Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BANGUNAN dua lantai itu lebih mirip rumah ketimbang kantor. Hanya ada seorang petugas keamanan di pos jaga, yang terletak di dekat gerbang utama. Tak banyak aktivitas terlihat ketika Tempo mendatangi bangunan di Jalan Palatehan Nomor 3, Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, itu pada Selasa pekan lalu.
Kesan sepi juga tampak di dalam bangunan yang menjadi kantor PT CITAC itu. Namun, menurut Ina, pegawai penerima tamu di kantor itu, sejumlah pegawai tetap bekerja di dalam. "Sedang ada rapat," kata Ina.
CITAC merupakan perusahaan penyuplai radar dan komponennya. Perusahaan ini berdiri sejak akhir 1970-an. Dalam urusan radar pertahanan udara di Indonesia, CITAC menjalin kerja sama dengan perusahaan asal Prancis, Thales Raytheon Systems. Thales adalah pemasok radar jarak jauh paling banyak untuk Indonesia. Dari 20 unit radar jarak jauh yang dipunyai Indonesia, 13 di antaranya buatan Thales, terdiri atas 8 radar tipe Thomson dan 5 Master T.
Kendali radar jarak jauh berada di bawah Komando Pertahanan Udara Nasional, satuan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara yang mengurusi keamanan wilayah udara Tanah Air. Radar disebar di 20 lokasi di bawah empat komando sektor pertahanan udara nasional. Empat komando itu masing-masing berpusat di Jakarta, Makassar, Medan, dan Biak.
Kerja sama Indonesia dan Thales sebenarnya sudah dimulai pada 1959. Namun, menurut seorang perwira menengah TNI Angkatan Udara, baru pada awal 1980-an CITAC menjadi rekanan Thales di Indonesia. "Sebelumnya, pihak Thales yang berhubungan langsung dengan pemerintah," ujarnya. Hingga akhir 1980-an, kata sumber itu, CITAC membantu Thales memenangi sejumlah tender radar jarak jauh di Indonesia. "Mereka penyambung lidah Thales."
Langkah Thales memilih CITAC, kata perwira itu, tak lepas dari peran sejumlah pensiunan TNI Angkatan Udara. Menurut dia, perusahaan tersebut "menampung" mantan pejabat itu guna melakukan lobi-lobi pengadaan radar di Indonesia. "Sejak itu, Thales selalu berjaya dalam setiap pengadaan radar," ujarnya.
Perusahaan itu membawa radar tipe Thomson ke Indonesia pada 1980-an. Di antaranya yang sekarang dipasang di Lhokseumawe dan Ranai. Radar di Lhokseumawe, Aceh, bertipe Thomson TRS 2215 R buatan tahun 1983. Tipe yang sama digunakan di Pulau Ranai, Natuna, Kepulauan Riau, dan dipakai sejak Agustus 1980. Selain di Lhokseumawe dan Ranai, CITAC mengegolkan radar Thomson di Buraen, Kupang, Nusa Tenggara Timur, dan Tanjung Kait, Tangerang, Banten.
Produk terakhir yang disuplai adalah lima unit Master T pada 2006-2012. Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Madya Hadiyan Sumintaatmadja membenarkan kabar tentang peran CITAC sebagai rekanan Thales sejak 1980-an. "Saat itu kami mulai menggunakan radar Thomson. CITAC yang menyuplai," kata mantan Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional ini.
CITAC tercatat sebagai perseroan tertutup. Dalam dokumen Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, 3 Mei 2016, perusahaan itu hanya mencatatkan empat pengurus dan pemegang saham. Mereka adalah Yosmansyah sebagai direktur, Suwarno Siswojo sebagai komisaris utama, Ahmad Riyad sebagai direktur utama, dan W. Dian Suprapto sebagai komisaris.
Direktur Utama CITAC Ahmad Riyad belum bisa dimintai komentar soal itu. Namun, pada Juni lalu, dia mengakui keterlibatan perusahaannya dalam tender radar pertahanan udara di Kementerian Pertahanan. "Thales yang ikut tender, kami yang mendampingi," ujarnya.
Prihandoko
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo