BUAT warga Sumatera Utara, meski baru menjabat sejak 9 Juni silam, Pangdam I/Bukit Barisan Brigadir Jenderal R. Pramono bu-an orang baru. Sebelum bertugas sebagai Kepala Staf Kostrad, lulusan AMN 1962 ini pernah bertugas sebagai Kepala Staf Kodam I/BB, menggantikan Brigjen. Moch. Basofi Sudirman -- kini Wakil Gubernur DKI Jaya. Sabtu pekan lalu, Brigjen. R. Pramono, 51 tahun, menerima Monaris Simangunsong dari TEMPO di kantornya. Bapak empat orang anak yang lahir di Yogyakarta ini didampingi oleh Asintel Kodam I/BB Kol. Sutrisno dan Pelaksana Kapendam I/BB Mayor Bangun. Cuplikan wawancara tersebut: Menurut penjelasan resmi, gangguan keamanan yang belakangan terjadi di Aceh ini dilakukan oleh GPK, yang tindakannya sudah kelewat batas. Apa maksudnya? GPK adalah singkatan Gerombolan Pengacau Keamanan. Jadi, ini bukan gerakan. Gerakan itu terorganisasi. Sedang gerombolan tidak punya organisasi. Apa yang dilakukan GPK sekarang ini jelas merugikan masyarakat, terutama di Kabupaten Pidie, Aceh Utara, dan Aceh Timur. Mereka membunuh rakyat kecil, anak sekolah. Ini bertentangan dengan ajaran agama Islam. Gerombolan seperti ini bisa saja terjadi di mana-mana, tetapi yang di Aceh sudah kelewat batas. Dari buruh sampai pengusaha sudah cemas. Dalam keadaan takut, orang mana bisa produktif. Berapa korban yang telah jatuh, dan apakah ada masalah dalam upaya menindak GPK ini? Mereka membunuh sejumlah penduduk sipil. Kami tak pernah merasa sulit menghancurkan pengacau seperti ini. Hambatan kami adalah medan yang bergunung-gunung dan hutan yang sulit dijangkau dengan kendaraan. Namun, percayalah, ke mana pun mereka, sampai ke ujung dunia, akan kami kejar. Harapan kami, rakyat jangan terpengaruh, sebab tujuan GPK itu tidak benar. Rakyat jangan segan-segan melawan GPK. Kami akan menyelesaikan GPK sampai tuntas. Caranya? Kiat kami, pendekatan secara fisik dan tidak ingin merepotkan masyarakat. Kalau ada anak buah saya yang merepotkan, barangkali karena capek saja. Memang, ada razia yang kami lakukan, yang tidak secara reguler. Razia dilakukan sesewaktu, melihat keperluannya. Kami memohon ra- kyat memahami razia tersebut karena dengan razia itu kami mau menjaring anggota GPK, yang tentu saja berdasarkan laporan, laporan yang akurat. Apa motif GPK ini, dan apa latar belakangnya? Motif mereka cuma cari makan, merampok di sana-sini. Mungkin ada latar belakang ekonomi, yang ini masih kami selidiki. Ada yang mengatakan GPK ini gerakan sempalan yang mau meniupkan kembali isu "Aceh Merdeka". Ada pula yang menyebutkan GPK ini muncul akibat adanya kesenjangan sosial di daerah yang ramai oleh kawasan industri, hingga muncul kantung-kantung ekonomi. Tapi ada juga yang mengaitkannya dengan ketidakpuasan "mafia ganja" di Aceh. Mana yang benar? "Aceh Merdeka" itu cuma isu mereka sebagai alat untuk cari makan. Kesenjangan sosial di mana-mana ada. Bukan cuma di Aceh. Betulkah GPK itu hanya terbatas di tiga kabupaten, Pidie, Aceh Utara, dan Aceh Thnur? Di mana basis dan markas mereka? Yang tampak memang baru di tiga kabupaten itu. Tapi seluruh wilayah kami awasi terus. Mereka tak punya basis atau markas, wong namanya gerombolan, ya tak terorganisasi. Menurut perhitungan, kapan GPK ini bisa habis? Berapa jumlah mereka yang telah ditangkap? Secepatnya GPK itu akan kami habisi. Ada sejumlah orang yang ditangkap. Penanganan selanjutnya, serahkan kepada kami. Apakah mereka yang ditangkap atau ditahan itu bakal diseret ke pengadilan? Kalau mungkin secara hukum, mengapa tidak? Mereka yang ditahan, ada juga yang telah kami lepaskan karena memang patut dilepaskan. Ada yang berpendapat, razia KTP (kartu tanda penduduk) yang terkadang terkesan "keras", bisa berdampak negatif terhadap citra ABRI di mata rakyat Aceh. Anggapan itu mau mengaburkan upaya kami, juga untuk menghancurkan operasi ABRI. Tujuan kami bukan untuk merusak masyarakat. Sampai kapan razia KTP akan berlangsung? Bagaimana perlakuan terhadap penduduk yang tidak punya KTP, karena ada yang menyebut formulir KTP sudah habis.? Saya sudah menelepon anak buah saya yang di Aceh. Kalau ada yang tidak punya KTP, kan bisa juga diperiksa kartu identitas lainnya. Gejolak di Aceh rasanya terus saja terjadi. Padahal, pembangunan berjalan terus. Malah tahun ini Gubernur Ibrahim Hasan berhasil melobi Pemerintah pusat hingga DIP (Daftar Isian Proyek) untuk Aceh tahun ini berlipat empat dari tahun sebelumnya. Mengapa? Naiknya DIP di Aceh menunjukkan bahwa pemerintah pusat memperlihatkan perhatian yang lebih besar kepada Aceh. Tentunya hars ada take and give, dan masyarakat semestinya memberikan respek. Ada kesan, operasi ABRI untuk menghancurkan GPK di Aceh ini agak "menahan diri". Kami keras, tegas. Tapi tentu saja harus ditanya, kepada siapa kami keras. Ini seperti mengambil rambut, tepung tidak rusak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini