Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Golkar Agum Gumelar, menyebut upaya pecah belah TNI dan Polri adalah sebuah ancaman nyata. Purnawirawan Jenderal TNI itu mengatakan, upaya pecah belah semakin terasa belakangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Upaya untuk memecah belah TNI-Polri itu kita bisa lihat dong, kita bisa rasakan. Coba kemarin waktu unjuk rasa, (ada yang menyerukan) polisi musuh kita, TNI kawan kita. Itu upaya untuk memecah belah," kata Agum usai menghadiri silaturahmi purnawirawan TNI dengan Menteri Pertahanan, di Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, Senin, 29 Juli 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agum merujuk pada aksi unjuk rasa 21-23 Mei di depan Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), yang berakhir dengan kerusuhan. Dalam kejadian itu, massa bentrok dengan aparat keamanan yang merupakan anggota Brimob Kepolisian.
Agum menuding cara memecah belah ini merupakan gaya dari pengikut ajaran komunisme. "Ini taktik komunis dulu ya begitu, memecah belah. Nah ini harus kita waspadai," kata Agum.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Sosial, dan Keamanan di era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid itu mengatakan kebersamaan antara TNI-Polri ke depannya sangat penting. Tugasnya tak hanya ikut mengawal pemerintahan, tapi juga menjaga Indonesia dari ideologi asing.
Atas dasar itu, ia meminta agar seluruh elemen TNI maupun Polri bisa bersatu. Terlebih di antara purnawirawan TNI, banyak yang terpecah selama Pemilihan Presiden 2019 lalu.
"Saya mengajak untuk sudah lah, masa yang lalu itu sudah kita lupakan. Menjadi kenangan masing-masing, tapi sekarang kita lihat ke depan," ujar Agum.
Belakangan, silaturahmi di antara para purnawirawan TNI memang kerap dilakukan. Pertemuan ini terjadi di Mabes TNI, hotel, hingga terakhir di Kementerian Pertahanan. Berakhirnya Pemilu 2019 dan Idul Fitri, menjadi titik awal pertemuan-pertemuan ini.