Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sivitas Akademika dari berbagai kampus di Indonesia melayangkan petisi kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebagai teguran untuk kembali ke marwah demokrasi. Tindakan ini diawali oleh Dewan Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) yang mengumumkan Petisi Bulaksumur. Petisi tersebut dibacakan oleh Ketua Dewan Guru Besar UGM, Prof. Koentjoro pada Rabu, 31 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melalui Petisi Bulaksumur tersebut, sivitas akademia UGM menuntut Jokowi atas pemerintahannya yang kian menyimpang. Selain itu, petisi ini juga menjadi pengingat bagi Jokowi sebagai alumnus UGM untuk kembali mewujudkan nilai-nilai dan jati diri UGM.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Petisi-petisi yang digaungkan oleh pihak tertentu dari berbagai universitas di Indonesia tersebut menuai berbagai reaksi. Selain memunculkan benyak protes, gerakan moral ini juga disebut partisan dari salah satu paslon untuk kepentingan Pemilihan Umum (Pemilu).
Mendengar hal ini, Prof Koenjoto mengaku marah. “Ada 250 profesor yang ikut berdiskusi mengenai Petisi Bulaksumur. Apa mungkin kita arahkan untuk melakukan itu? Logikanya berarti tidak jalan. Niat kami bukan untuk menjatuhkan, niat kami mengingatkan dengan kasih. Kami atas inisiasi Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM. Semua juga orang UGM, jadi kepentingan elektoral mana yang harus dibela?” kata dia.
Merujuk kbbi.web.id, partisan berarti pengikut partai, golongan atau paham tertentu. Dalam dunia politik, dikenal istilah politikus partisan. Dikutip dari jurnal berjudul “Politikus Sebagai Komunikator Politik” oleh Hadianto Ego Gantiano, politikus partisan yaitu orang-orang yang lebih memperjuangkan kepetingan seorang langganan atau kelompoknya dalam berpolitik, sebagai makelar yang membujuk orang lain agar turut setuju dan mengikuti gagasan mereka.
Hal ini berbeda dengan politikus ideolog, yang dalam proses berpolitiknya lebih memperjuangkan kepentingan bersama publik.
Prof Koenjoro menegaskan, tuduhan bahwa petisi tersebut merupakan partisan atau kepentingan elektoral tidaklah benar, karena calon presiden Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo juga merupakan alumnus UGM dalam Pilpres 2024.
Prof Koentjoro juga mengatakan bahwa mereka mengingatkan Jokowi sebagai bagian dari Gadjah Mada dengan cara yang baik, tetapi malah dituduh partisan. “Sekarang pertanyaannya adalah, dengan cara apa kami mengingatkan ada yang salah?”
Pernyataan tersebut menurutnya merupakan hinaan bagi guru besar, pemikir bangsa yang bertugas menjaga marwah moralitas. “Kita (guru besar) dituduh partisan, tetapi yang menuduh tidak bisa menunjukkan bukti bahwa ini partisan. Di UGM, ada 250 guru besar yang hadir, tetapi dikatakan partisan. Padahal, tugas guru besar untuk menjaga moralitas dan demokrasi. Kita sebagai Guru Besar UGM salah, jika di UGM ada pelanggaran etik, tetapi malah mendiamkan. Saya marah besar ketika ada yang menyinggung tugas guru besar.”
Dilansir dari antaranews.com, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM Wawan Mas’udi mengatakan bahwa munculnya seruan moral barupa petisi dari kampus-kampus justru menunjukkan kepedulian dari komunitas perguruan tinggi untuk demokrasi di Indonesia. Ia menilai bahwa hal ini penting agar pertumbuhan demokrasi di Indonesia menyongsong Pilpres 2024 tidak mengalami kemunduran.
"Jangan sampai perkembangan demokrasi yang sudah kita rintis dalam 25 tahun terakhir mengalami kemunduran dan pada akhirnya jadi runtuh," kata salah satu panelis debat capres pertama Pilpres 2024 ini.
SUKMA KANTHI NURANI I HENDRIK KHOIRUL MUHID | RACHEL FARAHDIBA REGAR