Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang mengatakan sistem pilkada langsung ataupun dipilih oleh DPRD memiliki kekurangan dan kelebihan. Dia mengatakan kekurangan tersebut mesti dikoreksi agar kualitas pilkada bisa lebih baik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kendati demikian, Oesman mengatakan partainya belum mengambil sikap mengenai ide perubahan sistem pilkada. Dia enggan menjelaskan alasan menerima atau setuju dengan ide kepala daerah kembali dipilih lewat DPRD.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Apakah Hanura mendukung atau menolak, nanti, ya,” kata Oesman saat ditemui usai peringatan HUT ke-18 Partai Hanura, di kawasan Ancol, Jakarta Utara, Sabtu, 21 Desember 2024.
Meski belum menentukan sikap, Oesman mengatakan kekurangan dalam pilkada langsung adalah fakta yang harus diterima. Dalam hal ini, Oesman menyoroti penyelenggaraan pilkada yang diliputi dengan praktik kecurangan.
“Faktanya (pilkada langsung) dengan segala kekurangannya itu memang ada, dan ini yang harus diperbaiki. Seperti adanya ketidakadilan,” ujar Oesman.
Sebelumnya, isu perubahan sistem pilkada kembali menjadi sorotan saat Presiden Prabowo Subianto mengusulkan perubahan mekanisme pilkada, dari pemilihan langsung ke pemilihan di DPRD.
Usulan itu diungkapkan Prabowo saat berpidato dalam perayaan ulang tahun Partai Golkar di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Kamis, 12 Desember 2024. Acara ini dihadiri ketua umum partai politik pendukung pemerintahan Prabowo.
"Saya lihat negara-negara tetangga kita efisien. Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPRD, sekali milih, ya sudah DPRD itulah yang milih gubernur, milih bupati," ujar Prabowo.
Adapun Komisioner KPU bidang Teknis dan Penyelenggaraan, Idham Holik, meminta sistem pilkada saat ini tetap dipertahankan. Dia mengatakan pilkada langsung adalah esensi demokrasi dan wujud pengakuan terhadap kedaulatan rakyat.
“Indonesia sudah punya prestasi yang luar biasa dalam menyelenggarakan pilkada secara langsung, dan sudah sewajarnya harus dipertahankan,” kata Idham kepada Tempo melalui sambungan telepon, Selasa, 17 Desember 2024.
Idham tak menampik ada anggapan bahwa pilkada langsung tidak efisien. Dia mengatakan teknis penyelenggaraan pilkada langsung dari periode ke periode terus diperbaiki. Namun demikian, ujar dia, sebagai salah satu negara demokrasi terbesar dengan sebaran wilayah kepulauan yang luas, terlaksananya pilkada langsung merupakan prestasi.
Khusus pilkada serentak 2024, Idham mengklaim penyelenggaraannya cukup berhasil. Kendala teknis yang cukup berarti hanya terjadi di dua daerah, yaitu Papua Tengah dan Papua Pegunungan.
“Indonesia sudah menyelenggarakan pilkada langsung hampir dua dekade. Kita harus realistis juga bahwa negara ini adalah negara demokrasi dengan basis kedaulatan rakyat,” katanya.
Dia mengatakan efisiensi penggunaan anggaran oleh KPU terus dilakukan. “Kepada setiap KPU di daerah selalu saya tekankan untuk melakukan efisiensi penggunaan anggaran,” ujar dia.
Sementara itu, peneliti bidang Politik The Indonesian Institute (TII), Felia Primaresti, mengatakan menghilangkan pilkada langsung akan melemahkan demokrasi di tingkat lokal. "Pilkada langsung memberi rakyat hak penuh untuk memilih pemimpin terbaik menurut mereka, yang pada akhirnya memperkuat prinsip demokrasi dan akuntabilitas," kata Felia melalui keterangan tertulis, Rabu, 18 Desember 2024.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau Perludem, Titi Anggraini, mengatakan mengembalikan pilkada oleh DPRD adalah tindakan inkonstitusional. Seba, ujar Titi, pilkada merupakan rezim pemilihan umum, seperti yang dijelaskan dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XX/2022.
Berdasarkan putusan itu, kata Titi, pilkada sama dengan pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden. Maka dari itu, dia mengatakan pilkada juga berpijak pada asas langsung, umum, bebas, rahasia dan adil.
Titi menambahkan, satu kesatuan unsur penyelenggara pilkada juga diatur dalam pasal 22 E ayat 5 yang merupakan bagian dari Bab Pemilu. “Adapun penyelenggara pilkada adalah KPU, diawasi oleh Bawaslu dan perilaku penyelenggaranya diproses di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, maka dari itu pilkada sama hal dengan pemilu lainnya yang harus diselenggarakan secara langsung,” kata Titi.
Pilihan editor: 28.536 Guru Pendidikan Agama Islam Ikuti PPG 2024