Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

G-Land alias Plengkung

Gulungan ombaknya menantang peselancar. Sering disalahpahami sebagai bagian dari wisata Bali.

12 Mei 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Muswandi, 27 tahun, meliuk-liuk di atas papan selancar di Pantai Plengkung, kawasan Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi. Ombak setinggi hampir lima meter dengan panjang satu kilometer di pantai yang berjarak 86 kilometer dari Banyuwangi ini akhirnya dapat ia taklukkan. Di pantai yang juga dikenal sebagai G-Land ini, Muswandi pertama kali belajar menjadi peselancar profesional pada 2011.

Menurut dia, keelokan ombak di Plengkung belum ada yang menyaingi di Indonesia. "Ombak di Plengkung memang paling bagus yang pernah saya temui," kata lelaki yang mengaku sudah menjajal keganasan ombak hampir di semua pantai di Bali itu, Selasa pekan lalu.

Ia menuturkan sebagian pengunjung adalah turis asing yang menyeberang dari Bali. Mereka ingin mencicipi keganasan ombak di G-Land, yang disebut-sebut salah satu yang terbaik setelah Hawaii, Amerika Serikat.

Keindahan Pantai Plengkung ditunjang kondisi yang masih alami dan tergolong masih sepi pengunjung, dibandingkan dengan pantai di Bali. Kejernihan air laut dan pasir putih memikat para pelancong. Wisatawan juga bisa melihat garis pantai Pulau Jawa dari arah lautan lepas karena pantai ini berada di ujung selatan sekaligus paling timur Pulau Jawa. "Ini sensasi yang tidak kami temukan di pantai lain," ujarnya.

Selain itu, para pelancong bisa menikmati keasrian pepohonan di Alas Purwo dalam perjalanan menuju Pantai Plengkung. Hewan liar, seperti monyet, rusa, dan babi hutan, bisa dilihat saat melintasi jalur itu. Namun ia mengeluhkan perjalanan menuju lokasi, yang melewati Alas Purwo, belum beraspal dan bertambah parah ketika musim hujan.

Kepala Balai Taman Nasional Alas Purwo Rudijanta Tjahya Purnama mengatakan ombak G-Land sangat digemari peselancar. Menurut dia, ombak seperti ini terbentuk karena G-Land memiliki banyak palung laut dan dinding karang. "Kegiatan surfing paling ramai pada Maret-Oktober," kata Rudijanta kepada Tempo, Selasa pekan lalu.

G-Land, ujar dia, telah menggelar lomba selancar air tingkat internasional yang dikenal dengan "Banyuwangi G-Land International Team Challenge" sebanyak empat kali sejak 2003. Lomba itu diikuti 12 tim selancar air dari Australia, Prancis, Inggris, Amerika, Selandia Baru, dan Indonesia. "Kami akan terus menggelar kegiatan serupa untuk mempromosikan wisata ini," katanya.

Balai Taman Nasional bersama pemerintah Banyuwangi akan mulai memperbaiki jalan masuk tahun ini dengan anggaran Rp 4,3 miliar. Jalan yang biasanya hanya bisa dilalui kendaraan khusus kini bisa dilewati sepeda motor. Tak berhenti di situ, balai ini juga memiliki rencana membangun rel kereta wisata. "Namun kami masih menunggu investor," ujarnya.

Akses alat transportasi yang minim itu dimanfaatkan sejumlah biro perjalanan dengan menawarkan penyewaan mobil jenis jip. Menurut Kisma Donna Wijaya, pemilik jasa wisata Banyuwangi Information Corner, wisata­wan dapat menyewa jip dengan tarif Rp 750-950 ribu dari Banyuwangi. Kendaraan hanya diperbolehkan hingga Pos Pancur di kawasan Taman Nasional Alas Purwo.

Untuk perjalanan dari Pos Pancur menuju G-Land yang berjarak sembilan kilometer, pengunjung berjalan kaki. Bila tak ingin capek, Taman Nasional menyewakan kendaraan khusus dengan tarif Rp 150 ribu untuk perjalanan pulang-pergi. Sedangkan wisatawan dari Bali yang menuju G-Land bisa menggunakan kapal motor bertarif Rp 400 ribu. Tiket masuk untuk wisatawan Nusantara hanya Rp 2.500 per orang, sedangkan wisata­wan asing Rp 20 ribu per orang.

Wisatawan yang ingin bermalam di G-Land bisa tinggal di penginapan yang banyak berdiri di pinggir pantai. Kamar-kamar mungil yang disewakan dibangun dari bahan alami, seperti kayu, bambu, dan ijuk, dengan penerangan lampu minyak tanah. Tarif kamar bervariasi, mulai Rp 500 ribu hingga jutaan rupiah per malam.

Eko Ari Wibowo, Ika Ningtyas (Banyuwangi)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus