HUBUNGAN antar pulau yang tepat di antara sekitar 1000 pulau di
Propinsi Maluku, tentunya dengan apalagi kalau bukan dengan
kapal laut. Tapi justru keadaan di bidang ini yang tak pernah
beres-beres. Ada 2 perusahaan pelayaran di sana. PT Pelayaran
Maluku (Pemal) dan Pelayaran Nusantara (Pelnus) Berdikari.
Kabarnya kedua-duanya dulu jadi kebanggaan rakyat Maluku. Karena
dengan kapal-kapal yang berbobot 100 s/d 500 ton, kedua
perusahaan ini mampu mengangkut orang-orang Maluku manise itu
saling bertandang atau berdagang. Itupun dalam keadaannya yang
timbul tenggelam. Artinya, mula-mula jaya di lautan, lantas
kandas, karena banyak kapal rusak, timbul lagi dan seterusnya.
Kisahnya begini. Di ujung 1956 sampai beberapa waktu lamanya,
Pemal Jaya di lautan. Dengan kapal-kapalnya seperti Sony, Nangka
dan Rambutan ia bangga mengarungi laut-laut Maluku yang indah
dan kaya dengan isi lautnya itu. Tapi semasa Gubernur Soemitro
Pemal ketabrak nasib gulung tikar. Sebab kapal-kapal bekas milik
Rusia itu kemudian rusak berat dan tak bisa dipakai lagi. Kini
mendekam di bandar laut Ambon sebagai besi tua. Bangkrutlah itu
Pemal.
Tinggal Pelayaran Nusantara Berdikari. Ternyata kemudian
nasibnya nyaris tak berbeda. Cuma saja, karena perusahaan yang
satu ini kebetulan milik Pemerintah Daerah, nafasnya tak sampai
terputus. Misalnya tatkala nafasnya sudah pasang surut, di tahun
1966 Gubernur Maluku yang waktu itu Latumahina memperpanjang
nafasnya dengan membeli 4 kapal berbobot 300 s/d 500 ton dari
negeri Belanda. Dan diberi nama Ampera I-IV. Para Ampera itu
beberapa waktu lamanya dapat meringankan penderitaan rakyat
Maluku akan kebutuhan kapal buat alat angkutan itu. Tapi seperti
juga yang dialami Pemal dan kapal-kapal sebelumnya,
Ampera-Ampera inipun "menderita". Hingga terpaksa Soemeroe yang
kemudian menduduki jabatan Gubernur Maluku melebur Pelnus
Berdikari ke dalam Panca Karya, salah satu anak perusahaan
daerah.
Dapat bernafas terus? Tampaknya ya. Tapi megap-megap. Dibiarkan
terus begitu? Alhamdulillah, agaknya tidak. "Kami harus
memperbaiki yang luka parah akibat ngompreng yang terlalu
banyak", tutur MK Soulissa Dirut Panca Karya yang oleh Gubernur
Soemeroe diminta membenahi Pelnus Berdikari dengan
Ampera-Amperanya itu. Tentu saja tugas tersebut menyebabkan
Soulisa "sakit", seperti dikatakanya kepada Kace Pattisinay,
pembantu TEMPO di Ambon. Sebab selain ia harus menghentikan
kebiasaan "ngompreng" -- penyebab utama kapal rusak--juga harus
melunasi hutang dan memperbaiki kapal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini