Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Bendera hitam: dosen bolos

Aksi corat-coret terjadi di fakultas kedokteran, universitas samratulangi, manado. gara-gara 10% bagi yang terlambat membayar spp dan dosen yang sering bolos.

28 Mei 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CORETAN dinding dan bendera hitam setengah tiang, 16 Mei pekan lalu, menyerang Fakultas Kedokteran Universitas Samratulangi (Unsrat), Manado. Kampus yang terletak dalam kompleks rumahsakit Gunung Wenang itu ramai dengan berbagai coretan. Misalnya: "Mahasiswa Tidak Bisa Menutup Mata Atas Kepincangan-Kepincangan Yang Terjadi Dalam Fakultas", "Quo Vadis FK Unsrat", "Back to campus dosen-dosen yang gentayangan selama jam kerja", dan lain-lain. Peristiwa yang jarang terjadi, setidaknya dalam waktu 10 tahun terakhir ini di Manado, sempat mengundang masyarakat setempat (dan petugas intel) untuk menyimaknya baikbaik. Apalagi suasana pemilu masih berbekas. Sehingga banyak dugaan kerusuhan mahasiswa kedokteran itu ada hubungannya dengan perkara pemungutan suara. Betulkah? "Yak ada sangkutannya dengan soal lain, apalagi dengan pemilu", ujar D. Masengi, Ketua Senat FK. Peristiwa itu merupakan soal intern. Itu nampaknya memang tergambarkan lewat coretan tadi. Misalnya tentang SPP: "Mana bisa SPP harus dikenakan denda bila bayar terlambat, 'kan itu sumbangan, bukan pajak", keluh seorang mahasiswa kepada Phill M. Sulu dari TEMPO. Memang di sana ada peraturan denda, sebesar 10, bagi mahasiswa yang terlambat bayar SPP. Ini berlaku untuk seluruh fakultas di Unsrat. Namun kegondokan ke 500 mahasiswa kedokteran itu bukan melulu karena adanya peraturan yang menyangkut SPP yang besarnya Rp 45 ribu setahun. Beberapa faktor lain, misalnya masalah staf pengajar yang jarang hadir di kelas, turut mematangkan kejadian Senin pagi itu. Dosen FK Unsrat yang jumlahnya 100 orang itu, menurut pengamatan mahasiswa, lebih banyak memberikan pelajaran lewat asistennya. Sang asisten membacakan diktat dan mahasiswa diharuskan menyediakan kaset untuk merekam. Jadi menurut mahasiswa, dosen yang jarang hadir itu selalu memperoleh uang honor yang terus jalan. Bahkan bukubuku baru di perpustakaan kebanyakan beredar di kalangan dosen. Mahasiswa hanya kebagian buku lama. Nampaknya kejengkelan mahasiswa itu sudah berlangsung lama. "Sejak saya masih di tingkat dua, persoalan ini sudah mengganggu kami", ujar seorang mahasiswa tingkat empat. Seorang dosen memang mengakui: "Kalau tak ada api tentu tak ada asap". Menurut dr. Motta Ticoalu, Sekretaris FK Unsrat, selain peristiwa itu merupakan soal intern juga dianggap tidak ada apa-apanya dan bisa secepatnya diselesaikan. Namun tak jelas apakah para dosen sempat membaca semua coretan dinding pagi itu. Salah satu coretan berbunyi: "Paduka-paduka yang mulia, yang menamakan diri pemimpin, kami sudah bosan dengan janji palsu & kosong". Dan bendera hitam setengah tiang yang terpancang di halaman kampus hari itu sempat berkibar beberapa jam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus