Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beberapa pemuda berjalan menyusuri pantai di pagi buta, Minggu dua pekan lalu. Salah satunya membawa kantong plastik putih. ¡±Ini ada 102 butir,¡± kata Agus, seorang di antaranya, sambil menunjukkan isi tas plastiknya kepada Tempo.
Di dalamnya terdapat telur penyu, yang dilindungi tapi sangat diincar pemburu. Agus dan kawan-kawannya adalah relawan penyelamat penyu di Pantai Taman Kili-kili, Wonocoyo, Kecamatan Panggul, sekitar 54 kilometer dari Trenggalek.
Telur itu lalu disimpan dalam lubang sedalam 35 sentimeter di pantai. Dalam 45 hari, telur-telur itu menetas. Tukik yang baru lahir dipindahkan ke kolam pemeliharaan sementara. Setelah berumur dua mingguan, mereka dilepas ke laut. Saat ini ada 645 telur dieram, yang diperkirakan menetas pada 15 Mei, 25 Mei, 12 Juni, 18 Juni, dan 20 Juni 2013.
Kegiatan para relawan mengkonservasi penyu itu kini menjadi atraksi wisata yang menarik. Selain menikmati pantai yang indah dan bersih, pelancong bisa melihat penyu dan, kalau beruntung, bisa ikut melepasnya ke laut. Untuk sampai ke lokasi, sebaiknya pengunjung menggunakan kendaraan pribadi karena angkutan umum beroperasi hanya sampai petang. Jalan menuju lokasi berkelok-kelok dan bergelombang. Rute lain bisa ditempuh 50 kilometer melalui jalur lintas selatan dari Pacitan.
Sardi, koordinator relawan konservasi penyu Pantai Taman Kili-kili, mengatakan konservasi ini dibuka pada Mei 2011. Sejak itu, sudah ribuan telur penyu diselamatkan. Ribuan tukik lahir dan dilepas-liarkan. Paling banyak tahun lalu, tercatat ada 2.767 tukik dilepas. Tahun ini, kata Sardi, baru 16 ekor yang dilepas, dan 30 ekor lagi masih dipelihara di kolam pemeliharaan. "Agar pengunjung bisa lihat penyu seperti apa," tutur Sardi.
Biasanya, menjelang pelepasan tukik, pengelola penangkaran mengumumkannya ke jaringan pemerhati penyu atau melalui situs www.desawonocoyo.com. Dari wara-wara ini, kabar menyebar sampai agen wisata, yang akan meneruskannya ke turis asing.
Para wisatawan bisa belajar langsung mengenai satwa laut ini. Tak hanya turis lokal—yang sebagian besar mahasiswa—banyak pelancong asing dari Australia, Amerika Serikat, Brasil, dan Eropa berkunjung. Mereka dilibatkan dalam melestarikan penyu dengan menjadi bapak angkat tukik. Hewan-hewan itu diberi nama lalu dilepas ke laut. Ada yang menyumbang Rp 20 ribu atau Rp 50 ribu per ekor. "Seikhlasnya, buat beli pakan tukik," kata Sardi.
Ada dua jenis penyu di kolam itu, abu-abu dan sisik. Selain dua jenis itu, menurut Sardi, ada penyu belimbing, penyu hijau, dan penyu berondol yang kerap mentas dan bertelur di lokasi tersebut. Di pantai yang sepanjang tepinya ditumbuhi pandan ini biasa dikunjungi babon (induk) penyu pada Mei-Agustus. Masyarakat setempat pernah menjumpai penyu belimbing sepanjang dua meter dan penyu berondol seberat 150 kilogram.
Selain di Kili-kili, penangkaran penyu dikembangkan di Kecamatan Lorok, Kabupaten Pacitan, yang jaraknya sekitar 25 kilometer dari Panggul. Menurut Sanadi, 70 tahun, yang mengelola penangkaran, banyak penyu mentas dan bertelur di Pantai Taman di Kecamatan Lorok itu.
Eny Setyawati, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Pacitan, mengatakan pantai di Pacitan dan Trenggalek cocok untuk wisatawan dengan minat khusus, seperti petualangan, edukasi, dan pelestarian alam.
Seiring dengan pembangunan jalur lintas selatan, Eny yakin industri wisata di Ponorogo, Pacitan, dan Trenggalek akan semakin dikenal. "Nantinya turis tidak hanya ke Solo dan Yogyakarta, tapi juga ke sini," ujar Eny. Apalagi Geopark Gunung Sewu yang memanjang hingga Wonogiri (Jawa Tengah) dan Gunung Kidul (Yogyakarta) akan segera diresmikan di wilayah ini.
Agus Supriyanto, Budi Santoso
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo