Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Restu Janggal dari Marsekal

Tender ulang pengadaan radar TNI Angkatan Udara senilai Rp 2,2 triliun kisruh. Ada upaya mengunci spesifikasi untuk memenangkan merek tertentu.

22 Agustus 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PANITIA lelang pengadaan enam unit radar ground control interception (GCI) TNI Angkatan Udara menjadi bulan-bulanan protes sebagian besar perusahaan calon peserta tender, Kamis pekan lalu. Siang itu, panitia menggelar acara pemberian penjelasan (aanwijzing) tender pengadaan radar senilai US$ 174 juta (sekitar Rp 2,2 triliun) di Ruang Baranahan, Gedung D.I. Panjaitan, Kementerian Pertahanan. Ketika memasuki sesi tanya-jawab, sejumlah perwakilan perusahaan memprotes spesifikasi teknis radar karena mengarah ke produk tertentu.

"Kenapa frekuensi hanya S band," ujar Jannik Hjulgaard, Director Business Development Weibel Doppler Radars, perusahaan asal Denmark, seperti diungkapkan seorang peserta rapat. Utusan Weibel juga mempertanyakan spesifikasi fasilitas integrasi sensor radar dan peluru kendali yang dikunci dengan produk skykeeper. Ini teknologi yang terintegrasi dengan sistem saat ini dan kode programnya dikuasai Thales Raytheon Systems Company SAS, perusahaan Prancis yang juga ikut dalam tender.

Menurut peserta pertemuan itu, protes serupa dilayangkan Monsadak Jasw, perwakilan Spettechno Export dari Ukraina, dan Raul Hernandez Verjillo, Southeast Asia Business Development Director Indra dari Spanyol. Mereka menilai tender enam radar tiga dimensi yang dilengkapi kemampuan mengendalikan pesawat tempur sergap itu tidak wajar. Dalam waktu dekat, mereka akan menemui Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu untuk menyampaikan keberatan.

Jannik Hjulgaard membenarkan hadir dalam pertemuan tersebut. Tapi ia enggan menjelaskan isi rapat. Monsadak Jasw juga mengakui hadir. Soal materi pertemuan, ia memilih tidak berkomentar. "Tanya yang lain saja," katanyapada Kamis pekan lalu.

Menurut salinan berita acara penjelasan tender radar yang diperoleh Tempo, pertemuan itu dihadiri petinggi dan staf sembilan perusahaan. Sembilan perusahaan itu adalah Weibel, Indra, Thales, Spettechno, Northrop Grumman Corporation Electronic (Amerika Serikat), Lockheed Martin Corporation (Amerika Serikat), Leonardo S.p.A (Italia), Harris (Amerika Serikat), dan China Electronic Technology Corporation.

Thales diwakili Bruno Baroux, Vice President Sales and Business Development, dan Ahmad Riyad, Direktur Utama PT Citac, agen Thales di Indonesia. Selama dua jam pertemuan, menurut salah satu peserta pertemuan, Thales sama sekali tidak mengeluarkan komentar. Ahmad Riyad, kata dia, hanya tampak beberapa kali bertepuk tangan di bawah meja ketika satu per satu anggota tim pengadaan selesai memaparkan presentasi.

Sedangkan dari pihak Kementerian Pertahanan dan TNI Angkatan Udara, jumlahnya mencapai belasan orang. Di antaranya Kepala Subdinas Radar TNI yang juga wakil ketua pengadaan Kolonel Kotot Sutopo Aji, Kepala Bidang Matra Udara Kementerian Pertahanan dan sekretaris pengadaan Kolonel Warajiman, serta Kepala Pusat Pengadaan Kementerian Pertahanan sekaligus kepala pengadaan radar Marsekal Pertama Didi Dipo Issangko.

Posisi duduk peserta dan tim pengadaan dibuat seperti huruf U. Perwakilan perusahaan dan tim pengadaan berhadapan di sisi barat dan timur. Sedangkan pimpinan rapat, yakni Didi Dipo dan Warajiman, duduk di sisi utara. Menurut peserta lain, Warajiman membuka pertemuan, lalu anggota tim pengadaan Letnan Kolonel Jon K. Ginting menjelaskan administrasi dan persyaratan tender. Setelah itu dilanjutkan penjelasan teknis radar oleh anggota tim pengadaan Letnan Kolonel Enggal Laksono dan skema pembiayaan oleh Sudharmono dari Kementerian Pertahanan.

Dari pemaparan tim disebutkan, menurut berita acara rapat, proyek ini dibiayai dengan skema pinjaman luar negeri tahun anggaran 2015-2019, termasuk pengadaan empat radar yang tendernya dibatalkan pada akhir 2015. Untuk tender baru, pengadaannya meliputi enam radar yang akan didistribusikan di Jayapura (Papua), Ploso (Jombang, Jawa Timur), Tambolaka (Nusa Tenggara Timur), Morotai (Maluku Utara), Singkawang (Kalimantan Barat), dan Sorong (Papua Barat). Panitia menerima proposal penawaran paling lambat pada 4 Oktober mendatang. Adapun harga radar dalam tender baru lebih mahal US$ 500 ribu per unit dibanding dalam tender yang batal.

Sedangkan untuk spesifikasi teknis radar ada sedikitnya 19 item. Dua di antaranya frekuensi S band dan teknologi integrasi skykeeper yang merupakan mandatory atau spesifikasi teknologi yang mutlak ada. Dari profil perusahaan yang memenuhi undangan penjelasan tender, hanya tiga yang memiliki spesifikasi frekuensi S band, yakni Thales, China Electronic Technology Corporation, dan Spettechno. Selebihnya produsen radar dengan frekuensi L band, C band, dan X band. Dari tiga perusahaan yang memproduksi radar dengan frekuensi S band, hanya Thales yang memiliki teknologi skykeeper.

Dalam pertemuan itu, menurut peserta rapat yang juga petinggi perusahaan radar, spesifikasi dalam tender ini permintaan TNI Angkatan Udara sebagai pengguna. Jawaban ini yang juga disampaikan Warajiman dan Kotot untuk menanggapi protes perwakilan perusahaan yang menilai spesifikasi radar mengarah ke produk Thales. Keduanya menyebutkan spesifikasi itu dianggap paling nyaman digunakan TNI Angkatan Udara. "Kami di sini hanya memfasilitasi permintaan pengguna," kata Warajiman seperti ditirukan peserta pertemuan yang lain.

Kotot membenarkan ada protes dalam acara penjelasan tender radar itu menyangkut spesifikasi radar. Tapi dia membantah itu menyangkut spesifikasi radar yang mengarah ke Thales. "Mereka kan pedagang, bisa begitu," katanya.

Thales merupakan rekanan penyedia radar TNI Angkatan Udara sejak 1959. Dari 20 unit radar jarak jauh yang dimiliki Indonesia, 13 adalah produk Thales. Delapan tipe Thomson dan lima Master T. Produk terakhir yang dibeli adalah lima unit Master T pada 2006-2012. Adapun tujuh radar lain diproduksi perusahaan asal Inggris, Siemens Plessey. Produk Thales ini menggunakan spesifikasi frekuensi S band, yang terbilang lawas jika dibandingkan dengan X band.

Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara Marsekal Pertama Wieko Syofyan mengakui instansinya menyampaikan usul spesifikasi kebutuhan radar ke Kementerian Pertahanan. Usul itu memang mengarah ke produk Thales. "Itu yang dibutuhkan, cocok dengan medan kita, dan terbukti cukup baik," katanya. 

* * *

RAPAT pada 25 Maret 2016 itu menjadi keputusan awal dibukanya kembali tender radar ground control interception yang sempat dibatalkan pada akhir November 2015. Bertempat di ruang rapat Kepala Staf TNI Angkatan Udara di Cilangkap, Jakarta Timur, rapat dipimpin Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Agus Supriatna. Ada sekitar 15 pejabat TNI Angkatan Udara yang hadir, antara lain Wakil Kepala Staf TNI AU Marsekal Madya Hadiyan Sumintaatmadja, Kotot Sutopo Aji, dan para asisten di lingkungan TNI Angkatan Udara.

Menurut seorang pejabat TNI Angkatan Udara yang mengetahui rapat yang dimulai pukul 09.00 itu, pertemuan dibuka dengan pemaparan radar yang dibutuhkan oleh Kotot selaku Kepala Subdinas Radar. Dalam rapat itu, kata dia, penjelasan radar hanya pada satu produk, yakni buatan Thales. Dia mengatakan tidak ada pemaparan mengenai produk lain dalam rapat tersebut. Dalam diskusi itu, Kepala Staf memperlihatkan kecenderungan mengarah ke Thales sebagai radar pilihan. "Setelah dua jam rapat, Kepala Staf memilih menentukan produk Thales yang dipilih dalam pengadaan radar GCI," ujarnya.

Hasil rapat itu, menurut pejabat tadi, dituangkan ke dalam spesifikasi radar yang pada Kamis pekan lalu dipaparkan dalam penjelasan tender. "Spesifikasinya sudah dikunci seperti produk Thales."

Sebelumnya, tim pengadaan Kementerian Pertahanan memang membuka tender untuk radar GCI pada April 2015. Menurut berita acara penjelasan tender pada 21 April 2015, empat radar yang ditenderkan ini bernilai US$ 114 ribu atau sekitar Rp 1,5 triliun. Spesifikasi radar yang ditenderkan adalah L/S/C/X band. Sedangkan sistem integrasi sensor radar dan peluru kendali tidak harus skykeeper. Ada sembilan calon kontestan yang mengikuti tahap awal tender tersebut. Belakangan, tinggal delapan karena Northrop Grumman tidak memasukkan dokumen.

Dari tahapan tender kemudian terpilih kandidat potensial sebagai pemenang. Ketiganya adalah Weibel, China Electronic Technology Corporation, dan Thales. Dari sisi harga dan kebaruan teknologi, Weibel berada di urutan pertama, disusul Thales dan China Electronic. Weibel, misalnya, menawarkan harga jauh lebih murah dan generasi teknologinya X band, yang terbilang baru. Sedangkan Thales harganya lebih mahal dibanding Weibel dan teknologinya S band.

Namun, pada 25 November 2015, tim pengadaan Kementerian Pertahanan mengirim surat ke para peserta lelang bahwa tender dibatalkan dengan alasan tidak ada yang memenuhi kualifikasi. Surat itu juga sekaligus sebagai pemberitahuan dan undangan tender ulang radar sebanyak enam unit. "Dugaannya dibatalkan karena Thales berpotensi tidak menjadi pemenang," kata seorang petinggi perusahaan yang ikut tender radar.

Marsekal Agus Supriatna membenarkan soal rapat di ruang kerjanya. Namun dia menyangkal adanya keputusan untuk memenangkan Thales. "Pokoknya yang terbaik," ujarnya. Agus membantah kabar bahwa dia yang mengusulkan Thales. "Enggak boleh, dong. Kami hanya mengirimkan spesifikasi teknis," katanya. Kotot mengaku beberapa kali rapat dengan bosnya di Markas Besar TNI AU. "Rapatnya hanya membahas perkembangan laporan pengadaan, tidak ada membicarakan satu merek," ucap Kotot.

Anton Aprianto, Setri Yasra, Prihandoko, Destrianita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus