Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Adam Malik Bilang Dia Punya Senjata

Wawancara tempo dengan adam malik. adam malik sebagai ketua dpr/mpr tak ingin menjadi stempel, ingin banyak menampung keinginan rakyat.

15 Oktober 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BICARANYA masih tetap lincah lepas dan kadang berapi-api. Suasana di ruman kediamannya pun makin santai pula tampaknya. Tak lagi memakai seragam Menteri, di siang yang panas itu dia membuka jas dan sedikit menggulung lengan kemeja putihnya. Dia juga nlerasa lebih santai untuk menerima tamunya di bagian ruang tamu yang tak ber-AC. Itulah Adam Malik, 60, pejoang '45, bekas anggota KNIP semasa zaman revolusi dan bekas Menlu Rl yang paling lama memegang jabatan itu (11 tahun). Termasuk orang Indonesia yang paling sering ke luar negeri, kini sebagai Ketua DPR/MPR ia tentu akan lebih ban.yak berada di posnya yang baru. Setidaknya tokoh yang merasa dekat dengan rakyat dan cepat bicara itu berjanji akan lebih sering berkunjung ke daerah. "Saya tentu saja tak ingin menjadi stempel saja, tapi akan lebih banyak menampung keinginan rakyat," katanya pekan lalu. "Itupun sesuai dengan kehendak Presiden yang ingin melihat DPR yang lebih hidup." Apa saja harapan-harapannya tem tang DPR yang baru ini? Bagaimana pula bekas Menlu yang punya nlotto "semuanya bisa diatur" itu akan "mengatur" rolnya dalam lembaga tertinggi perwakilan rakyat yang baru ini? Semua itu bisa diikuti dalam wawancara tim wartawan Tl.MIO (Fikri Jufri, Budiman S. Hartoyo, Zulkifly Lubis dan Susanto Pudjomartono) yang merupakan wawancara resmi pertama Adam Malik sebagai Ketua DPR/MPR RI. Beberapa petikan: Belum lama ini pak Adam mengatakan, sesudah menjadi Ketua DPR tak akan banyak omong lagi. Apalah ini tah bertentangan dengan sifat bapak yang suka bicara terbuka? Sifat saya tak akan berubah. Dalam parlemen saya tak bisa bicara begitu saja mewakili sekian banyak anggota. Jadi harus disalurkan lewat fraksi-fraksi. Itu sesuai dengan norma-norma yang saya kira berlaku di banyak negara. Saya ini kan sekarang menjadi ketua kolektip. Jadi persoalan yang saya hadapi itu tidak lagi langsung, seperti waktu menjabat eksekutif. Mungkin pada waktu-waktu permulaan saya akan memberi keterangan, tapi itu kan tak bisa setiap hari. Bosan orang jadinya nanti. Apa rencana bapak untuk membuat DPR yang baru ini lebih hidup seperti juga diinginkan Presiden? Pertama perlu ada teamwork di antara pimpinan yang kolektip. Kedua, para anggota harus benar-benar menyadari bahwa mereka itu wakil rakyat dan bukan tukang teken. Mereka perlu bertanya dalam diri masing-masing: Apa tugas saya menurut UUD, apa pula hak-hak saya? Dengan begitu akan bisa tercapai perimbangan dengan eksekutif. Sebagai contoh adalah Carter. Di sana DPK-nya dikuasai orang separtai Carter. Tapi begitu ia jadi Presiden, kawan-kawan separtainya mulai menentangnya ketika membicarakan soal anggaran belanja negara. Semangat seperti itulah perlu difikirkan oleh eksekutif di sini. Ini kalau ingin Pancasila agar lebih hidup. Jadi kalau nanti DPR bertentangan pendapat dengan eksekutif, hal itu tak boleh dianggap sebagai memusuhi atau ingin menjatuhkan pemerintah. Tapi harus dilihat sebagai koreksi. Apakah harapan seperti itu bisa dicapai, dalam keadaan seperti sekarang? Memang kondisi dan situasi sekarang sudah lain dengan dulu. Tapi kita cobalah. Saya sendiri optimis. Kalau pesimis kan payah namanya. Jadi, kalau ada harapan orang terhadap kedudukan saya yang sekarang, itu tak heran. Sejak masa lampau pun orang menaruh harapan terhadap saya. Apakah bapak akan mendengarkan suratkabar? Saya kira sebagai anggota parlemen, saya bisa menggunakan, opini publik. Misalnya, apa benar kata suratkabar itu bahwa pejabat keuangan anu telah menghamburkan uang lewat bank. Untuk mengetahuinya, maka Menteri Keuangan bisa dipanggil melalui fraksi. Cuma sebaiknya suratkabar itu mempunyai sumber informasi yang benar. Seandainya contoh yang bapak kemukakan itu kelak benar terjadi, dan suratkabar yang bersangkutan dicabut SlT-nya, bagaimana? Dalam hal ini, parlemen juga bisa memanggil Menteri Penerangan. Sebagaimana juga mengusut seseorang yang mati dalam tahanan, parlemen bisa menanyakan kepada Menteri sebab-sebab kematian suratkabar itu. Apa memang dibunuh atau bunuhdiri? Apa yang menurut pak Adam paling harus diperjoangkan oleh DPR yang baru? Nomor satu adalah hak-hak demokrasi yang perlu diperhatikan. Nomor dua, jangan lupa soal perut. Ini prioritasnya yang sekarang harus diperhatikan. Sebab selama 10 tahun orde baru, sudah kita lewati beberapa tahap perbaikan. Pada mulanya PKI kita ganyang. Inflasi kita tekan, lalu perbaikan dan pembuatan prasarana sampai masuknya modal asing. Ini semua sudah kita lewati. Jadi kalau saya sekarang bilang: Kita akan melawan PKI, nanti rakyat tertawa. Jadi yang perlu sekarang itu adalah hak demokrasi, dan hak perut. Jangan sampai modal asing bertambah banyak, tapi rakyat kecipratan pun tidak. Jangan sampai ada keterangan tentang GNP yang naik, tapi hasilnya tak langsung bisa dirasakan rakyat. Maka dalam rencana pembangurian pun harus jelas, apa saja yang merupakan bagian rakyat. Coba dibaca baik-baik itu pidato Presiden di deyan DPR. Di situ jelas disebutkan agar DPRlebih aktif melakukan fungsi kontrolnya, terutama tentang RAPBN. Jadi nanti kalau RAPBN bilang akan ada 100 sekolah lagi di Indonesia, DPR tentu harus mempelajari, dan mungkin akan mengatakan: Mengapa tidak dibuat 200 sekolah? Tapi untuk melakukarl penelitian begitu kan perlu tenaga ahli. Sedang DPR kurang punya anggotaanggota yang tergolong ahli. Bagaimana ini? Itu kan soal mudah. Tenaga ahli kan bisa kita sewa. Dari mana dananya untuk membayar tenaga ahli, pak. Sedang untuk melakukan peninjauan ke daerah saja biaya yang diberikan itu dirasakan kurang? Ada anggota DPR yang dalam melakukan tugasnya mendapat tambahan biaya dari Departemen yang bersangkutan, atau dari Pemerintah Daerah. Itulah. Soal bujet itu memang harus dibicarakan lagi dengan Pemerintah. Bagaimana mungkin wakil rakyat melakukan fungsi kontrolnya kalau dana yang disediakan itl kurang. Tapi dalam melakukan perjalanan, kalau ada persetujuan ke empat fraksi, sebaiknya dibatasi orangnya. Jangan sampai seperti suatu ekskursi. Sebagai bekas eksekutif, apa kesan bapak tentang DPR 1971? Kritik saya. para anggota banyak yang bersikap pasif saja. Mengapa DPR tak menggunakan seluruh hak mereka? Mengapa tak pernah lahir suatu RUU yang datang dari mereka? Mengapa tak kedengaran ada hak interpelasi, hak angket dan sebagainya? Tampaknya banyak juga yang ingin pak Adam lakukan dalam DPR. Seperti sudah saya katakan tadi, saya ingin melaksanakan apa yang dipidatokan Pak Harto dalam pelantikan anggota DPR. Itupun sudah saya sampaikan kepada Presiden ketika belia menannyakan pada saya. Dan Presiden setuju itu. Melihat sejarah DPR kita, apa bapak nantinya tak menjadi semacam Don Kisot? Don Kisot 'kan tidak punya senjata. Saya punya. Apa gerangan senjata bapak itu? Pidato Presiden. Biar nanti saya bacakan berulang-ulang, kalau sampai ada anggota DPR yang belum membacanya. Presiden sendiri menginginkan bahwa parlemen itu lebih bergairah, lebih kritis. Itu pula salah satu sebabnya saya diminta untuk jadi ketua. Omong-omong bagaimana sejarahnya sampai bapak yang dipilih jadi ketua? Begini. Sesudah pemilu kemarin timbul persoalan: Apakah akan diteruskan tradisi lama yang memberikan kursi pimpinan pada partai atau kepada Golkar yang mayoritas? Rupanya Golkar sebagai pemenang tak ingin mengecewakan rakyat. Jadi kemudian diputuskan untuk mencari orang dari Golkar yang secara politis mendapat dukungan luas. Dalam kata-kata Presiden, yang "berbobot". Kepada Presiden, sebelum saya berangkat ke luar negeri waktu itu, saya kemukakan beberapa nama sebagai calon, yang tergolong orang-orang muda. Tapi Presiden tetap beranggapan sayalah yang lebih tepat, karena mendapat dukungan Golkar juga. Kalau mengingat kepentingan pribadi, orang seumur saya ini lebih baik minggir. Tapi sebagai pejoang, saya tentu tak ingin menolak tugas yang dipercayakan kepada saya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus