UNIVERSITAS Negeri Jambi (Unjam), April kemarin, merayakan Dies
Natalis ke-14 Namun universitas yang hanya memiliki fakultas
pertanian, peternakan, hukum dan ekonomi itu bukan saja belum
pernah menghasilkan sarjana lengkap, tapi juga belum pernah
sekalipun mempunyai seorang rektor. Unjam selama ini dipimpin
oleh sebuah presidium yang sekarang diketuai Gubernur
Djamaluddin Tambunan ex officio.
Beberapa kali kalangan di sana, terutama para mahasiswa,
menuntut agar universitasnya dipimpin seorang rektor. Tapi
perguruan tinggi yang kini mempunyai mahasiswa sekitar 800 orang
dan lulusan sarjana muda sekitar 160 orang itu, sebagaimana dua
universitas negeri lainnya (Universitas Negeri Riau dan
Universitas Negeri Palangkaraya) masih tetap saja belum
mendapatkannya.
Berbagai pejabat dari Jakarta yang datang ke Jambi tidak
perduli, dari P & K atau bukan, sering ditanyai soal itu oleh
para mahasiswa. Misalnya Gubernur Lemhanas yang mengadakan
kuliah umum di Unjam pernah oleh mahasiswa ditanyakan soal yang
serupa. Tentu saja tidak bisa dijawab tegas, karena yang
bersangkutan merasa tidak punya wewenang dalam urusan itu.
Kabarnya, mahasiswa yan menanyakan soal rektor ini sempat
dipanggil presidium untuk diperingatkan. Begitu juga ketika
Menteri P&K memberikan ceramah umum dalam rangka perayaan dies,
18 April yang lalu, pertanyaan tertulis mahasiswa yang diajukan
terkena sensor pimpinan universitas. Untung Menteri akhirnya
sempat mengetahui keluhan para mahasiswa itu. Ia menganjurkan
agar Unjam, lewat Senat Universitas, mengajukan calon rektor
melalui prosedur yang memenuhi syarat.
Dekan 13 Tahun
Universitas yang kini hanya punya dosen tetap sebanyak 47 orang
itu tampaknya dalam keadaan hidup segan, mati tak mau.
Kekurangan staf pengajar dilakukan misalnya dengan minta bantuan
Dinas-Dinas Jawatan yang ada di propinsi itu. Dan tak semua
tenaga sarjana mau menyumbangkan tenaganya. "Barangkali karena
honornya kecil", ucap seorang dosen di sana. Karena itu tenaga
pengajar dari luar yang mau membantu Unjam kebanyakan masih
kelas yunior.
Mungkin karena sedikitnya tenaga di perguruan tinggi itu
menyebabkan pimpinan fakultas pun misalnya tidak dipilih untuk
masa jabatan yang biasa berlaku. Dekan keempat fakultas di sana
selama ini masih berstatus "pejabat sementara". Mereka bukan
hasil pemilihan, melainkan hasil tunjukan presidium. Dan
rata-rata sudah memegang jabatan tersehut antara lima sampai
tiga belas tahun.
Begitu juga pimpinan universitas yang berbentuk presidium itu
rupanya turut membantu tidak lancarnya perkembangan perguruan
tinggi tersebut. Ketika berdiri pada bulan April 1963 yang lalu,
Unjam dipimpin oleh presidium yang terdiri dari tiga orang.
Kemudian ketika ketuanya dipegang oleh HA Manap, Gubernur Jambi
waktu itu, anggota presidium ditambah dengan para pejabat
Muspida.
Apa kerja anggota presidium itu bagi perkembangan Unjam tidak
jelas. Yang pasti, ketika para pejabat daerah itu satu per satu
pindah tugas ke daerah lain, Nur Atmadibrata, Gubernur Jambi
berikutnya, yang otomatis jadi Ketua Presidium, tidak mengisi
kekosongan anggota itu. Kini, Gubernur Tambunan sebagai Ketua
Presidium dibantu tiga anggota yang terdiri dari tenaga tetap
yang senior. Tapi meskipun barangkali susunan dan anggota
presidium yang terakhir ini lumayan, beberapa kalangan di Unjam
masih juga menuntut agar perguruan tinggi yang memang banyak
dibantu Pemda dalam soal biaya ini dipimpin seorang rektor.
Perlukah Unjam memiliki seorang rektor? "Rektor memang perlu",
ucap Rozali Abdullah SH, Humas Unjam, "narnun rektor bukan
satu-satunya jalan untuk menyelesaikan masalah. Sebab kalau pun
ada rektor memang kita sudah maju selangkah, tapi kemelut yang
ada di Unjam belum tentu bisa selesai".
Sementara itu menurut Prof. Samaun Samadikun, Direktur Sarana
Akademis P&K, persoalan rektor di tiga universitas negeri yang
sampai kini masih dipimpin oleh presidium itu masih jadi
pelsoalan yang sedang diteliti. "Rektor di ketiga universitas
itu memang sedang digarap. Tapi tahun berapa rektor itu akan
diberikan kita masih belum tahu", katanya. Menurut Samaun
Samadikun, masih banyak kesulitan yang dihadapi. "Mengganti
presidium dengan rektor baru, merupakan suatu lompatan. Misalnya
fasilitas yang masih minim dan staf pengajar yang belum kuat
masih merupakan hambatan bagi universitas-universitas tersebut",
tambah Samaun Samadikun. Satu pelajaran lagi bahwa universitas
tak dapat diadakan hanya karena kepingin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini