CORETAN dinding dan bendera hitam setengah tiang, 16 Mei pekan
lalu, menyerang Fakultas Kedokteran Universitas Samratulangi
(Unsrat), Manado. Kampus yang terletak dalam kompleks rumahsakit
Gunung Wenang itu ramai dengan berbagai coretan. Misalnya:
"Mahasiswa Tidak Bisa Menutup Mata Atas Kepincangan-Kepincangan
Yang Terjadi Dalam Fakultas", "Quo Vadis FK Unsrat", "Back to
campus dosen-dosen yang gentayangan selama jam kerja", dan
lain-lain.
Peristiwa yang jarang terjadi, setidaknya dalam waktu 10 tahun
terakhir ini di Manado, sempat mengundang masyarakat setempat
(dan petugas intel) untuk menyimaknya baikbaik. Apalagi suasana
pemilu masih berbekas. Sehingga banyak dugaan kerusuhan
mahasiswa kedokteran itu ada hubungannya dengan perkara
pemungutan suara. Betulkah? "Yak ada sangkutannya dengan soal
lain, apalagi dengan pemilu", ujar D. Masengi, Ketua Senat FK.
Peristiwa itu merupakan soal intern. Itu nampaknya memang
tergambarkan lewat coretan tadi. Misalnya tentang SPP: "Mana
bisa SPP harus dikenakan denda bila bayar terlambat, 'kan itu
sumbangan, bukan pajak", keluh seorang mahasiswa kepada Phill M.
Sulu dari TEMPO. Memang di sana ada peraturan denda, sebesar 10,
bagi mahasiswa yang terlambat bayar SPP. Ini berlaku untuk
seluruh fakultas di Unsrat.
Namun kegondokan ke 500 mahasiswa kedokteran itu bukan melulu
karena adanya peraturan yang menyangkut SPP yang besarnya Rp 45
ribu setahun. Beberapa faktor lain, misalnya masalah staf
pengajar yang jarang hadir di kelas, turut mematangkan kejadian
Senin pagi itu. Dosen FK Unsrat yang jumlahnya 100 orang itu,
menurut pengamatan mahasiswa, lebih banyak memberikan pelajaran
lewat asistennya. Sang asisten membacakan diktat dan mahasiswa
diharuskan menyediakan kaset untuk merekam. Jadi menurut
mahasiswa, dosen yang jarang hadir itu selalu memperoleh uang
honor yang terus jalan. Bahkan bukubuku baru di perpustakaan
kebanyakan beredar di kalangan dosen. Mahasiswa hanya kebagian
buku lama.
Nampaknya kejengkelan mahasiswa itu sudah berlangsung lama.
"Sejak saya masih di tingkat dua, persoalan ini sudah mengganggu
kami", ujar seorang mahasiswa tingkat empat. Seorang dosen
memang mengakui: "Kalau tak ada api tentu tak ada asap".
Menurut dr. Motta Ticoalu, Sekretaris FK Unsrat, selain
peristiwa itu merupakan soal intern juga dianggap tidak ada
apa-apanya dan bisa secepatnya diselesaikan. Namun tak jelas
apakah para dosen sempat membaca semua coretan dinding pagi itu.
Salah satu coretan berbunyi: "Paduka-paduka yang mulia, yang
menamakan diri pemimpin, kami sudah bosan dengan janji palsu &
kosong". Dan bendera hitam setengah tiang yang terpancang di
halaman kampus hari itu sempat berkibar beberapa jam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini