Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Tidur di Hamparan Pasir Putih Lombang

Pantai perawan yang sulit dijangkau, tapi memukau para pelancong.

12 Mei 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjuangan Faikurrahman mencapai Pantai Lombang terbayar sudah. Sabtu dua pekan lalu, setelah memacu sepeda motornya selama tiga jam melalui jalanan berbukit, bergelombang, dan berlubang, pria 25 tahun ini akhirnya sampai di pantai yang masih asri dan asli itu. "Memandang Pantai Lombang, lelah jadi hilang," ujar warga Dusun Jatian, Desa Ganding Timur, Kecamatan Ganding, Kabupaten Sumenep, itu kepada Tempo.

Air laut Pantai Lombang biru jernih. Empasan ombaknya tenang. Pasir putihnya halus dan tidak lengket di kulit. Barisan pohon cemara udang (Casuarina equisetifolia) yang merimbun di sepanjang garis pantai menciptakan kesejukan. Tak mengherankan bila para pengunjung betah berlama-lama di pantai ini.

Cemara udang adalah tumbuhan khas pantai yang masuk wilayah Desa Lombang, Kecamatan Batang-batang, Kabupaten Sumenep, ini. Menurut keyakinan orang Lombang, cemara udang hanya tumbuh di Pantai Lombang dan di wilayah pesisir Cina.

Bila lelah berjalan menyusuri pantai, para pengunjung bisa melepas lelah di lapak pedagang yang bertebaran di sekitar pantai. Menu andalannya es kelapa dan rujak leto' khas Madura. Jika malas berenang, pengunjung bisa berkuda keliling pantai dengan tarif Rp 10 ribu per orang. Tersedia juga wisata perahu mengitari pantai dengan tarif Rp 5.000 per orang. "Lumayan, dapatlah Rp 100 ribu sehari," kata Soleh, pemandu wisata berkuda.

Pantai Lombang dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi, transportasi umum, atau ojek selama dua setengah jam perjalanan ke arah timur Kota Sumenep. Pengunjung harus sering bertanya di sepanjang perjalanan karena tidak banyak penunjuk arah. Meski Pantai Lombang jadi obyek wisata andalan Kabupaten Sumenep, jalan menuju tempat itu sangat buruk.

Bupati Sumenep KH Busyro Karim mengakui fasilitas di Pantai Lombang memang jauh dari ideal. Akses transportasi umum minim dan belum ada penginapan. Dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tak cukup untuk mengembangkan Pantai Lombang.

Karena itu, Busyro menawarkan kepada investor untuk mengembangkannya. "Kami juga mengundang penggiat seni memamerkan karyanya di sana. Akan kami sediakan tempatnya," tuturnya.

Selain melaut, mayoritas warga Desa Lombang adalah perajin tanam­an hias cemara udang. Harganya bervariasi, berdasarkan ukuran dan keindahannya. Untuk cemara setinggi setengah meter, harganya dibanderol Rp 200-300 ribu per pot. Sedangkan untuk ukuran satu-dua meter, harganya bisa mencapai Rp 1,5 juta. "Pohon cemara ini kami beli juga dari warga Rp 100 ribu per cangkokan, lalu kami rapikan supaya lebih indah," kata Lutfi, perajin cemara udang. "Beli cemara udang hias langsung di sini lebih murah," ujar Novianti, pelancong dari Bondowoso.

Desa Lombang juga punya tradisi unik. Warga di Dusun Legung Timur, 600 meter arah barat Pantai Lombang, memanfaatkan pasir pantai yang halus dan putih untuk alas tidur.

Harsiyani, warga Dusun Legung Timur, menuturkan tradisi tidur di atas pasir memberi efek terapi yang baik untuk tubuh. "Kalau terluka kena pisau, saya tutupi lukanya pakai pasir. Cepat sembuh," katanya sungguh-sungguh.

Karena terbiasa tidur di atas pasir, Harsiyani akhirnya membuat kasur khusus dari pasir tepat di samping ranjangnya. Kamar dan halaman rumahnya berpasir. Jika malam tiba, semua anggota keluarga Harsiyani akan berkumpul di halaman.

Keunikan alam lain di garis Pantai Lombang bisa ditemui di Dusun Lebbak, sekitar 200 meter arah barat Dusun Legung. Di pantai itu ada tempat yang dinamai jalan air tawar. Menurut Marbut, 30 tahun, warga Lebbak, sumber tempat itu disebut jalan air tawar karena, setiap pukul 05.00-06.00, air di pantai itu menjadi tawar. "Lewat dari waktu itu, air kembali asin," ujarnya. Air tawar itu, kata dia, hanya muncul jika tanah pantai digali sekitar 10 sentimeter.

Agus Supriyanto, Musthofa Bisri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus