Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Agar Warisan Raden Wijaya Lestari

Dermaga Kali Mas, Surabaya, akan direvitalisasi menjadi kawasan bisnis, rekreasi, dan pelabuhan tradisional. Diharapkan tidak mereduksi nilai historis.

1 Agustus 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DERMAGA Kali Mas di kawasan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, sibuk setiap waktu. Kapal-kapal kayu dan baja yang akan bersandar tak henti mengantre. Bongkar-muat seperti tanpa akhir. "Ada springbed, kursi, mebel, karton, sembako, dan barang lainnya," kata Kosin, anak buah kapal motor pelayaran rakyat Nyala Kencana, yang akan berlayar ke Bima dan Kupang, Rabu dua pekan lalu.

Puluhan truk, buruh panggul, dan anak buah kapal berseliweran. Suasana dermaga sumpek dan kumuh. Deretan pergudangan berdinding seng karatan didominasi tembok kusam dan puluhan truk yang parkir menambah ruwet terminal yang menjadi urat nadi perekonomian sejak masa kolonial itu. Seorang karyawan pelayaran rakyat PT Hartini, Wati, mengeluh. "Kami butuh kantor yang lebih bagus." PT Hartini menempati ruko 3 x 6 meter di kawasan dermaga.

Alih-alih segera mendapatkan kantor yang lebih bagus, PT Hartini justru malah harus hengkang. PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III Cabang Tanjung Perak, pemilik kawasan Dermaga Kali Mas, tidak memperpanjang sewa gedung sejak awal 2013 karena akan merevitalisasi kawasan pelabuhan rakyat yang sudah berumur ratusan tahun itu.

Kali Mas, yang merupakan pecahan Kali Brantas, memiliki sejarah panjang. Di sini diyakini sebagai tempat pendiri Majapahit, Raden Wijaya, mengalahkan pasukan Tartar, yang dikirim Kublai Khan, pada abad ke-13.

Menjadi urat nadi perekonomian sejak zaman Kerajaan Majapahit, perannya semakin penting pada masa pendudukan Belanda. Pelabuhan di muara Kali Mas menjadi dermaga kapal tradisional yang ramai, mendampingi Tanjung Perak. Pada masa itu perahu membawa barang dagangan sampai Kayun dan Kembang Jepun.

Sebenarnya pelabuhan Kali Mas sudah cukup lama tidak menjadi tempat sandar favorit bagi perahu tradisional. Sementara sebelum 1994 ada 150 kapal kayu bongkar muatan setiap bulan, sekarang tinggal 40-50 per bulan. Para pemilik kapal rakyat memindahkan tempat melempar sauh ke Pelabuhan Gresik.

Penyebab hengkangnya kapal, menurut Muhammad Yusup, Ketua Pelayaran Rakyat Dermaga Kali Mas, adalah serbuan kapal besi. Selain itu, dermaga Gresik bisa menampung kapal dengan bobot 250 gross tonnage (GT) atau 70 GT lebih besar daripada Kali Mas.

Pelindo ingin mengembalikan kejayaan Kali Mas. General Manager Pelindo III Cabang Tanjung Perak Rismarture mengatakan revitalisasi diperlukan untuk meningkatkan efektivitas dan kinerja bongkar-muat berbasis pelabuhan tradisional. "Sekaligus mengembangkan potensi pariwisata sungai dengan mengacu pada rencana induk pelabuhan."

Kelak Kali Mas hanya untuk pelayaran rakyat. Kapal besi diarahkan bongkar muatan di Dermaga Mirah dan Jamrud di Pelabuhan Tanjung Perak, yang saat ini banyak digunakan kapal kargo internasional. "Jika Teluk Lamong sudah beroperasi, bisa sedikit mengurangi beban Terminal Mirah dan Jamrud," ujar Rismarture. Teluk Lamong adalah pelabuhan internasional baru yang sedang dibangun di perbatasan antara Surabaya dan Gresik.

Saat ini dermaga Kali Mas yang digunakan sepanjang 1.800 meter dari total 2.500 meter. Jika kurang maksimal penggunaannya, ini karena tingkat kedalaman Kali Mas. Semakin dekat muara, saat air pasang kedalamannya mencapai 5 meter dan 3 meter jika air surut. Semakin ke selatan, semakin dangkal sehingga mengganggu proses labuh kapal.

Untuk merevitalisasi Kali Mas, Pelindo III akan memelihara kedalaman sungai di area dermaga dengan dana Rp 1,6 miliar. Pengerukan dilakukan tiap dua tahun untuk menjaga kedalaman sungai di sekitar dermaga. Namun revitalisasi tidak menormalkan lebar sungai.

Revitalisasi akan memadukan lahan untuk bisnis dan rekreasi. Konsep bisnis lebih diutamakan pada pemanfaatan lahan yang dimiliki Pelindo oleh swasta. Lahan akan dibagi dalam tiga zona. Saat ini di zona 1 terdapat depo peti kemas, perkantoran di sisi selatan, permukiman, pengolahan air bersih, dan eks pasar buah Petekan, yang berubah menjadi taman. Zona 2 dan 3 sebagian besar digunakan untuk pergudangan, perkantoran, dan dermaga pelayaran rakyat.

Rencananya zona 1 dikonsentrasikan untuk kawasan bisnis, seperti perkantoran, hotel, dan taman kota. Sedangkan zona 2 untuk tempat rekreasi, ruang terbuka hijau, museum, tempat bermain, serta tempat untuk kegiatan seni dan budaya. Di zona 1 dan 2 akan dibangun jalur sepeda, lintasan jogging, dan tempat duduk di tepian sungai. Taman bermain, plaza, dan museum di zona 2, kata Rismarture, tidak menyalahi aturan tata ruang pelabuhan karena Dermaga Kali Mas berstatus pelabuhan tradisional.

Sedangkan zona 3 tetap untuk pelabuhan dengan aktivitas bongkar-muat dan gudang penyokong. Kawasan yang kusut akan diubah menjadi terminal modern berbasis wisata dengan tetap menjaga sisi historisnya.

Konsep ini masih di meja direksi Pelindo III. Direksi akan membawanya ke Otoritas Pelabuhan Tanjung Perak, dan harus mendapat persetujuan Badan Perencana Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya. "Semoga awal 2015 mulai dikerjakan." Proyek diperkirakan rampung sekitar dua tahun. Namun kebutuhan investasi belum dihitung. Tender pengerjaan proyek dan penentuan area untuk swasta ditetapkan setelah disetujui Bappeko.

Kepala Subbidang Lingkungan Hidup dan Tata Ruang Bappeko Surabaya Iman Krestian menyerahkan konsep revitalisasi kepada Pelindo III sebagai pemilik lahan. Namun Bappeko hanya ingin memastikan revitalisasi tidak keluar dari rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan pemerintah kota. Termasuk perizinan mendirikan bangunan baru, relokasi tempat usaha, dan verifikasi kepemilikan bangunan. "Ngusir orang tidak mudah, Pelindo harus berkoordinasi dengan Bappeko."

Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah menetapkan kawasan ekonomi strategis di Surabaya utara, yakni pelabuhan, berada di luar kawasan keselamatan operasional penerbangan. Pembangunan gedung bertingkat hingga 30 lantai tak jadi soal, asalkan tetap pada koridor rencana induk pelabuhan. Iman berharap revitalisasi sejalan dengan aspek sejarah.

Pakar transportasi laut dan tata kota Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Haryo Sulistyo, menyarankan agar revitalisasi memperhatikan sempadan sungai dengan melihat lebar, panjang, debit air, status, dan fungsi sungai. "Dermaga Kali Mas itu sempadannya minimal 15 meter dari tepi sungai." Ia juga meminta agar arsitektur bangunan gaya kolonial tetap dipertahankan.

Sejarawan Universitas Airlangga, Purnawan Basundoro, mengingatkan Pelindo agar selektif membongkar bangunan di Terminal Kali Mas. Kendati bukan kawasan cagar budaya, beberapa bangunan wajib dipertahankan sebagai penanda sejarah. Terutama bangunan art deco dengan garis-garis tegas dan kokoh sebagai ciri khas bangunan peninggalan kolonial.

Kepala Otoritas Pelabuhan Tanjung Perak Nyoman Gede meminta Pelindo III tak gegabah mengubah wajah Terminal Kali Mas. Hotel, perkantoran, taman bermain, jalur jogging, dan museum diharapkan tidak mereduksi nilai historis pelabuhan rakyat. Sebagai pengelola pelabuhan, pihaknya berwenang merevisi bila revitalisasi bertentangan dengan rencana induk pelabuhan. "Taman dan hotel harus berwawasan kelautan dan tetap menonjolkan fungsi pelabuhan."

Endri Kurniawati, Diananta P. Sumedi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus