ADA tugas baru yang diletakkan di pundak setiap anggota ABRI: menggerakkan seluruh bangsa untuk mewujudkan disiplin nasional. Tugas tersebut, seperti disampaikan Presiden Soeharto ketika menerima para perwira tinggi peserta Rapat Pimpinan (Rapim) ABRI di Istana Negara Sabtu lalu, dimaksudkan untuk menjadikan bangsa yang produktif. Diingatkan, telah ditetapkan tekad untuk mencari terobosan-terobosan dan mengembangkan pikiran secara kreatif di segala bidang. "Agar kita dapat memberi jawaban yang setepat-tepatnya terhadap tantangan baru yang kita hadapi dewasa ini dan masa depan," kata Presiden. Agaknya, Rapim selama tiga hari yang diikuti 123 perwira itu antara lain memang menetapkan kesiapan ABRI untuk menghadapi tantangan itu, termasuk pelaksanaan pembangunan yang tidak terlalu mulus. "Rapim ABRI 1986 memahami betapa berat tantangan pembangunan yang dihadapi bangsa Indonesia dalam tahun-tahun mendatang," kata Pangab Jenderal L.B. Moerdani dalam laporannya kepada Kepala Negara. Namun, kesimpulan lain rapat pucuk pimpinan ABRI itu kelihatannya cukup menggembirakan yaitu bidang stabilitas nasional -- terutama keamanan dalam negeri dalam keadaan mantap dan terkendali. Bahkan, kata Jenderal Benny, menjelang Pemilu 1987, Rapim telah menggariskan langkahlangkah yang akan ditempuh dalam memelihara dan meningkatkan stabilitas keamanan itu. Mengenai pemilu -- seusai foto bersama Presiden di depan Istana Merdeka -- Pangkopkamtib menilai suhu politik menjelang pemilu mendatang "biasa-biasa saja". "Kalau tidak dibikin ramai, tidak akan ramai," katanya dalam suatu penjelasan pers -- yang jarang ia lakukan -- didampingi segenap kepala staf angkatan dan Kapolri. Bahkan apa pun bentuk kampanye -- dilakukan di ruang tertutup atau terbuka -- kelihatannya tidak akan menjadi masalah. ABRI siap mengamankan apa yang ditentukan panitia pemilihan mengenai hal itu. "Sebenarnya," kata Jenderal Benny, "tidak ada beda apakah kampanye di luar atau tertutup. Yang penting, rod jangan sampai menjadi mob." Maksudnya, jangan sampai massa yang hadir dalam kampanye itu berubah menjadi massa yang sulit dikendalikan dan anarkis. Rapim itu, yang dihadiri juga anggota F-ABRI di DPR dan ditutup Jumat lalu di Gedung Ardhya Loka Halim Perdanakusuma, juga menilai tugas-tugas operasional untuk meningkatkan dan memelihara stabilitas keamanan telah dilakukan dengan baik. Bahkan peranan sosial ABRI -- sebagai stabilisator dan dinamisator -- dinilai telah diresapi dan dihayati oleh generasi penerus secara mantap. Khusus generasi penerus, sebagai penerima "tongkat" alih generasi, tetap meletakkan pengabdiannya kepada kepentingan bangsa dan negara lewat peranannya: kekuatan hankam dan sosial. "Peralihan generasi tidak mengubah hakikat ABRI sebagai kekuatan perjuangan bangsa," katanya. Sebagai petunjuk, Pangab menyebutkan seminar ABRI yang diselenggarakan di Bandung 20-21 Agustus lalu. Seminar dengan penyelenggara generasi penerus itu dinilainya sebagai perwujudan rasa tanggung jawab dan panggilan hati generasi penerus ABRI. Dua pokok pikiran yang dirumuskan -- yang kemudian disahkan Rapim itu -- ialah soal ABRI dalam mendukung sukses pembangunan nasional dan saran-saran bagi penyusunan konsep GBHN 1988. Seminar sendiri, kata Pangab, merupakan manifestasi rasa keterlibatan ABRI terhadap apa yang terjadi di sekitarnya. Lewat seminar itu, dalam menyarankan sesuatu, ABRI tidak memakai jalan berteriak-teriak, caci maki, dan koreksi yang berlebihan. ABRI, katanya, selalu berpegang pada kenyataan sebagai bagian dari pemerintah. "Kalau saran-saran itu diterima, kita bilang syukur," katanya. "Kalau tidak, kita tidak akan menulis pada wartawan luar negeri atau universitas di luar negeri."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini