Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

14 Tahun, Tanpa Rektor

Sejak berdiri Universitas Negeri Jambi tak punya rektor. Tuntutan mahasiswa agar Universitas itu dipimpin seorang rektor belum berhasil. Malahan mereka diminta tidak mengungkit masalah rektor.

28 Mei 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UNIVERSITAS Negeri Jambi (Unjam), April kemarin, merayakan Dies Natalis ke-14 Namun universitas yang hanya memiliki fakultas pertanian, peternakan, hukum dan ekonomi itu bukan saja belum pernah menghasilkan sarjana lengkap, tapi juga belum pernah sekalipun mempunyai seorang rektor. Unjam selama ini dipimpin oleh sebuah presidium yang sekarang diketuai Gubernur Djamaluddin Tambunan ex officio. Beberapa kali kalangan di sana, terutama para mahasiswa, menuntut agar universitasnya dipimpin seorang rektor. Tapi perguruan tinggi yang kini mempunyai mahasiswa sekitar 800 orang dan lulusan sarjana muda sekitar 160 orang itu, sebagaimana dua universitas negeri lainnya (Universitas Negeri Riau dan Universitas Negeri Palangkaraya) masih tetap saja belum mendapatkannya. Berbagai pejabat dari Jakarta yang datang ke Jambi tidak perduli, dari P & K atau bukan, sering ditanyai soal itu oleh para mahasiswa. Misalnya Gubernur Lemhanas yang mengadakan kuliah umum di Unjam pernah oleh mahasiswa ditanyakan soal yang serupa. Tentu saja tidak bisa dijawab tegas, karena yang bersangkutan merasa tidak punya wewenang dalam urusan itu. Kabarnya, mahasiswa yan menanyakan soal rektor ini sempat dipanggil presidium untuk diperingatkan. Begitu juga ketika Menteri P&K memberikan ceramah umum dalam rangka perayaan dies, 18 April yang lalu, pertanyaan tertulis mahasiswa yang diajukan terkena sensor pimpinan universitas. Untung Menteri akhirnya sempat mengetahui keluhan para mahasiswa itu. Ia menganjurkan agar Unjam, lewat Senat Universitas, mengajukan calon rektor melalui prosedur yang memenuhi syarat. Dekan 13 Tahun Universitas yang kini hanya punya dosen tetap sebanyak 47 orang itu tampaknya dalam keadaan hidup segan, mati tak mau. Kekurangan staf pengajar dilakukan misalnya dengan minta bantuan Dinas-Dinas Jawatan yang ada di propinsi itu. Dan tak semua tenaga sarjana mau menyumbangkan tenaganya. "Barangkali karena honornya kecil", ucap seorang dosen di sana. Karena itu tenaga pengajar dari luar yang mau membantu Unjam kebanyakan masih kelas yunior. Mungkin karena sedikitnya tenaga di perguruan tinggi itu menyebabkan pimpinan fakultas pun misalnya tidak dipilih untuk masa jabatan yang biasa berlaku. Dekan keempat fakultas di sana selama ini masih berstatus "pejabat sementara". Mereka bukan hasil pemilihan, melainkan hasil tunjukan presidium. Dan rata-rata sudah memegang jabatan tersehut antara lima sampai tiga belas tahun. Begitu juga pimpinan universitas yang berbentuk presidium itu rupanya turut membantu tidak lancarnya perkembangan perguruan tinggi tersebut. Ketika berdiri pada bulan April 1963 yang lalu, Unjam dipimpin oleh presidium yang terdiri dari tiga orang. Kemudian ketika ketuanya dipegang oleh HA Manap, Gubernur Jambi waktu itu, anggota presidium ditambah dengan para pejabat Muspida. Apa kerja anggota presidium itu bagi perkembangan Unjam tidak jelas. Yang pasti, ketika para pejabat daerah itu satu per satu pindah tugas ke daerah lain, Nur Atmadibrata, Gubernur Jambi berikutnya, yang otomatis jadi Ketua Presidium, tidak mengisi kekosongan anggota itu. Kini, Gubernur Tambunan sebagai Ketua Presidium dibantu tiga anggota yang terdiri dari tenaga tetap yang senior. Tapi meskipun barangkali susunan dan anggota presidium yang terakhir ini lumayan, beberapa kalangan di Unjam masih juga menuntut agar perguruan tinggi yang memang banyak dibantu Pemda dalam soal biaya ini dipimpin seorang rektor. Perlukah Unjam memiliki seorang rektor? "Rektor memang perlu", ucap Rozali Abdullah SH, Humas Unjam, "narnun rektor bukan satu-satunya jalan untuk menyelesaikan masalah. Sebab kalau pun ada rektor memang kita sudah maju selangkah, tapi kemelut yang ada di Unjam belum tentu bisa selesai". Sementara itu menurut Prof. Samaun Samadikun, Direktur Sarana Akademis P&K, persoalan rektor di tiga universitas negeri yang sampai kini masih dipimpin oleh presidium itu masih jadi pelsoalan yang sedang diteliti. "Rektor di ketiga universitas itu memang sedang digarap. Tapi tahun berapa rektor itu akan diberikan kita masih belum tahu", katanya. Menurut Samaun Samadikun, masih banyak kesulitan yang dihadapi. "Mengganti presidium dengan rektor baru, merupakan suatu lompatan. Misalnya fasilitas yang masih minim dan staf pengajar yang belum kuat masih merupakan hambatan bagi universitas-universitas tersebut", tambah Samaun Samadikun. Satu pelajaran lagi bahwa universitas tak dapat diadakan hanya karena kepingin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus