawatirkan rancangan UU TNI itu justru akan melemahkan profesionalisme militer sebagai alat pertahanan negara. Koalisi berpendapat, seharusnya DPR dan pemerintah lebih mendorong agenda reformasi peradilan militer.
Koalisi menilai, revisi UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer itu lebih penting untuk dibahas ketimbang RUU TNI. "Karena agenda itu merupakan kewajiban konstitusional negara untuk menjalankan prinsip persamaan di hadapan hukum bagi semua warga negara, tanpa terkecuali," ujarnya.
Adapun DPR dan pemerintah tetap memilih untuk melanjutkan pembahasan RUU TNI ini, meski di tengah penolakan dari publik. DPR tak menutup kemungkinan bila RUU TNI ini akan dibawa dan disahkan dalam rapat paripurna pada Kamis, 20 Maret 2025.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, bahwa pihaknya memahami munculnya gerakan penolakan terhadap pembahasan RUU TNI dari masyarakat. Namun, Dasco mengimbau agar sikap itu dibarengi dengan kejelian dalam mencerna informasi yang beredar di media sosial.
"Penolakan di media sosial itu substansi dan masalah dari pasal yang ada tidak sesuai dengan yang dibahas," kata Dasco dalam konferensi pers di komplek Parlemen Senayan, Senin, 17 Maret 2025.
Dasco mengatakan dalam prosesnya hanya ada tiga pasal yang diakomodasi masuk ke dalam revisi UU TNI. Ketiga Pasal itu adalah Pasal 3, Pasal 47, dan Pasal 53.
Menurut Dasco, secara prinsip dan tujuan, pembahasan ketiga pasal itu dilakukan sebagai bentuk penguatan internal TNI serta upaya mengakomodasi ketentuan yang ada di peraturan instansi lain. Misalnya ihwal penempatan militer aktif di sejumlah jabatan sipil. "Bahwa kemudian ada berkembang tentang dwifungsi, saya rasa kalau sudah lihat pasalnya akan lebih paham," kata Ketua Harian DPP Partai Gerindra itu.