Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Dokter spesialis patologi anatomi, Oei Hong Djien mengatakan anak-anak dengan down syndrome mempunyai kecenderungan terampil di bidang seni karena mempunyai emosi yang kuat. Pendapat ini diamini oleh para orang tua anak berkebutuhan khusus. Mereka menyatakan anak-anaknya yang mengalami down syndrome lebih mudah mencerna aktivitas seni dan mampu mengekspresikan diri melalui karya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Emosi terkait rasa. Emosinya anak-anak down syndrome ini hebat sehingga karya-karya unik," kata Oei Hong Djien yang juga kurator dan kolektor lukisan asal Magelang, Jawa Tengah. Pernyataan itu disampaikan Oei Hong Djien saat membuka pameran tunggal sketsa karya anak down syndrome, Putri Pertiwi bertajuk 'Titik Balik' di Bentara Budaya Yogyakarta, beberapa waktu lalu.
Putri Pertiwi memamerkan 90 lukisan yang dia buat dalam tempo 2 tahun. "Kalau orang awam melihat gambarnya, tidak bisa membedakan itu buatan anak down syndrome atau bukan," kata Oei Hong Djien. Anak down syndrome, menurut dia, biasanya menghasilkan lukisan yang terkesan beraliran abstrak saat awal menggambar. Itu terjadi lantaran saraf motoriknya lemah. Jika terus berlatih, tentu dapat menghasilkan lukisan yang bagus dengan warna-warna yang menarik pula.
Artikel terkait: Putri Pertiwi, Down Syndrome Pameran Tunggal Seni Sketsa
Karya-karya yang ditampilkan anak-anak down syndrome, menurut Oei Hong Djien, bisa membuka mata dan cakrawala masyarakat bahwa keterbatasan intelektual tidak membuat mereka tak berprestasi. Bahkan anak-anak down syndrome bebas mengekspresikan karya seninya tanpa terpengaruh penilaian baik atau buruk dari orang lain.
Kondisi ini, Oei Hong Djien melanjutkan, berbeda dengan anak-anak yang mudah besar hati ketika disanjung dan gampang jatuh ketika mendapat komentar negatif. "Semua bisa dicapai asalkan ada kemauan. Juga dibantu dan didukung orang-orang sekitarnya," kata Oei Hong Djien.
Sejumlah anak down syndrome membuktikan diri mampu menampilkan karya-karya seninya. Ada Putri Pertiwi, 27 tahun, dari Yogyakarta yang menggambar sketsa; Kidung Saliro Ayu, 3,5 tahun dari Bantul yang sudah mampu membuat lukisan motif lingkaran; juga ada Imansyah Aditya Fitri, 16 tahun asal Payakumbuh, Sumatra Barat, yang piawai bermain drum.
Ibunda Kidung Saliro Ayu, Evi mengatakan putrinya mulai menggambar dengan membuat titik-titik dari krayon pada kertas. Terkadang Kidung juga membuat titik-titik dengan ujung jari yang dicelupkan ke dalam cat warna.
Sekarang Evi mengarahkan Kidung untuk membuat pola lingkaran pada kain. Pola itu kemudian diisi dengan aneka biji-bijian yang ditempel. "Saya buatkan motifnya dan Kidung yang menabur biji pada kain lalu ditekan," kata Evi.
Biji-bijian, menurut Evi, bagus untuk melatih saraf motorik Kidung yang lemah. Kidung bisa merasakan biji-bijian yang kasar, berbentuk bulat, maupun lonjong. Biji-bijian yang ditempel antara lain kacang hijau, kacang hitam, sagu mutiara yang diberi warna sesuai keinginan Kidung.
Setiap pagi Kidung melakukan terapi dengan memasukkan tangannya ke dalam timbunan biji-biji kacang hijau. Lalu jemarinya meremas bulir-bulirnya.
Sejak bergabung dengan Komunitas Perspektif yang melatih seni anak-anak berkebutuhan khusus, Evi mengetahui pola menggambar yang diajarkan kepada anak-anak istimewa itu mulanya adalah membuat titik, lingkaran, garis, kemudian aneka pola yang sudah membentuk objek tertentu. "Karena pola menggambar anak-anak down syndrome awalnya tak berbentuk," kata Evi.