Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

6 bulan di rumah

Desa panjipatan, kecamatan pleihari, kal-sel, income perkapitanya pas-pasan. warga desa hanya 6 bulan kerja. terdapat danau yang menggenangi areal sawah, jalan ke desa batakan dan kandangan terputus. (ds)

29 Mei 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI desa itu terdapat 5 buah sepeda motor, 70 buah sepeda, 80 buah gerobak dan 750 ekor sapi. Penduduknya 2255 jiwa alias 486 Kepala Keluarga dengan mata pencharian bertani. Lalu terdapat sebuah SDN Inpres dan sebuah yang non Inpres yang sempat macet karena kekurangan guru. Panjipatan nama desa itu, terletak di daerah tingkat II Tanah Laut, Kecamatan Pleihari. Nah, itulah gambaran sebuah desa yang memiliki luas daerah 14 ribu hektar yang income per kapitanya menurut si Kepala Desa adalah pas-pasan. Berapa itu? "Entahlah", jawab sang Lurah terus melanjutkan, "pokoknya habis tahun, habis pula hasil panen". Lebih menyedihkan lagi hasil panen yang dimakan oleh orang desa Panjipatan itu tidak 100% pula bersumber dari desa yang dulu kalanya berpenghasilan pokok kayu ulin ini. Melainkan dari desa sebelah menyebelahnya. Makanya jangan heran bila anda berkunjung ke desa ini tidak banyak menemukan penduduk yang tetap tinggal di rumah. "Mereka enam bulan di sawah, 6 bulan di rumah", ujar Sutera Ali - sang Kepala Desa--kepada TEMPO. Sutera Ali seakan hendak mengatakan bahwa, penduduknya yang tidak banyak itu cuma 6 bulan bekerja dalam 1 tahun. Selebihnya nganggur memakan hasil kerja yang selama 6 bulan tadi. Itulah sebabnya, Sutera pilu juga melihat tabiat warga desa yang tidakpandai mempergunakan waktu itu. Walau begitu, Sutera jelas tidak bisa mengkambinghitamkan warga kampungnya, apalagi menuduh sebagai pemalas. Sebab seperti yang dikatakan oleh beberapa orang penduduk setempat "apa yang bisa kami kerjakan di desa ini, kecuali memancing ikan sebagai kerja sambilan". Itupun hasilnya tidak bisa diktaakan lumayan. Maksud mereka, di desanya itu tidak banyak areal sawah ladang yang bisa digarap. Handil Padahal tanah untuk bersawah cukup banyak, bahkan sangat berlebihan kalau hanya digarap oleh 486 Kepala Keluarga. Aneh? Tidak. Sebab ada danau. Ini danau oleh Sutera Ali dianggap sebagai biang kerok penyebab warga kampungnya tidak bisa bertanam padi di kandang sendiri. Konon menurut Sutera, danau itu terlalu banyak mengandung air tanpa saluran pembuangan hingga para petani tidak bisa menanam padi. Menurut keyakinan penduduk di sini, bila dibuatkan saluran (handil) untuk membuang air di danau itu ke laut, maka ribuan hektar sawah bisa dibuka. Masih menurut sang Kepala Desa, pada tahun 1974 di danau itu sudah dibuatkan handil sepanjang 4 Km denga memakai duit Inpres. Lalu dilakukan pengerukan. Sayang pengerukan ini tidak diteruskan dan bisa diartikan duit Inpres tadi terbuang dengan percuma. "Bila sawah itu bisa dibuka, maka tidak hanya orang Panjipatan bisa makan dari hasil sawah tersebut. Bahkan orang Banjarmasin bisa dicukupi dari hasil di sini", ujar Sutera meyakinkan. Itu khabar pertama dari desa Panjipatan. "Yang kedua, adalah ihwal sarana perhubungan", tulis Pembantu TEMPO Sjaehran.R. Sebab jalan yang bisa dilintasi oleh motor hanya sampai pada pusar desa Panjipatan saja. Ke sebelahnya, untuk menuju desa Batakan atau Kandangan misalnya, sudah 20 tahun terputus. Padahal sebelumnya, mobil boleh bebas lalu-lalang membawa barang dan penumpang di ketiga desa itu. Bagi penduduk desa Kandangan dan Batakan yang mayoritas kaum nelayan itu, untuk membawa hasil tangkapan ikannya ke Banjarmasin terpaksa lewat laut dengan klotok atau perahu layar. "Kalau angin sedang baik 5 atau 6 jam sudah sampai ke Banjarmasin. Tapi bila topan lagi murka, tidak saja sehari dua baru sampai. Bahkan salah-salah jiwa taruhannya", begitu menurut Hamsi seorang nelayan dari Batakan mengatakan. Sebaliknya bila jalan yang terputus tadi bisa dilintasi, 3 jam sudah sampai ke Banjarmasin. Tak urung, jalan inipun menjadi sasaran kehendak agar diperbaiki. Menurut H. Gt. Thamrin dari kantor Gubernur Kalsel, jalan yang terputus itu sepanjang 3 Km. Bila itu diperbaiki akan menelan biaya tidak kurang dari Rp 30 juta. Karena harus dinaikkan setinggi 2 meter.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus