Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

2 Hakim MK Beda Alasan soal Putusan Kepala Daerah Bisa Jadi Capres-Cawapres

MK mengabulkan gugatan yang dilayangkan mahasiwa Universitas Surakarta (Unsa) bernama Almas Tsaqibbirru. Mengaku sebagai pengagum Gibran.

17 Oktober 2023 | 08.24 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sebagian demonstran di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, yang mendatangi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini, Senin 16 Oktober 2023. MK membacakan putusannya atas sejumlah gugatan terhadap batasan usia capres dan cawapres. Tempo/ I Gusti Ayu Putu Puspasari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Kontitusi (MK) mengabulkan syarat calon presiden dan wakil presiden atau capres-cawapres berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah. Putusan tersebut disetujui lima dari sembilan hakim MK dan diketok Ketua MK Anwar Usman pada Senin, 16 Oktober 2023.

Akan tetapi dua hakim di antara lima hakim yang setuju, yakni Enny Nurbanningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh, memiliki concurring opinion atau alasan berbeda. Keduanya setuju dengan putusan syarat kepala daerah menjadi capres-cawapres meski usia di bawah 40 tahun, tetapi hanya untuk kepala daerah tingkat provinsi.

"Saya memiliki alasan berbeda dalam mengabulkan sebagian dari petitum pemohonn, yakni berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai gubernur yang persyaratannya ditentukan oleh pembentuk undang-undang," kata Enny Nurbaningsih, Senin, 16 Oktober 2023, dikutip Tempo dari dokumen salinan putusan MK.

Enny Nurbaningsih menyampaikan alasan berbeda karena dalil pemohon telah spesifik menguraikan kaitan dengan berpengalaman sebagai kepala daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Namun sesuai dengan tingkatan dalam penyelenggaraan urusan, kata dia, maka dalam konteks ini gubernur sebagai kepala daerah otonom dan wakil pemerintah pusat yang relevan untuk mendekat pada level penyelenggara urusan pemerintahan yang lebih tinggi.

"Sehingga, alasan saya tersebut tidak menegasikan pandangan saya sebagai bagian yang memutus perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 dan Nomor 55/PUU-XXI/2023," tutur Enny.

Hal serupa disampaikan hakim konstitusi Daniel Yusmic. "Bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum di atas, saya berpendapat Pasal 169 huruf q UU 7/2017 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah tingkat provinsi'," kata Daniel. 

Adapun, kata Daniel, berdasarkan putusan terbaru, MK menegaskan bahwa syarat pendidikan, keahlian, dan pengalaman merupakan persyaratan yang secara substansial adalah esensial daripada persyaratan batas usia yang bersifat formal. Menurutnya, MK telah melonggarkan batas usia untuk menduduki jabatan publik dengan persyaratan "telah memiliki pengalaman atau berpengalaman" sebagaimana dalam Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 yang diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum pada 25 Mei 2023.

Daniel juga menuturkan, adanya syarat "telah memiliki pengalaman" akan memberikan pilihan kepada masyarakat untuk memilih calon pemimpin dengan berdasarkan rekam jejak. Secara hierarkis, kata dia, kepala daerah dengan tingkat kabupaten/kota yang berhasil memimpin daerahnya dalam batas penalaran yang wajar, yang bersangkutan berpeluang menjadi kepala daerah di tingkat provinsi.

"Demikian juga seseorang yang berpengalaman sebagai kepala daerah provinsi berpeluang menjadi calon presiden atau wakil presiden," ujar Daniel.

Adapun gugatan yang dikabulkan sebagian oleh MK tersebut adalah gugatan yang dilayangkan mahasiwa Universitas Surakarta (Unsa) bernama Almas Tsaqibbirru. Dalam gugatan dengan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 itu, Almas meminta agar Mahkamah Konstitusi melakukan uji materi terhadap Pasal 169 huruf (q) Undang-undang No 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dengan menambahkan frasa "Berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota."

Dalam petitumnya, Almas menyampaikan alasannya mengubah frasa tersebut karena dirinya merupakan pengagum Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka.  

"Bahwa pemohon tidak bisa membayangkan terjadinya jika sosok yang dikagumi para generasi muda tersebut tidak bisa mendaftarkan pencalonan presiden sejak awal, hal tersebut sangatlah inkonstitusional karena sosok Wali Kota Surakarta tersebut mempunyai potensi yang besar dan bisa dengan pesat memajukan Kota Solo secara pertumbuhan ekonomi," kata Almas dalam petitumnya. 

Sebelum mengabulkan gugatan Almas, MK menolak gugatan dengan nomor 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, dan 55/PUU-XXI/2023 yang pada intinya meminta MK melakukan uji materi terhadap UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.  Para penggugat yang mewakili Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda, dan perwakilan tiga kepala daerah itu meminta Pasal 169 huruf q UU tersebut yang mengatur tentang batas usia capres-cawapres minimal 40 tahun diubah menjadi minimal 35 tahun dan memiliki pengalaman menjadi penyelenggara negara.

RIRI RAHAYU | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA

Pilihan Editor: Almas Mahasiswa Penggugat Batas Usia Capres-Cawapres Bantah Ada Kaitan dengan Gibran

 

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus